Bab. 6 - Menunggumu Mencintaiku

5.2K 1.1K 101
                                    

Author's Note : tanda [*] adalah dimulainya flashback, sedangkan tanda [***] adalah berakhirnya flashback.

——————————

Bab. VI - Menunggumu Mencintaiku

DI dalam mobil, Sasuke tampak mengusap wajahnya dengan letih lalu memijit tulang hidungnya beberapa kali. Padahal, dia sudah pulang dari kencannya bersama Sakura sejak dia selesai mengajar di kampus dan tiba di halaman rumahnya itu sejak lima belas menit yang lalu, tapi Sasuke benar-benar malas untuk turun dari mobilnya dan memasuki rumah di hadapannya. Yah, lebih tepatnya Sasuke malas bertemu dengan wanita di dalam sana. Wanita yang berstatus sebagai istrinya.

Sasuke menghela napas dan dengan penuh keengganan ia keluar dari mobilnya. Meski malas, namun dia juga butuh istirahat sesegera mungkin. Sehingga mau tak mau ia harus memasuki rumahnya. Terlebih, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam kurang dua puluh menit.

Akan tetapi, ketika langkahnya sampai di pintu, dia teringat sesuatu sebelum merongoh saku kemejanya kemudian kembali terdiam kala teringat bahwa kunci cadangan rumah ini yang biasa di bawanya hilang entah ke mana. Dan dengan terpaksa Sasuke mengetuk pintu untuk memberitahu pada wanita di dalam rumah itu bahwa dirinya telah pulang.

Cukup lama Sasuke mengetuk-ngetuk pintu sebelum akhirnya daun pintu itu terbuka cukup lebar, menampilkan seorang wanita dengan tubuh yang dibalut oleh piama tidur.

Wanita itu tersenyum. Sebuah senyuman hangat yang memang selalu wanita itu berikan kepada sang suami untuk menyambut kepulangannya. "Okaeri, Sasuke-kun," sapanya begitu lembut.

Sasuke hanya menatapnya dengan ketus tanpa membalas ucapannya dengan "Tadaima." atau apapun itu. Ya, dia hanya membisu. Dan hal itu tidaklah aneh. Karena Sasuke memang tak pernah membalas sapaan sang istri. Bisa dibilang, selama berbulan-bulan sejak pernikahannya, tepatnya sejak kejadian di mana perdebatan mereka karena wanita pemilik surai merah muda yang menjadi selingkuhannya, Sasuke tak pernah sedikit pun mengobrol dengan sang istri. Ia benar-benar enggan membuka suara, enggan mengatakan apapun meski dalam pikirannya Sasuke begitu frustrasi memikirkan mengapa istrinya selalu bersikap seperti ini.

Naruto selalu berbicara padanya, menyapanya, mengucapkan kalimat pengantar tidur seperti yang kini tengah wanita itu lakukan. "Selamat tidur, Sasuke-kun," bisiknya lembut.

Saat memasuki rumah dan menerima sapaan hangat dari sang istri, Sasuke tak melakukan kegiatan apapun lagi selain dari makan malam bersama Naruto --walau dalam keheningan karena dia sendiri yang enggan berbicara--, menggosok gigi, mencuci tangan dan kaki lalu mengistirahatkan tubuh di kamarnya. Namun, baru saja dia berbaring sekitar lima belas menit, istrinya itu tiba-tiba datang memasuki kamarnya. Sedangkan Sasuke sendiri memilih untuk berpura-pura tertidur.

Dengan penuh cinta Naruto mengecup mesra sebelah pipi sang suami sebelum mengamati wajah tampannya yang tampak sudah tertidur lelap. Jemari lentik Naruto bergerak perlahan, membelai hidung Sasuke dan berhenti di rahang kokoh yang terpahat sempurna. "Kau begitu tampan," ujarnya setengah berbisik. "Pantas jika Sakura begitu mencintaimu." Pandangan Naruto menyendu, manik birunya mulai terlihat redup saat air mata juga mulai tergenang di sana.

"Seandainya ..." Suara Naruto tercekat saat ia sekuat tenaga menahan lelehan bening di pelupuk matanya agar tidak jatuh begitu saja. "Seandainya kau tidak memiliki ketampanan luar biasa seperti ini. Mungkin kau tidak akan dicintai wanita lain." Naruto mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Mungkin kau hanya akan menjadi milikku dan aku pasti akan menjadi wanita terbahagia. Bahagia karena bisa memilikimu seutuhnya, memiliki cintamu." Sesuatu yang sejak tadi ia tahan sekuat tenaga akhirnya jatuh juga. Mata Naruto terpejam rapat disertai muara kristal yang mengaliri kedua pipinya. "Ya, seandainya. Seandainya saja ...," lirihnya lagi dengan bibir yang bergetar.

The Dream Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang