Pukul 14.15
Tepat setengah jam lalu, Paras keluar dari ruangan Pak Alex. Nampak tak bersemangat, terlihat dari banyak kerutan diwajahnya. Desahan napas panjang lolos dari sudut bibir Paras. Lelah menjalar, keseluruh badan. Siang yang panas.
Sepanjang jalan Paras tak berhenti mengumpat, melihat lembaran skripsinya yang dicoret habis-habisan oleh si Alex. Ya, Paras sudah sepakat menanggalkan panggilan Pak didepan namanya sejak di ruangannya siang tadi.
Paras terperangah saat pulpen merahnya menari-nari di lembaran yang ia berikan kepada si Alex. Melihat hasil begadangnya seminggu terakhir seperti tak ternilai.
"Yang ada tanda merah ini, kamu revisi ulang. Besok jam 8 saya minta revisinya" Begitu katanya saat sebelum Paras meninggalkan ruangannya.
Fix! malam ini gue begadang lagi. Makasih Alex!
Ingin sekali rasanya Paras berkata kasar di depan si Alex itu. Untung saja otaknya masih waras, mengingat Alex menjadi pembimbingku. Untuk Se-men-tara. Catat itu.
Ini lebih menyakitkan dari sekedar omelan Bu Tiwi, dosen ter-killer sepanjang masa. Atau puluhan detensi yang diberikan Bu Lilis. Diam, tak bersuara tapi cukup menyakitkan. Itulah Alex.
***
Paras
Balee.. Tuan Puteri akan mengunjungimu sore ini. SendPonselnya bergetar sesaat kemudian. Tampak pesan Hanum di layar depan ponselnya. Seketika senyum mengembang itu terukir dari sudut bibirnya. Seakan hilang semua masalah-masalah dibenaknya.
***
Setelah kurang lebih lima belas menit berlalu, Paras kini berada di sebuah rumah bertingkat dengan banyak pintu. Kakinya berjalan cepat menuju tempat dimana Iqbaal tinggal. Iqbaal-- adik laki-laki dikeluarganya.
Keputusan Iqbaal untuk ngekos sempat tidak di setujui oleh ibu. Mengingat yang namanya keluarga, harus hidup dalam satu atap. Tidak berpencar seperti ini. Iqbaal tidak seperti Hanum atau Paras, yang setelah lulus SMA melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.
Meski hanya terpaut usia dua tahun dari Paras, tapi Paras salut akan pola pikir adiknya. Iqbaal pernah bilang kepadanya, ia ingin hidup mandiri, tidak mau membebankan orang tua karna biaya kuliah yang sangat mahal. Karna itu Iqbaal memilih untuk bekerja dahulu, baru melanjutkan kuliah dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
Pada akhirnya, ibu pun menyetujui keputusan yang Iqbaal buat. Dengan syarat, dirinya harus memegang teguh kepercayaan yang dititipkan padanya.
"Assalamualaikum Balee..." ucap Paras sedikit berteriak.
"Balee.."
Tak ada jawaban.
"Assalamualaikum, Iqbaal.." masih menunggu jawaban dari balik pintu.
Paras mengambil benda kecil berwarna kuning dari dalam backpacknya. Menuliskan sesuatu.
Kakinya hendak pergi dari posisinya, sebelum ibu berbaju daster memanggilnya.
"Paras ya?" tanya seorang ibu dihadapannya itu. Ibu pemilik Kos-an adiknya tinggali. Hampir setiap bulan Paras mengunjungi adiknya, jadi dia tau betul pemilik kosan tersebut-- Ibu Tinah. Janda beranak dua.
Paras tersenyum "Iya bu."
"Nak Iqbaalnya baru aja pergi setengah jam lalu, nak Paras mau nitip sesuatu? " tawar Tinah ramah.
Paras tampak menimbang-nimbang, "Hmm.. Gausah deh bu, Makasih. Nanti malam aja Paras kesini lagi." tolak Paras sopan.
"Ohh yasudah, nanti ibu sampaikan ke Nak Iqbaal kalau mba Paras kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSS-AN PAK!
Chick-Lit[Revisi setelah tamat] Saya tidak melakukan apa yang namanya Pacaran. Bukan keahlian saya untuk sebuah komitmen yang tak bisa di hak patenkan. -Alexander Rahardja- Boss-an Pak! © 2017 by Srassa. Cover taken from Pascalcampionart. Edit by @ghtsaw S...