BAB 7

184 37 13
                                    


Di luar sedang hujan ketika Nina menceritakan kejadian tadi pagi di sekolah mengenai Abyan kepada si kembar Ananta dan Yassa. Mereka berdua tertawa melihat raut kesal adik perempuannya. Kemudian menggeleng pelan, terbiasa dengan sifat anak-anak yang masih melekat dengan baik dalam diri Nina. Selain anak bungsu, dia juga satu-satunya anak perempuan, yang berarti ia punya tiga pahlawan yang kapanpun sigap melindunginya, tak heran kalau Nina sangat manja.

"Sebenernya," Ananta berdeham, "Masalah lo itu bukan sama Abyan, tapi sama Bunda."

Dahi Nina terlipat, membuat Ananta kembali menjelaskan kalimatnya, "Kalo aja lo bisa terlihat nurut dan terkesan mau-mau aja belajar sama Abyan, ya Bunda pasti gak tega ngasih hukuman ke lo. Tau sendiri kan Bunda kayak gimana."

Mendengar itu Nina langsung menoleh ke arah Yassa yang sudah manggut-manggut. Kedua bahu Nina turun melemas, "Terus harus gimana?"

"Rasa kesel lo yang tadi di sekolah lupainㅡ"

"Enak aja! Nggak mau! Itu anak ya gue ngomel panjang lebar dia cuma bales pake tiga kata doang, malah nyelekit banget lagi," potong Nina geram.

Ananta dan Yassa tertawa menatap satu sama lain. Setelah dari tadi tak mengeluarkan pendapat, Yassa membuka suara, "Gue jarang-jarang mau setuju sama ini orang, tapi mending turutin dulu aja. Ananta berpengalaman, dia kan juga bandel waktu sekolah."

Ananta menjentikkan jemarinya membuat kedua bahu Nina kembali melemas. Susah baginya memaafkan orang semacam Abyan, tipe orang yang tidak peduli dengan tutur katanya sendiri. Cowok itu tidak pernah berubah, dingin dan menyebalkan.

"Pokoknya ke depannya nanti sengeselin apapun si Abyan lo harus tetep keliatan baik-baik aja kalo di depan Bunda. Minimal kalo lo gak bisa buat Abyan berhenti jadi guru lo, lo bisa lah buat Bunda balikin jajan sama mobil lo, itu doang kan yang lo mau?"

Iya, sih. Nina menatap pasrah ke arah kedua kakaknya. Lama kelamaan rasa kesal terhadap Abyan mulai luntur. Kedua sudut bibirnya naik membentuk senyuman manis, kemudian ia mendapatkan rangkulan hangat dari Yassa dan usapan halus dari Ananta. Nina baru saja ingin memeluk lengan Yassa namun terinterupsi oleh ketukan pintu yang cukup keras.

"Nah, itu dia."

Dan benar, setelah dipersilahkan masuk, Abyan berjalan pelan memasuki ruang tengah. Menggunakan jaket berwarna hitam, dalaman abu-abu, dan celana training berwarna hitam, cowok itu terlihat sederhana namun tampan.

"Eh, Bang."

Yassa dan Ananta tersenyum, membuat mereka semakin terlihat mirip. Satu hal yang membuat mereka dapat dibedakan adalah Yassa menggunakan kawat gigi sedangkan Ananta tidak.

"Ke sini naik apa? Kan ujan," kata Ananta. Yang ditanya tersenyum kemudian menjawab, "diantar sama temen, Bang."

"Tuh, Nin. Abyan sampe rela-rela minta dianterin temennya buat bikin lo pinter doang. Udah, gih, belajar yang bener." Ananta tersenyum miring selagi menekankan tiga kata terakhir kalimatnya.

Nina memutar bola mata sebelum tatapannya jatuh ke arah Abyan. Tanpa instruksi secara lisan, Abyan langsung mengikuti Nina menuju lantai atas kemudian memasuki kamar Nina. Kakinya berhenti beberapa detik, matanya menyapu ruangan bercat biru tosca yang terdiri dari tempat tidur, meja belajar, lemari, dan beberapa barang yang berhamburan di setiap sisi.

"Maap berantakan." Nina melempar asal semua baju yang tergeletak di atas meja belajar ke tempat tidurnya.

Abyan menghela napas, ini serius kamar cewek?

Nina kemudian duduk di kursi menatap Abyan yang masih berdiri di hadapannya. Matanya terus menatap mata Abyan, sembari berpikir kira-kira apa yang dapat membuat cowok ini kelelahan dalam membimbingnya.

"Hari ini belajar Matematika aja," Abyan membuka suara.

Tangan Nina dengan malas terulur kemudian menelusuk ke dalam tasnya lalu mendapatkan buku itu.

"Kita belajar dari yang gampang aja, persamaan nilai mutlak."

Jangan membantah, jangan membantah, Nina berbisik dalam hati.

Jadi, Nina menuruti perintah Abyan sesuai yang dikatakan kedua kakaknya. Membuka buku, menyiapkan pulpen dan buku tulis, dan menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya untuk seolah-olah membuat dia akan mendengarkan segala penjelasan Abyan. Melihat Nina sudah siap, Abyan mengenakan kacamatanya, tangannya dengan lugas menarik kursi di dekatnya kemudian membukakan buku untuk Nina.

"Lo ngerti ini kan?"

Nina menatap sebuah soal yang ditunjuk Abyan, ia menggeleng.

"Contoh penyelesaiannya ada di halaman sebelumnya, tinggal ikutin langkah-langkahnya aja."

Detik berikutnya Abyan sudah tenggelam oleh bukunya. Kebingungan merayapi tubuh Nina, karena tidak ada satupun hal yang dia mengerti dari Matematika. Namun, ia tetap memegang erat pulpennya, mencoret-coret pada kertas kosong, lalu satu ide meluncur di otaknya.

"Tante Melya sama Om Iwan sehat?"

Tatapan Abyan teralih ke arah Nina, ia mengangguk, lalu kembali ke arah bukunya.

"Lo IPA 1 kan?"

"Iya," jawab Abyan. "Udah dikerjain?"

Nina nyengir, "Gue nggak paham apa-apa."

Sambil menghela napas pelan, Abyan sedikit mendekat dan mengambil pulpen Nina, "nih gini," kemudian mulai mengerjakan soal yang beberapa menit lalu ia berikan kepada Nina.

"Rumah lo masih yang lama?"

"Iya. Perhatiin gue dulu," perintah Abyan. Matanya tetap terfokus kepada angka-angka itu. Rahangnya mengeras, mata sayu di balik kacamata itu beberapa kali memicing, kalau Amel ada di sini bersamanya pasti cewek itu sudah merona karena aura tampan dan kalem yang terpancar dari Abyan sekarang.

"Nih, gini cara buat garis bilangan, ini gunanya buat nunjukin nilai mutlaknya."

Nina manggut-manggut, padahal nggak paham. "Lo ke sekolah masih pake sepeda?" tanya Nina lagi.

"Iya," Abyan menjawab. "Sekarang coba lo kerjain nomor dua, masih pake cara yang sama."

Masih manggut-manggut, Nina kembali bertanya, "Lo pernah pacaran nggak, sih?"

Abyan enggan menjawab, ia hanya menatap Nina sekilas. Namun karena Nina tetap diam setelahnya, ia mau tak mau menggeleng untuk menjawab pertanyaan Nina sebelumnya. Mendapati Abyan yang mulai lengah karena pertanyaannya, Nina tersenyum lebar.

"Btw itu tanda panahnyaㅡ"

"Lo mau nggak jadi pacar gue?"

***

The longest part so far,
hope you like it.
:)

7 Oktober 2017

KANAN - KIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang