2 new messages

36 14 1
                                    

@Arodarian
Aro.

Aku merasa sangat senang sekali melihat pesan yang tertera di notifikasi ponselku. Walaupun ia hanya menjawab sepatah kata namun bisa membangun lagi rasa percaya diriku untuk lebih mengenalnya.

Tetapi kali ini aku belum menemukan bahasan apa lagi yang perlu dibicarakan dengannya. Makanya balasan itu hanya sekedar kulihat, belum kubaca.

"Sepha, turun dulu!" Aku bergegas pergi menyusul Ibuku yang memanggil dari arah dapur. Menyelesaikan sarapan dan melanjutkan hari yang menegangkan, melihat pengumuman.

Biasanya para peserta didik baru yang menunggu pengumuman akan berlomba-lomba pergi ke sekolah tujuannya dengan cepat agar bisa menimbang keputusannya akan bersekolah dimana, jika pengumumannya tidak seperti yang diharapkan.

Hari ini jalanan lumayan ramai, banyak orang-orang yang berlalu lalang entah akan berangkat kerja atau hanya sekedar jalan-jalan pagi. Sebenarnya hari ini aku tidak sabar untuk bertemu dengan Aro!

Asap kendaraan pagi ini belum terlalu banyak, udaranya masih agak segar. Aku menghirup sebanyak-banyaknya oksigen lalu tersenyum, sudah yakin siap dengan pengumuman hari ini.

Kesejukkan itu terhenti karena sesuatu hal yang mengusik pendengaranku,

"Ar, nanti antar Mama ke pasar ya habis ke sekolah." Aku mendengar seseorang di sebelahku seperti berbicara dengan anaknya. Lampu merah masih belum selesai, aku menoleh karena penasaran. Ternyata itu seorang anak laki-laki dan Ibunya yang berada di belakangnya, seragamnya masih SMP sepertiku dan sepertinya Ia juga sedang mendaftar SMA.

Saat ia menoleh, pandangan kami saling bertemu. Aku hanya melihat matanya karena helm nya yang full face. Dalam sepersekian detik aku masih menatapnya mengira-ngira siapa yang berada di balik helm itu.

Sepertinya ia tersenyum, matanya menyipit saat masih melihatku.

"Ah!" Aku tersadar siapa yang berada di hadapanku ini. Saat aku ingin memanggilnya, lampu sudah berganti hijau.

Aku gagal membalas Aro lagi.

Sesampainya di sekolah, aku langsung berlarian ke arah kerumunan siswa mengelilingi papan pengumuman yang berada tepat di tengah lapangan.

Aku meneliti satu persatu nama dari 3 kelas IPS yang aku pilih di papan pengumuman. Kebetulan, aku ingat bahwa Aro juga memilih di jurusan yang sama denganku. Melihat kelasnya yang tidak banyak juga tidak akan menyulitkanku dalam mencari namanya.

Setelah berulang kali mengecek, aku 100% yakin tidak ada nama Arodarian di daftar nama kelas IPS.

Namun aku masih tidak kehilangan akal, aku berpindah ke papan pengumuman yang berisikan daftar nama kelas MIPA dan mencari lagi satu persatu untuk menemukan namanya.

"Yah, gak ada." aku keluar dari kerumunan sambil menunduk, terasa tidak memiliki semangat untuk bersekolah lagi.

Entah kenapa, aku masih sangat penasaran dengan Aro.

"Sepha?" Seseorang menepuk pundakku lalu aku menoleh,

"Oh Daylon." Aku tersenyum mendapati teman SD yang sudah lama tidak bertemu.

"Masih inget aja lo sama gue." Daylon menepuk-nepuk pundakku dengan cepat. Lalu beralih menepuk puncak kepalaku.

Aku menepis tangan Daylon pelan karena merasa malu, "Apasih, Lon."

"Ga mau nanya nih kenapa gue disini?"

Faktanya, aku dan Daylon sudah lama tidak bertemu dari kelas 2 pada semester genap. Ia pindah ke Ibukota ikut dengan keluarganya. Maka dari itu, logat kami lama-lama jadi berbeda.

SEPHARO ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang