4 new e-mails

18 12 0
                                        

Ardrn 48
Subject : Re : 1
Bukan apa-apa. Kan kayak quote yang kamu baca, nggak semua kebetulan itu harus punya makna, Sep.

Pagiku hari ini disambut oleh notifikasi e-mail dari Aro yang membuatku semakin penasaran dengan Aro. Sebenarnya Aro itu siapa sih? Kenapa dia bisa punya foto kelulusanku, kenapa dia bisa punya akses masuk ke perpustakaan sekolah, dan kenapa dia selalu bikin aku penasaran bahkan semenjak dia pertama kali senyum sama aku di depan gedung Dinas Pendidikan waktu itu?

Aku nyaris jadi intel dadakan yang gagal dalam uji coba pertamanya tau, Ro.

"Sepha, hari ini Ibu gak bisa nganter kamu ke sekolah. Kalo sama Mas Sadam, ga masalah?" Aku nyaris tersedak mendengar Ibu kalau tidak bisa mengantarku. Dan apa? Bareng sama Mas Sadam? Itu cuma kemungkinan yang gak bakal-

"Iya, nanti adek sama aku." Mas Sadam yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku menginterupsi, gawat. Nada bicaranya sudah seperti itu, apa dia masih dendam ya sama aku?

Aku ingin menghindarinya sekarang juga, aku berpikir matang-matang dan akhirnya, "Bu, aku mungkin akan naik bis aja nanti."

"Nggak, kamu bareng sama Mas." Tempramen Mas Sadam yang emang gapernah hilang itu selalu datang di saat yang gak tepat. Bahkan di depan Ibu pun sekarang Mas Sadam berani membentakku walaupun tidak sekeras kemarin.

"Sadam, jangan kasar lagi sama adeknya!" Tukas Ibu melerai, sepertinya Ibu mulai mencium adanya kejanggalan di antara aku dengan Mas Sadam.

Aku menghela nafas, gusar kalau sewaktu-waktu Mas Sadam bisa keluar batas dan membuatku terluka seperti orang-orang yang selama ini pernah mengusiknya.

Tapi dia adalah Mas Sadam. Apakah aku harus membencinya?

Setelah sarapan, Mas Sadam tidak bicara apa-apa. Ia hanya berdiri untuk mencuci piringnya sendiri dan berlalu. Namun Ia sedikit berbisik,

"Ayo ikut sama Mas."

Mas Sadam menarikku dan berjalan mengikutinya. Aku sampai tidak bisa menyamakan langkahnya. Mas Sadam terlihat tergesa-gesa. Dan bagaimanapun juga aku tidak berani untuk hanya sekedar bilang untuk pelan-pelan.

Mas Sadam menuntunku untuk menuju ke motornya, menghentakkan helm yang biasanya kupakai ke sekolah seraya berkata, "Cepet. Mas ga punya waktu banyak."

Loh, bukannya kami akan berangkat ke sekolah kan? Kenapa Mas tidak punya waktu banyak? Bahkan ini masih sangat pagi untuk bersekolah.

"Mas mau ajak aku kemana?" Tanyaku gusar, melirik wajah Mas yang malah terlihat seperti orang yang akan menerkam mangsanya saat itu juga. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain, takut dengan Mas.

"Diam dulu, surat ijin kamu udah Mas titipin Alisia kemarin malam." Aku tekejut, surat ijin? Mau dibawa kemana aku hari ini dengan Mas.

Mungkin Mas merasakan tanganku bergetar, "Gausah takut, Sepha. Mas cuma mau ajak kamu ke suatu tempat. Percaya sama Mas."

Aku langsung terdiam lagi. Berusaha semaksimal mungkin untuk tidak bergetar lagi. Kalau Mas sudah memanggilku dengan nama, berarti Mas sudah kesal.

Aku hanya perlu mengikutinya, kan?

Setelah beberapa menit berlalu, dan melewati jalanan yang belum pernah kulewati sebelumnya. Aku bahkan tidak tahu ini dimana. Walaupun hari ini masih cerah, jalanan ini terlihat agak redup karena banyak pepohonan lebat.

Mas memberhentikan motornya di depan sebuah rumah, berada tepat sendiri di tengah pepohonan lebat ini. Aku semakin merasa takut, tetapi aku menyingkirkan hal-hal negatif yang aku pikirkan.

SEPHARO ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang