Regretful [4]

9.4K 350 6
                                    

Malam harinya Bara sudah siap dengan kemeja lengan pendek yang ia biarkan terbuka dua kancing atasnya. Dipadukan celana jeans berwarna navy.

Lelaki itu menyambar kunci mobil yang ada di atas nakas. Dengan cepat kakinya menuruni tangga. Dia tidak tinggal bersama Mamanya. Barra memutuskan untuk membeli rumah dan tinggal sendiri sejak dua tahun lalu. Selain karena sebagai tempatnya pulang, di rumah ini ia bebas keluar malam pulang dini hari.

Pada akhir pekan Barra baru akan menginap di rumah sang Nyonya Besar. Maka dari itu Mama Barra tahu kebiasaan buruknya karena mendapati Barra pulang pukul tiga dini hari. Ketika sang Mama menyelesaikan salat tahajudnya.

Awalnya Mama Barra marah besar melihat kelakuan anak lelaki dan satu-satunya itu. Tapi, Mama Barra sudah lelah menasihati anaknya yang selalu dibalas nanti kalau sudah menikah.

Alhasil titah menikah dengan segera dikeluarkan sang Mama untuk Barra. Agar moral anak semata wayangnya itu menjadi terdidik dan lebih bertanggung jawab. Bukan seperti lelaki hidung belang.

Sejujurnya Barra mengatakan itu dalam keadaan tidak sadar. Masih lelah akibat pergumulannya dengan teman kencan satu malam. Belum lagi efek alkohol yang membuatnya melantur. Sampai sekarang pun Barra tidak pernah tahu kalau ia pernah mengatakan hal itu.

Poor Barra.

Senjata makan tuan.

Papa Barra sudah meninggal saat ia masih menjadi mahasiswa pada semester lima. Papanya meninggal karena komplikasi. Sakit jantung, kolesterol dan diabetes.

Menurut Barra, Papanya itu pria hebat di dunia ini. Tidak ada yang menandinginya. Pekerja keras, sayang keluarga, berjiwa sosial yang tinggi, dan akhlaknya luar biasa.

Berbeda dengan Barra yang amat sangat buruk dalam penilaian akhlak dan kepribadian. Kalau Barra menunjukkan sisi buruknya ke semua orang, dan Barra mengatakan bahwa ia anak dari Erlangga Bramasta, Barra berani bertaruh mereka tidak akan percaya. Untungnya saja yang tahu kelakuan bejatnya hanya teman-teman terdekat dan yang dia percaya.

Barra menyalakan mesin mobilnya. Membawanya ke kelab malam yang biasa ia datangi sejak lulus sekolah. Sedari tadi Barra merapalkan doa dalam hati semoga mendapat kenalan wanita dari Diki.

Maafkan Barra Ya Allah ingat pada-Mu hanya karena membutuhkan pertolongan. Tapi nanti, Barra janji, Barra akan selalu ingat Allah.

Tiga puluh menit membawa Barra sampai di parkiran klub malam ternama di ibu kota. Barra segera turun dari mobilnya dan berderap masuk ke dalam klub. Hingar bingar dan dentuman musik menyambutnya ketika kakinya memasuki ruangan yang kata banyak orang adalah 'terlarang'. Lelaki itu lebih memilih ke ruangan atas. Yang tidak terlalu ramai karena dikunjungi oleh orang-orang berkelas.

"Barra!"

Seruan itu membuat Barra menoleh ke sumber suara. Senyum lebarnya terbit. Matanya berbinar menemukan wanita cantik bergaun merah dengan bagian dada terbuka yang menampilkan belahannya.

"Hai, Rora!" Barra mengecup pipi wanita itu sekilas. "Long time no see. Katanya baru balik dari Jepang?"

Wanita yang dipanggil Rora mengangguk antusias. Jemarinya menggamit lengan Barra dan menghelanya menuju mejanya. Di sana banyak teman-teman seprofesi perempuan itu—artis. Dan ternyata di kursi paling ujung ada kawan baiknya. Sedang menggenggam tangan sang kekasih hati.

"Heh, jangan pacaran nggak senonoh di tempat umum!" seloroh Barra yang dibalas dengkusan oleh Edame.

"Bacot. Ngapain sih diajak ke sini, Ra?" tanya Edame pura-pura kesal.

"Biar gue ada gandengannya, Bang. Ngenes amat gitu yang lain pada ada pasangan."

Barra mengulum senyum. Pesonanya memang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Dan Rora adalah satu-satunya teman Edame yang terjerat ketampanannya.

RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang