Menjadi bawahan harus siap di segala medan.
***
"Kamu suruh saya makan beginian?" katanya menatapku sambil mengangkat bungkusan plastik di tangannya.
"Loh, bapak sendiri kan yang suruh saya beli makanan yang bisa di makan dan enak?" tanyaku balik dengan penekanan di setiap katanya.
"Iya, tapi bukan makanan ini juga Parasayu." jawabnya mengikuti nada bicaraku. Kemudian dia mencium makanan dari luar kertas pembungkus itu.
"Tunggu, baunya..." dia menjeda kalimatnya. "Kamu ngasih saya- jengkol?" katanya terdengar kaget.
Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menyembunyikan tawaku yang hampir lepas saat melihat ekspresinya barusan.
"Jengkol nggak kalah enak loh Pak dengan daging." kataku menjelaskan, tertawa puas dalam hati.
Sang Bos menatapku tajam. Aku mengalihkan pandangan, berpura-pura tak melihatnya. Dia terlihat mendengus kesal dan saat ini aku senang. Untuk pertama kalinya, aku bisa membalas perbuatannya yang menyebalkan itu.
"Ambil." katanya meletakkan bungkusan itu di atas mejanya.
"Buat saya?" tanyaku polos.
Dia menghela napas lagi, dan kali ini dia menatapku jengkel. Lalu membuang pandangannya.
"Trus bapak makan apa?" tanyaku tak enak hati.
Dia menatapku, tanpa ekspresi. "Saya bisa delivery atau suruh Ali nanti."
Yahh jadi gaenak gue sama si bos.
Rasa simpatiku muncul ke permukaan. Oh- jangan lagi, aku tak boleh kasihan padanya, dia bukan manusia yang patut di kasihani, bisa saja itu hanya akal-akalannya untuk mengelabuiku. Tipuan klasik. Aku berbalik, berjalan menuju pintu, meraih gagang besi yang dingin.
"Kamu nggak denger ya? Saya bilang bawa makanannya."
Oke, dia marah.
"Bener nih Pak?" tanyaku memastikan.
Dia tampak enggan menjawab.
"Oke." aku mengambil bungkusan di mejanya lalu melesat keluar.
Ruang kerja tampak sepi saat jam makan siang, semua karyawan sepertiku lebih memilih menghabiskan makan siang di luar untuk sekedar menghirup udara segar. Kalau saja aku tidak menghantarkan makanan ini kepada si bos, mungkin saat ini aku bersama Mbak Pia dan Malik di warung bakso Mang Deden atau ketoprak endes Bu Mila.
Aku baru saja membuka bungkusan nasinya, sebelum suara yang tak asing itu memanggilku lagi.
"Paras, ikut saya sekarang." katanya menatapku.
Aku menoleh kearahnya, dahiku membentuk kerutan. Sejak banyak terlibat dengannya, kulitku lebih sering menegang, tidak serileks dahulu. Belum ada lima menit aku keluar dari ruangannya, dia sudah menggangguku lagi. "Kemana Pak?" tanyaku.
"Bertemu suplier." jawabnya datar.
"Loh, kan ada Rani Pak."
"Saya sudah hubungi dia, tapi nggak di angkat." terangnya.
"Iyalah, kan masih jam makan siang." jawabku kesal.
"Saya tunggu di basement." perintahnya lagi sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya.
"Tapi saya belum makan Pak." kataku mencari alasan agar tidak ikut dengannya.
"Sama saya juga." katanya, pergi menuju lift di kanan lantai.
.
.
.Keheningan menemani suasana siang ini, aku memilih diam selama perjalanan sedangkan orang di sampingku fokus dengan jalan di depannya. Aku mengalihkan pandangan keluar jendela sejak aku duduk dalam mobilnya, menyembunyikan kekesalanku.
"Saya kasihan sama kepala kamu, harus saya panggilin tukang urut?" tanyanya tanpa menoleh ke arahku.
"Bapak punya rasa kasihan juga sama saya?" nyinyirku, mengajaknya perang.
Dia menatapku sinis. "Segitu kejamnya saya?" dia bertanya, penasaran.
Menurut lo aja gimana?!. Sabar Parasayu, tarik napaass... Buang.
Aku melirik ke arahnya. "Yakin, Bapak mau tahu?"
"Enggak." katanya cepat. Mobilnya berbelok memasuki parkiran Restoran Jepang.
"Loh, katanya mau ketemu suplier Pak?" tanyaku heran.
"Iya, tapi nanti setelah makan." katanya santai sambil melepas seatbeltnya.
"Tapi saya-"
"Saya lapar, kamu juga belum makan kan?" ucapnya keluar, meninggalkanku yang masih di dalam.
"O-ke." jawabku kaku. Perasaanku gelisah, berdua, dengan si bos. Bisa jadi trending, kalau sampai terpergok dengan lalat lalat kantor. Aku mengikutinya dari belakang, memasuki pintu restoran.
Semoga tidak ada satu pun yang aku kenal di dalam.
![](https://img.wattpad.com/cover/127011038-288-k175889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSS-AN PAK!
Chick-Lit[Revisi setelah tamat] Saya tidak melakukan apa yang namanya Pacaran. Bukan keahlian saya untuk sebuah komitmen yang tak bisa di hak patenkan. -Alexander Rahardja- Boss-an Pak! © 2017 by Srassa. Cover taken from Pascalcampionart. Edit by @ghtsaw S...