"Jadi, Aro-" ujar Sepha menggantung, Ia menatap Ari sekilas yang ekspresinya sudah tidak bisa dideskripsikan lagi.
Ari menyanggah, "Bentar dulu, aku belom selesai." Sepha mengangguk, menurut dan mendengarkan cerita Ari lebih lanjut lagi.
"Jadi, Aro kena gegar otak karena kecelakaannya itu. Enggak, dia nggak buta. Maksud aku tadi itu, Aro langsung pingsan. Disitu aku sama Mama belum pulang. Jadi Aro baru dibawa ke rumah sakit sekitar 2 jam setelah Aro jatuh." Ari mengusap tengkuknya, masih merasa bersalah karena waktu itu tidak bisa menolong Aro.
Sepha berkedip, "Trus, isi notebooknya apa dong?" Sepha tidak tahan untuk merasa senang sekaligus gelisah dalam waktu yang sama. Ia tahu dari Ari sendiri kalau Aro sudah jatuh cinta dengan Sepha sebelun Sepha mengenalnya. Namun tetap saja, Sepha belum juga menemukan titik terang tentang Aro dan Ari.
"Isinya itu, ini," Ari memberikan secarik kertas kepada Sepha yang berisi ungkapan apa yang akan disampaikan Aro kepada Ari saat itu. Sepha membaca isinya dan menutup mulutnya tak percaya, Aro menuliskan;
"Ari, aku suka Sepha. Tapi aku nggak tahu harus gimana?"
Seketika atmosfir yang berada di dalam warung tahu campur itu seperti meluruh. Sepha tidak percaya, ini yang menulis seorang Aro. Yang awalnya terlihat tidak pernah peduli dengan Sepha, lalu menjadi perhatian dan, eh Sepha baru sadar bagaimana kelanjutannya kalau Aro saja pingsan lalu siapa yang mengiriminya pesan setelah Aro pingsan?
"Trus yang ngiriminin email ke aku siapa?"
Ari menghembuskan nafasnya yang awalnya tercekat, "Aku."
Sepha agak melotot, jadi selama ini Sepha berkomunikasi dengan Ari? Bukannya Aro?
"Sepha, dengerin dulu."
Air muka Sepha berubah tenang lagi.
"Aku mutusin buat ngelanjutin percakapannya Aro sama kamu sebagai Ari itu karena aku pengen Aro seneng, Sep. Aku pengen kamu tahu juga kalo Aro itu bener-bener peduli sama kamu, Sep. Cuma keadaannya aja yang nggak mendukung," Sepha menunduk, termenung. "besoknya, Aro sadar, Sep. Trus dia nanya siapa yang balesin kamu lagi. Aku jawab itu aku, dia malah seneng, Sep,"
Ari menatap Sepha dalam, lalu saat Sepha ingin memotong lagi, Ari melanjutkan,
"Waktu itu yang kamu liat di traffic light itu aku sama Mama, Sep. Waktu pergi ninggal Aro dirumah itu,"
"Kamu tau, Sep? Waktu aku ngasih flashdisk, itu aku susah payah nyari buku Critical Eleven di perpustakaan, sampe aku ditanyain sama penjaganya. Trus baru tau deh, ternyata bukunya nggak di rak, tapi di meja penjaga lagi dibaca sama penjaga yang baru. Ngeselin kan," Ari terkekeh geli, diikuti Sepha yang tersenyum. Namun Sepha tersenyum entah karena perkataan Ari atau yang lainnya, Sepha pun tidak tau.
"Waktu aku ngasih siomay, itu aku nyaris banget ketauan kamu loh, Sep. Kamunya sih gercep banget jadi orang. Aku jadi gapunya persiapan apa-apa buat nyiapin itu semua,"
"Dan yang paling gagal itu, pas kemaren aku ngasih kamu kotak bekal sama minuman. Yang kamu sama temen kamu liat itu aku, Sep. Aku ga mau nengok karna pasti kamu bakal ngenalin aku, Sepha,"
Sepha speechless. Ia benar-benar tidak tahu akan berkata apa. Jadi sedaritadi Sepha hanya mendengarkan Ari berbicara, sambil bertanya-tanya sekarang yang ada di hatinya itu siapa?

KAMU SEDANG MEMBACA
SEPHARO ✅
Short StorySepha bertemu Aro, lalu keduanya saling mengenal dan bertukar pikiran. Semakin hari Aro menjadi bayang-bayang yang selalu membuat Sepha penasaran. Sedangkan Aro, selalu memiliki cara untuk memikat Sepha dengan hal-hal kecilnya. Lalu bagaimana jika...