Handphone gue bergetar untuk yang kesekian kalinya.
Panggilan masuk dari Kiki yang harusnya gue angkat, tapi dilarang sama Iqbaal.
Dia bakal manyunin bibirnya terus gamau diajak ngomong setelah sebelumnya dia bilang, "Aku bukan orang jahat, jangan di suruh pulang terus juga kali."
"Tapi kan takutnya itu penting, Baal."
"Oh jadi, aku ga penting gitu buat kamu?"
Pasrah deh.
Gatau kenapa Iqbaal jadi manja banget pas sakit kaya gini.Sekarang Iqbaal lagi tiduran sambil main games The Sims yang ada dihape gue. Daritadi dia marah-marah terus tiap Kiki telepon, katanya bikin lag.
Gue duduk dikursi, disamping ranjang. Jawabin pertanyaan-pertanyaan yang Iqbaal tanya setiap hampir 5 menit sekali.
"Ini kalo mau bikin anak gimana?"
"Klik tempat tidur, pilih Woohoo."
Iqbaal cuma ngangguk, kayaknya dia lagi nyoba.
"Apaan?! ga seru ditutupin selimut."
"Kalo engga ditutupin, gamenya bakalan dicekal pemerintah hahaha."
"Tapikan kalo ga ditutup, pasti lebih banyak peminat cowok yang main ginian."
"Bodo."
Iqbaal malah ketawa sambil noel-noel dagu gue. Abis itu dia lanjut main lagi.
To be honest, gue bete sama dia. Gue mau pulang karena ini udah jam 8 malem. G, bukan masalah jam sih. Gue mau pulang karena ada janji.
Alesan Kiki teleponin gue daritadi pasti itu ada hubungannya sama janji gue.
"Ih aku baru sadar kalo nama cowoknya Park Chanyeol" Iqbaal heboh sendiri. "Apa-apaan?"
"Suka-suka yang punya game lah."
"Ga suka! Berarti tadi kamu ena-ena sama dia bukan aku."
Gue mendengus, mau banget nampol Iqbaal. Tapi dia lagi sakit, nanti ga sembuh-sembuh gue makin gila.
"Ganti namanya." kata Iqbaal.
"Ga bisa."
"Ga mau tau. Hapus gamenya, bikin baru."
"Astaga." Gue bangun dari duduk di kursi terus duduk dipinggir ranjang Iqbaal. "Gapapa di game bikin anaknya sama Chanyeol, didunia nyatanya kan sama kamu." Gue paksain buat senyum sambil usap-usap rambut Iqbaal.
Iqbaal yang tadi cemberut langsung nyengir. "Iya juga." kekehnya. "Game mah ga bakal kerasa apa-apa, yakan?"
"Iya lah."
"Yaudah, aku mau lanjut main lagi. Mau bikin marah si Canyol biar cerai." Iqbaal terkekeh.
"Ish, jangan!"
"Gapapa, ntar bikin baru namanya Iqbaal, terus nikahin sama dia."
"Berarti kamu nikah sama janda nanti."
"Gapapa, janda lebih berpengalaman."
Bodo amat anjeng.
Suara decitan pintu yang kebuka bikin gue sama Iqbaal barengan liat ke arah suara.
Bunda Rike sama Teh Ody yang dateng.
Gue langsung turun dari kasur, terus senyum setelah jawab salamnya terus cium punggung tangan mereka bergantian.
"Makasih ya (Namakamu), udah jagain Iqbaal." kata Bunda Rike.
Gue ngangguk sopan. "Iya bunda, sama-sama."