Bab. 1 - Sandiwara

8.6K 1.2K 69
                                    

Author's Note : Repost, ya. Sedikit berbeda dengan versi sebelumnya karena ada banyak perbaikan (tapi tidak sampai mengubah alur).

Yang baru baca; Selamat datang! Semoga suka. ❤️
Yang sebelumnya sudah pernah baca; Terima kasih banyak! Semoga kalian bisa mengambil pesan positif dalam cerita ini. 😊

.
.
.

Bab. I - Sandiwara

Keterampilan yang orangtua miliki umumnya akan diwarisi oleh sang anak. Dan hal tersebut terjadi pada Naruto. Gadis cantik dengan senyuman sehangat mentari di musim semi itu sangat pandai memasak. Sama percis seperti sang ayah: Minato Namikaze, seorang chef hebat yang sempat memiliki restoran besar dengan beberapa cabang. Tapi, itu dulu, ketika kehidupannya masih baik-baik saja.

Pagi hari yang cerah ini tak hanya dimeriahkan oleh kicau burung, tapi juga oleh suara aktivitas yang Naruto lakukan di dapur. Dia tampak bersemangat menyiapkan sarapan untuk dirinya serta keluarga Uchiha tanpa menyadari bahwa sang ibu mertua: Uchiha Mikoto tengah memperhatikannya dengan senyuman terkulum.

"Selamat pagi, Naru."

Naruto sedikit tersentak. Dia melirik ke belakang lalu tersenyum kecil dan melepaskan apron hijau yang sejak tadi melekat pada tubuhnya. "Selamat pagi, Ibu."

Mikoto menghirup aroma masakan Naruto yang menggoda selera dan tentu semakin membuat perutnya keroncongan kala gadis cantik yang sudah menjadi menantunya sejak dua bulan lalu itu menata berbagai macam tumis di atas meja makan. "Ah, jam berapa ini? Masih pagi, bukan? Dan kau sudah menyiapkan sarapan sesempurna ini?"

Naruto menggaruk pipinya yang tak gatal. Matanya melirik pada jam dinding besar yang menunjukkan pukul setengah tujuh. "Ibu ... sekarang 'kan memang waktu normal untuk bangun. Jadi, wajar saja jika aku sudah selesai memasak."

Sang ibu mertua tampak mengibas-ngibaskan tangannya di udara seraya mendekati Naruto kemudian berbisik, "Untuk pengantin baru sepertimu seharusnya masih berada di dalam kamar, masih berpelukan, masih berbagi kehangatan." Wanita itu menjauhkan wajahnya dari Naruto sebelum melanjutkan, "Bukan bangun sepagi ini dan memasak."

Tak ada semburat merah. Tak ada ekspresi tersipu. Namun, Naruto memang cukup malu mendengar penuturan sang ibu mertua. Ya, meski sebenarnya rasa sesak lebih mendominasi. "Kami menikah sejak dua bulan yang lalu. Aku dan Sasuke sudah bukan pengantin baru. Lagi pula, bangun pagi dan menyiapkan sarapan sudah kewajiban seorang istri."

Bibir Mikoto mengulum senyum. "Kau memang istri yang baik. Tapi, selama pernikahan kalian belum menginjak usia sepuluh tahun, itu artinya kau dan Sasuke masih menjadi pengantin baru."

Naruto hanya bisa mendengkus geli. Ibu mertuanya memang berlebihan. Dasar.

Jujur saja, Mikoto ingin segera mencicipi berbagai tumis yang dimasak oleh sang menantu. Tetapi, Mikoto harus menahannya sedikit lebih lama lagi karena keluarga Uchiha yang lain pun belum terlihat, termasuk putra bungsunya, sehingga Mikoto meminta Naruto untuk memberitahu Sasuke bahwa sarapan sudah tersedia dan harus segera sarapan bersama.

Naruto menurut. Ia berjalan menaiki tangga, menuju kamar yang ia dan Sasuke sudah gunakan dalam beberapa hari ini untuk tidur serta menginap di kediaman Uchiha.

Daun pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok pria yang sudah meminangnya sejak dua bulan lalu.

Naruto berjalan masuk, berdiri dua meter di hadapan Sasuke dan berusaha menarik atensi Sasuke yang masih duduk serta bermain ponsel di atas sofa.

The Dream Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang