4. Special Day

9.6K 666 74
                                    




Shera's POV

Adzan subuh berkumandang. Kukerjapkan mataku. Kutatap setiap sudut di ruangan ini dengan perasaan tak menentu. Semalam aku tidur di kamar asing bersebelahan dengan laki-laki asing yang sekarang ini sudah menjadi suamiku. Kulirik sebelahku. Kendra sudah tak ada. Mungkin dia sudah bangun.

Aku dengar suara gaduh dari bawah. Aku keluar kamar menuruni tangga. Aku lihat Kendra sudah rapi mengenakan baju koko dan menggedor-gedor pintu kamar Axel.

"Xel bangun. Ayo sholat, udah adzan."

Kendra mengetuk pintu kamar Axel sekali lagi, "Axel ayo cepat bangun. Kalau nggak bangun juga, kakak kirim kamu balik ke rumah ayah dan ibu."

"Iyaaaa...." Suara Axel menggema dari dalam ruangan.

Tak berapa lama kemudian, Axel keluar dengan rambut depan basah bekas air wudhu. Matanya terlihat masih mengantuk. Kendra melirikku yang mematung di ujung bawah tangga.

"Udah bangun Sher. Aku dan Axel ke Masjid dulu ya. Kalau perlu sesuatu, mau minum atau apa ambil sendiri di kulkas ya."

Aku mengangguk dan mengulas senyum. Kulangkahkan kakiku menuju kamar lagi untuk bersiap sholat. Diam-diam aku mengagumi Kendra yang mau bangun pagi untuk sholat di Masjid. Dia juga seorang kakak yang bertanggungjawab dan mengajak adiknya yang selengekan itu ke Masjid. Dia orang yang baik, tapi baik saja tak cukup untuk membuatku jatuh cinta.

Kendra's POV

            Aku memasak nasi goreng untuk menu sarapan kami. Aku dapat cuti tiga hari. Shera juga sepertinya dapat cuti juga. Dia tetap bekerja di coffee shop sambil mengajukan lamaran kemana-mana, dan dia sedang menunggu panggilan.

            Nasi goreng yang aku masak kali ini seringkali menjadi menu favorit para tamu hotel, terutama orang-orang asing. Mereka selalu penasaran dengan nasi goreng ala Indonesia. Kali ini aku mencampurkan daging ayam, jamur tiram, sosis, telur, bawang daun ke dalam nasi goreng. Tak lupa irisan tomat, mentimun, selada dan telur ceplok kutata mengelilingi nasi.

            Dari subuh menjelang jam tujuh tadi, banyak pesan Whatsapp yang masuk dari teman-temanku. Sebagian besar mengucapkan selamat dan bahkan banyak yang meledek tentang malam pertama. Gimana malam pertamanya bro? Habis berapa ronde? Aku cuma bisa menjawab, "lancar" atau "luar biasa". Kadang aku ingin membalas, kalian ingin tahu malam pertama kami gimana? Bayangkan saja ada perempuan cukup cantik, manis, ya cukup menggoda, tidur satu kamar dengan kalian, tapi dia dipajang di etalase dan pintunya tidak bisa dibuka. Jadi kalian cuma bisa memandangnya dan dia hanya sebagai pajangan, nggak bisa disentuh apalagi diapa-apain. Aku tersenyum sendiri. Apa Shera juga mendapat pesan WA seperti itu dari teman-temannya? Aku harap dia tidak bicara apa adanya, dan sedikit menutupi perihal ini. Axel memang benar, dia ini polos, maklum belum pernah pacaran. Tapi aku harap dia bisa sedikit dewasa saat menghadapi ledekan teman-temannya tentang malam pertama kami.

Shera mendatangiku dengan t-shirt oblong warna biru pastel yang panjang hingga menutupi paha dan celana legging garis-garis biru tua-muda yang tidak begitu ketat. Ia gerai rambutnya begitu saja. Sebenarnya dia cukup cantik sih, namun itu tak serta merta membuatku tertarik, apalagi jatuh cinta. Harus kuakui, aku masih bingung dengan status pernikahan kami. Dibilang resmi ya memang resmi, dibilang settingan, ini bukan settingan. Coba kalau tidak ada perjanjian untuk nggak kontak fisik selama menikah, mungkin aku bisa memandang pernikahan ini sebagai pernikahan yang normal.

Shera menatap nasi goreng yang sudah aku hidangkan di meja.

"Kamu masak semua ini Ken?"

"Iya. Ini udah jadi kerjaanku sehari-hari Sher. Aku kan chef."

Amore Incondizionato (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang