[ Q ] - Quit!

23.1K 3.9K 1.1K
                                    


***

Pekan roller coaster hampir bertemu ujung. Jumat ini terakhir kali masuk kantor, meski hanya libur dua hari, Salsa menganggap jeda kali ini adalah penyelamatan dari tekanan.

Salsa butuh istirahat. Berbaring seharian di kamar kost-nya. Tanpa Arkan, tanpa Ikbal, tanpa teman-temannya yang tidak tahu apa-apa tapi tanpa sadar berpotensi memanaskan keadaan.

Seperti dua hari belakangan, setiap kali Arkhan muncul di kantor, Salsa otomatis akan menoleh ke Ikbal lalu laki-laki itu akan membalas tatapnya. Meski hanya berupa tatapan biasa, tapi Salsa bisa menangkap ancaman dalam sorotnya.

Lalu ketika Salsa akan melakukan tindakan penghindaran, teman-temannya mulai berdehem tidak jelas dan mendorongnya menemui Arkhan. Kalau sudah seperti itu, setelahnya Salsa harus me-reka ulang obrolannya dengan Arkhan kepada Ikbal. Menjelaskan bahwa ia berhasil menghindari topik soal hati dan mengisi percakapan membahas urusan pekerjaan saja.

Salsa tahu ini konyol. Dia tidak menyukai sesi pelaporan ke Ikbal. Tapi... entah kenapa... setiap kali berinteraksi dengan Arkhan atas alasan profesional, dia pasti akan melapor tanpa diminta. Padahal, Ikbal bukan siapa-siapa, hanya teman yang kebetulan menciumnya lalu mulai menempatkan diri seperti pembimbing yang memberikan arahan-arahan tegas.

"Tapi kenapa harus melibatkan dia dalam setiap keputusan gue? Dan kenapa juga gue turutin dia? Emang dia bapak gue? Shit!"

Keluhan yang sama Salsa tanyakan pada diri sendiri berulang-ulang kali. Tidak sempat memetik jawaban, Ikbal sudah berulah lagi.

Seperti sekarang...

Salsa, bergabung bersama Derian dan Fauzi yang sedang menunggu driver kantor untuk perjalanan ke tempat pemasok material proyek. Ketiganya duduk di undakan, menghadap tembok belakang mushalah. Lima menit setelahnya, Ikbal bergabung, laki-laki itu berdiri di hadapan mereka.

"Der, hp lo mati? Mas Ardi nelfon gue, suruh bilang ke lo, ganti merk semen. Ada sodara dia yang punya usaha semen, jadi minta dipasok dari sana saja." Ikbal membaca alamat yang baru dikirim klien mereka. "Gue forward alamatnya ke lo."

"Yaelah Mas Ardi, kenapa nggak komunikasi dari kemaren? Air udah sampai di leher, baru kaget." Derian membakar rokok, lalu menyerahkan lighter dan kotak rokoknya pada Fauzi.

Fauzi menyepakati, "Untung kita belum pergi."

"Iya tuh," tindih Salsa, "kalo ada apa-apa, kita lagi 'kan yang disalahin. Katanya nggak lewat tahapan diskusi lah, apa laah." Diambilnya sebatang rokok, "Zii, pinjem lighter."

Lighter sudah berpindah ke tangan Salsa, belum sempat membakar, Ikbal menarik rokok dari sela jemarinya. Gadis itu berdecak, tapi tangannya kembali mengambil sebatang.

"Tapi, bilang ke Mas Arya, itu di luar tanggung jawab kita, yah?" Bibir Salsa menjepit rokok, dia bicara sambil menyalakan lighter, "Kalau misalnya kualitas semennya nggak sesuai-" Salsa berhenti sebentar, melotot pada Ikbal yang mencabut rokok dari sela bibirnya.

"Beli sendiri sana! Ngapain lu ambil punya gu-anjaaaay! Napa lu patahin, Baaaal! Bangkeeeee lu!"

Salsa meratapi dua batang rokoknya yang sudah patah-patah dan dibuang Ikbal ke tanah. Meski dihadiahi tatapan geram dari tiga pasang mata penyembah tembakau di depannya, lelaki itu tampak tak acuh.

Dictionary Of Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang