2. Secangkir Kopi di Cafe Emak

40 1 0
                                    

PART 1

Cafe ini memang masih baru di buka sekitar sebulanan yang lalu. Tapi jangan salah, karena peminatnya bejibun. Dari abg, anak alay, sampai anaknya emak ikut nongkrong di Cafe Emak. Dari yang muda, setengah tua, dan tua sekali ada juga. Berbagai elemen masyarakat tumpah ruah di sini. Emang sih sensasi hommy - nya terasa banget. Kamu bakal betah banget nengkri di Cafe Emak ini. Contohnya nih Aku, yah seorang penulis amatiran. Namaku Diantoro, pekerjaanku tak menentu kadang jadi penulis dan kadang jadi fotografer. Umurku sudah berkepala 3 selebihnya jangan di tanya karena itu gak bakal jadikan kamu bintang sinetron hehehe...

Aku sering ke Cafe Emak untuk menuangkan ide-ide brilianku atau hanya sekedar duduk dan memesan kopi untuk melepaskan kepenatanku, yah bisa di bilang nih cafe second home gitu. Gimana gak aku bilang second home selesai isya' bukannya pulang kerumah langsung nongkrong di Cafe Emak.
"Tapi kenapa kali ini Cafe Emak sepi, ini baru jam 8 malam. Apa gara-gara jalan di perempatan di tutup kale" Batinku.

Kulihat tempat duduk favoritku masih kosong dan bersih. Daaaan let's go sit up, lekas-lekas aku menempatinya. Yah sangat dan sangat nyaman sekali. Sebuah sofa dan meja di dekat jendela. Sambil Aku memutar otak, Aku juga dapat melihat panorama di luar jendela. Hanya kendaraan yang lewat sih, tapi setidaknya bisa membuat otak ini merefresh jadi enggak butek-butek amat. Setelah aku duduk dan kubuka laptopku, melanjutkan novel yang kutulis.
Pelayan datang kemejaku "waaah Mas Ian lama sekali tak kemari, kemana aja... tuh anak-anak gadis pade nyari lo" kata Mbak Tari salah satu pelayan "Cafe Emak". Aku hanya tersenyum lebar.
"Mas Ian, pesen kayak biasa yo to..." imbuh Mbak Tari.
"Sip, mbak" Jawabku sambil ku ajungkan jempolku. Dan tak lama Mbak Tari pelayan "Cafe Emak" datang dengan secangkir kopi hitam dan makanan ringan. "Makasih , Mbak" kataku.
Malam ini otakku masih fresh lagi anget-angetnya. Seperti secangkir kopi di mejaku. Saat Aku sruput kopi hitam dan panas, aku dapat alur-alur cerita yang tersambung dengan tulisanku kemarin. Segera ku ketik apa yang tertuang diotakku.

"Wooi pria kesepian, kemana aje lu. Kagak pernah kemari" Kata Felix yang mengagetkanku dan tiba-tiba langsung duduk di depanku. "Sialan lo"Jawabku.
"Dua Minggu gue ke Jogja, ada proyek foto prewedding. Ngapain lu nyari gue, mo minta traktir lo" Tanyaku.
"Ngapain gue minta traktir ma lu, gue tau lu lagi cekak hahaha..."Jawab Felix dengan ketawa dan menyindir. "Brow kemarin ada kejadian yang enggak enak di studio kita" Imbuh Felix.
"Emang ada apaan sih Lix" Tanyaku sambil mengetik di laptopku dan tak lupa kusruput kopi expreso kesukaanku.

"Kamu tau Ian, Pak Peter Subekti dari Ekstreme Studio" kata Felix. Dan Aku menganggukkan kepalaku, tanda kalau Aku memang mengenalnya.
"Kemarin Pak Peter Subekti datang ke Rainbow Studio, Beliau mencarimu" kata Felix sahabat Ian dan teman sejawatnya.
"Kenapa orang sepenting Pak Peter datang mencariku? Aku saja han mengenal nama besarnya?" Gumamku.

Dering handphoneku membuyarkan semua tanyaku di hati. Kuliat Alisha yang menelponku. "Hai Alisha, apa kabar" Tanyaku di handphone.
"Kamu baik-baik sajakan Ian? Aku dengar Papaku mencarimu di studio kamu, Aku dengar dari Shela" Kata Alisha di handphone.
"Aku baik-baik saja. Tunggu dulu, kau bilang Papamu. Peter Subekti itu Papamu? Tanyaku dengan terkejut.

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bunga cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang