part 5

203 14 7
                                    

Dengan perasaan kesal Rayana berjalan di lorong rumah sakit menuju bangsal pasien anak-anak.
Ia tak menghiraukan tatapan bingung dari beberapa pasien. Ia sudah terlanjur kesal.

Kenapa pula tadi ia tak langsung pergi saja. Tak usah mempedulikannya. Benar-benar manusia berdarah dingin. Pekerjaannya hanya membuat orang sakit saja. Entah sakit kepala, sakit fisik, atau malah sakit hati. Alah persetan dengan yang terakhir.

Bugh....

"Aaahh..." Rayana terduduk meringis karena menabrak seseorang.

"Maaf...saya tidak sengaja." Kata seseorang yang tadi menabraknya. Orang tadi membantunya berdiri. Dan menyerahkan data yang tadi di bawa Rayana.

"Ah..tidak apa. Saya juga minta maaf. Permisi." Rayana langsung pergi meninggalkan orang yang berpakaian tukedo tadi.

Bugh..

Namun lagi-lagi ia menabrak seseorang saat berada di tikungan. Namun kali ini ia tak terjatuh melainkan
Berada di dekapan seseorang. Ia ingin mendongak namun orang tadi tak mengijinkannya dan mendekap kepalanya, menyeretnya pergi.

"Hei lepaskan aku!!! Hei!!! Kepalaku sakit!!! Lepaskan!!"

Rayana memberontak memukul-mukul lengan besar yang sekarang memiting Kepalanya. Ia memberontak namun di seret lebih cepat oleh siapapun itu.

Setelah berjalan yang penuh perjuangan dengan langkah terseok akhirnya orang tadi berhenti dan melepaskannya. Namun ia tak tau sedang berada di mana sekarang ini. Karena suasananya yang sangat gelap dan sunyi. Hanya ada cahaya remang-remang yang menyinari tempat itu.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Yang membuatnya mengernyit adalah adanya televisi layar lebar, dan sebuah sofa panjang.

Tiba-tiba dari belakang ada yang memeluk pinggangnya dan menyeretnya duduk di sofa tadi dengan posisi ia berada di pangkuannya. Dan di peluk dari belakang. Mengungkung tubuhnya dalam dekapan yang sebenarnya menenangkan. Namun harga dirinya di pertaruhkan di sini. Ia mencoba memberontak lagi, lagi, dan lagi.

"Lepas!!!!"

"Siapa si!??! Lepass!!"

"Diam." Suara bariton yang berat membuatnya terdiam. Rayana tau siapa pemilik suara ini. Daat otaknya masih beku, TV di depannya menyala.

Lambat laut otaknya dapat bekerja. Dan baru di sadarinya kalau orang yang memeluknya dari belakang ini sedang mencoba mendoktrinnya, dengan menampilkan filem yang menurutnya sangat tidak wajar ditonton.

Di filem itu menampilkan adegan dimana seorang cewek berlari dengan gaun putih, mungkin. Ia di kejar seorang pria bertopeng.

Namun sialnya ia malah terjatuh. Sangat terlihat di wajah si perempuan rasa takut yang mendominasi. Pria tadi berhenti berlari dan berjalan mendekati si perempuan yang sekarang mengesot berusaha menjauh, juga berusaha berdiri namun karena kakinya yang kesleo dan luka-luka membuat kakinya tak dapat di ajak kompromi.

"Aaaa!!"

"Lepas!! Kumohon... Lepaskan aku." Perempuan tadi mengiba saat ia di seret oleh pria bertopeng kembali. Namun, jangankan mendengar permohonan si perempuan, pria bertopeng itu bahkan tak peduli dengan keadaan si perempuan yang di seretnya.

Mereka memasuki rumah di tengah hutan yang tadinya menjadi tempat ia di tahan. Mereka memasuki ruang khusus, tanpa cahaya, tanpa barang-barang. Hanya ruang persegi 10×10m dengan meja di tengahnya.

Si perempuan di baringkan di sebuah meja, dan di rentangkannya tangan dan kakinya. Di kinci dengan meja tadi. Perempuan itu mencoba meronta namun gagal.

Si pria mengambil gunting entah dari mana. Di guntingnya rambut si perempuan dengan asal. Perempuan itu memberontak membuat kulit kepalanya terluka karena ikut kegunying.

"Aakhh...hiks..hiks.. kumohon jangan.."

"Tolong lepaskan aku."
Perempuan itu mengiba.

"Aaakkhhh!!" Ia berteriak karena telinganya tergunting. Darah keluar dari telinga yang sudah tak sempurna lagi.

"Akkhhh!!" Perempuan itu terus menjerit membuat pria bertopeng itu kesal.

Dengan kesal di ambilnya paksa lidah perempuan itu dengan tangan yang masih kotor karena rambut dan darah. Terlihat wajah si perempuan selerti mau muntah. Pria tadi menggunting lidah perempuan tadi membuatnya menjerit.

"Aaaaagggghhh!!" Perempuan tadi sudah menangis.
Darah keluar dari mulutnya. Sungguh menjijikkan.

Setelah selesai memotkng rambut, pria tadi sekarang mulai memotong jari-jari si perempuan. Namun si perempuan mengepalkan jarinya agar tak di gunting. Membuat si pria berdecak kesal.

Di ambilnha pisau yang entah dari mana. Dan di tusukkannya ke kepalan tangan gadis malang tadi. Membuat darah lagi-lagi keluar. Tangan itu hamlir tak berbentuk lagi.

Karena gemas si pria beralih ke kaki jenjang perempuan tadi dan menusuknya dengan pisau dengan brutal.

Jlep...
Jlep...
Jlep...
Jlep...

"Aaaaaakkkgghhh!!"

Jerit putus asa sungguh kentara.

Rayana yang menonton itu tanpa sadar mencengram tangan Deren. Deren juga mengeratkan pelukannya pada Rayan. Ia menikmati suara jeritan dari TV dan lelukan Rayana. Bulu remang Rayana berdiri saat melihat si pria mengoyak perut perempuan dan menarik ususnya panjang. Dan itu di lakukannya saat si perempuan masih sadar. Darah. Dara. Dan darah terus keluar dan menggenang, sampai menetes jatuh dari meja.

Dan itu membuat Rayana memejamkan matanya. Sungguh tak manusiawi. Pikirnya.

Setelah filem tadi habis. Hanya hening yang terjadi dengan keduanya. Rayana masih terbayang adegan sadis tadi, dan Deren masih betah memeluk Rayana yang masih terdiam. Ia bahkan memejamkan matanya saat perlahan tubuh Rayana menyender pada dada bidangngya. Ia meletakkan dagunya pada kepala Ryana.

"Tidurlah." Hanya satu kata itu yang terucap dari bibir Deren. Dan Rayana tak berniat membantahnya. Ia tertidur dalam dekapan yang sedikit menenangkan.

Sedikit menggeliat mencari posisi yang nyama. Deren melonggarkan pelukannya dan merapatkannya lagi saat Rayana mendapat posisi yang nyaman. Rayana memejamkan matanya, begitu juga dengan Deren.

Hening.
Mereka menikmati waktu yang menenangkan bagi mereka.

"Kenapa?" Rayana berkata sambil masih terpejam.
Dere membuka matanya mendengar pertanyaan itu. Namun ia memejamkannya lagi.

"Kenapa kau mau melakukan itu.?"

Tak ada jawaban.

"Untuk apa? Apa untungnya untukmu?"

"Tidur!" Nada berat itu sarat akan perintah.

Setelah menghela nafas lelah Rayana memilih mematuhinya. Lagipula ia juga sudah lelah. Lelah fisik juga jiwanya.

Saat di rasa gadis dalam lelukannya sudah tertidur Deren membuka matanya. Ia berdiam sebentar sebelum membopong Rayana keluar dari tempat persembunyiannya. Ia tau Rayana sedikit sulit beradaptasi dengan keadaan di sini.

Jadi ia putuskan akan membawanya pulang ke rumahnya. Di sana ia lebih leluasa mengajari Rayana. Juga menjauhkannya dari 'orang itu'.

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

OK. Segitu dulu ya..
Yang penggemar romace...
Setelah ini akan di hadirkan...
Jadi gak seterusnya adegan kekerasan kok.

Salam sayang
Alfihusnia.

The Doctor(psychopath)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang