CHAPTER 5

4.8K 267 9
                                    

Malam itu sekitar jam 8 malam. semua bapak-bapak berkumpul dibale desa. Katanya upacara pengusiran arwah gentayangan akan dilakukan. Pak Lurah telah mengundang seorang paranormal.

Tidak ada yang aneh dari penampilan orang pintar itu menurut bapak, dia mengenakan baju batik. Wajah terlihat seperti orang normal pada umunya. Dia juga terlihat ramah, dengan menyalami semua bapak-bapak yang hadir.

"Perkenalkan ini Pak Santoso, yang akan membantu kita." Kata pak Lurah.

Setelah perkenalan, maka pak Santoso pun memberitahu metode yang akan digunakannya dalam mengusir makhluk halus.

"Bapak-Bapak tahu garam laut ?" Tanya pak Santoso.

Tentunya semua orang tahu bahwa garam berasal dari air laut, tapi rupanya bukan itu yang dimaksud pak Santoso. Garam laut adalah garam yang masih kasar, biasanya memiliki bentuk Kristal-kristal kasar seperti pecahan kerikil kecil. Berbeda dengan garam beryodium yang bentuknya lebih halus.

"Taburkan garam laut itu disekitar rumah bapak-bapak, kelilingi semua bagian rumah." Lanjut pak Santoso.

Memang katanya orang-orang jaman dulu menggunakan garam sebagai penangkal roh jahat. Mungkin terdengar aneh, karena ternyata selain bisa menghadang ular, garam juga bisa digunakan untuk menangkal makhluk halus. Tapi menurut kepercayaan orang-orang dulu cara ini paling ampuh, selayaknya kebudayaan di eropa yang mempercayai bawang putih bisa menangkal drakula.

Setelah memberi pengarahan pada warga, selanjutnya pak Santoso meminta untuk diantar ketempat kejadian dimana teh Ratmi meninggal. Maka malam itu berbondong-bondong semua warga mengantarkannya ke gerbang perkebunan kakao.

"Persis disini tempatnya pak" kata pak Lurah seraya menunjuk pohon rambutan.

Pak Santoso memejamkan mata, mulutnya terlihat komat-kamit entah sedang melafalkan doa atau mantra. Mungkin sekitar lima menit berlalu, tiba-tiba saja angin kencang menggoyangkan dedaunan, semilir bau amis tercium dihidung para warga.

"Dia sudah datang." bisik pak Santoso kepada pak Lurah.

Terlihat sosok perempuan mengenakan daster warna merah dengan motif kembang-kembang sedang duduk disalah satu dahan pohon rambutan membelakangi para warga.

"Astagfirulloh, itu lihat itu diatas." Ucap salah satu warga.

Pak Santoso mengeluarkan sebuah keris dari dalam tasnya, mulutnya kembali komat-kamit. Terjadi pergulatan yang tak terlihat, wajah pak Santoso tampak berkeringat dan nafasnya seperti tersengal-sengal. Semua warga saling menatap kebingungan, entah apa yang harus mereka lakukan melihat situasi seperti ini.

"Kita bantu baca doa saja." Perintah pak Lurah.

Ayat kursipun terlantun dari mulur para warga. Sedangkan pak Santoso masih tampak kelelahan. Sosok perempuuan yang tadi duduk didahan pohon, kini tampak melayang turun kebawah. Sontak hal ini membuat warga kaget dan sebagian orang belingsatan pulang karena ketakutan.

Sosok itu menurut bapak, memang teh Ratmi. Wajahnya Nampak pucat dengan mata cekung hitam. Bahkan bapak masih bisa melihat garis lebam dilehernya bekas jeratan tali saat matinya dulu.

Tidak begitu lama sosok itu balik badan lalu melayang menuju perkebunan kakao yang gelap gulita, hingga akhirnya lenyap tidak terlihat lagi. Sedangkan pak Santoso kembali membuka matanya, tubuhnya ambruk ke tanah. Tampak sekali dia sangat kelelahan.

"Bapak tidak apa-apa ?" Tanya Pak lurah sembari membantu pak Santoso kembali berdiri.

........................................................................

Sepulang dari tempat kejadian teh Ratmi meninggal, pak Santoso dijamu dirumah pak lurah, beberapa warga yang masih tersisa ikut mengantarnya termasuk bapak saya. dengan ditemani kopi hitam dan roko kretek obrolanpun terjadi.

"Arwah ini masih punya urusan yang belum dia selesaikan, dia tidak mau diusir." Kata pak Santoso.

"Urusan seperti apa pak, apakah dia bilang ?" Tanya salah satu warga.

"Katanya biarlah dia yang akan menyelesaikannya sendiri."

"Tapi kalau dia mau menyelesaikannya sendiri, kenapa dia meneror setiap warga di kampung ini ?" Tanya pak Lurah.

"Saya masih belum mengerti, dia tidak memberitahu. karena dia menganggap saya bukan dari bagian kampung ini jadi dia marah dan mengusir saya." jawab pak Santoso.

Pengusiranpun berjalan sia-sia karena tidak menghasilkan apa-apa. Pak Santoso angkat tangan dan menyerah. Pak Lurah semakin repot saja, apakah yang harus dia lakukan sekarang. Apa harus memanggil paranormal lain ? tapi pesan dari pak Santoso agar warga sabar menunggu hingga 40 hariannya teh Ratmi.

Belum bisa bernafas lega karena rencananya untuk mengusir hantu teh Ratmi gagal, pak Lurah kembali dibuat bingung dengan hilangnya salah watu warga Tegal Sari. Teh Dewi seorang biduan yang tempo hari sempat hilang juga, kini keberadaannya tidak diketahui.

"Sebelum hilang Dewi tampak aneh pak Lurah, sejak diteror hantu Ratmi dia terus bermimpi buruk. Dia mengurung diri dikamar dan tak mau keluar." Kata Ibu teh Dewi.

"Tapi kemarin sepulang saya dari sawah, Dewi terlihat sedang membereskan pakainnya. Saya kira dia ada panggilan untuk manggung. Karena setiap kali saya Tanya dia tidak menjawab, saya jadi curiga ada yang tidak beres dengan Dewi."

"Terus bu ?" Tanya pak Lurah.

"Terus tanpa sepengetahuan saya, dia hilang."

Hari itu setelah mendengar laporan dari ibu teh Dewi, Pak Lurah ditemani bapak saya datang ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian orang hilang ini.

Aktivitas warga kampung Tegal Sari normal pada siang hari, namun menjelang malam hari semua warga mengurung diri. semenjak saran dari pak Santoso untuk menabur garam disekeliling rumah, jarang lagi warga yang dihantui teh Ratmi. tapi suara-suara tangisan dan penampakan-penampakan sering kali terjadi dan kalau ada warga yang sedang beruntung pasti bisa melihatnya.

Pernah kejadian, suatu malam seorang warga pernah melihat bang Ratmo berjalan sendirian. Dia membawa tas yang entah apa isinya. Katanya menurut desas-desus yang terdengar entah ini Cuma gosip atau fakta, bahwa bang Ratmo sering mengunjungi makam istrinya malam-malam.

"Mungkin dia masih belum bisa melupakan istrinya kali." ucap bang Burhan diwarung kopi sore itu.

"Tapi apa bang Ratmo ga takut ?"

"Ya namanya juga istri, mungkin saking sayangnnya bisa melenyapkan rasa takut." Jawab bang Burhan.
"Terus gimana kemarin acara pengusiran hantu itu ?"

"Kata orang pintar yang diundang pak Lurah, kita harus nunggu sampe 40 hariannya si Ratmi."

Obrolan sore itu diwarung kopi mba Susi terdengar cukup seru, saya yang awalnya hanya iseng lewat, kini ikut duduk dan memperhatikan. Tidak begitu lama datang bang Ratmo kewarung untuk membeli kopi sasetan. Bapak-bapak yang tadinya sedang membicarakannya diam jadi salah tingkah dan pura-pura tidak memperhatikan.

"Kenapa ga diseduh disini aja bang Ratmo, sambil ngobrol sama kita-kita ?" Tanya mba Susi.

Bang Ratmo tidak menjawab sepatah katapun dia hanya tersenyum , lalu pergi begitu saja. Bapak-bapak yang sedang duduk disana langsung mengelus dada, takut kalau obrolannya tadi mungkin terdengar oleh bang Ratmo.

"Kalau harus menunggu selama itu sih, repot juga." lanjut mba Susi setelah bang Ratmo pergi jauh.

"Tapi lama-lama warga kampung Tegal Sari sudah terbiasa dengan terror hantunya si Ratmi, untunglah semenjak menaburkan garam jadi jarang lagi waga yang didatengi ke rumahnya." Kata bang Burhan.

"Yang sering dihantui katanya yang punya urusan sama si Ratmi semasa hidupnya, itu tuh.. bu Lastri sampe dia berniat mau jual rumahnya dan pindah dari kampung ini"

"Emang kenapa dia ?" Tanya mba Susi.

Katanya bu Lastri adalah salah satu orang yang sering didatengi hantu teh Ratmi, karena semasa hidupnya dia punya urusan hutang dengan bu Lastri. Menurut cerita kang Burhan, malam itu bu Lastri sedang menidurkan anaknya yang masih kecil, namun tiba-tiba dari arah jendela kamar terdengar ketukan beberapa kali. Seketika bu Lastri langsung merinding, katanya tidak mungkin itu orang iseng, karena waktu sudah hampir jam 11 malam.

Bu Lastri yang ketakutan langsung menutup wajahnya dengan selimut. Namun suara ketukan itu semakin kencang sehingga membuat bu Lastri semakin gelisah.

"Bu tolong buka pintu bu.. saya mau bayar hutang." Terdengar suara Ratmi dari balik jendela.

Bu Lastri masih diam dibalik selimut, tubuhnya berkeringat dingin karena ketakutan. Namun tiba-tiba tercium bau amis yang sangat menyengat. Karena tidak kuat bu lastri bangun dan pergi ke kamar mandi, untuk muntah.

Saat sedang berkumur, terlihat dari kaca jendela kamar mandi samar-samar sebuah kepala. Semakin lama kepala itu semakin mendekat, hingga terlihat jelas menempel dikaca jendela. Kepala teh Ratmi yang menampakan senyum menyeringai dengan bola mata yang hampir keluar.

"Baru pagi harinya bu Lastri ditemukan pingsan sama anaknya dikamar mandi." Kata mba Susi.

"hiyyy.. mengerikan juga kalau sampe begitu."

"Sebenarnya saya juga mau cerita, kejadian yang menimpa saya waktu malam jumat kemarin. Makanya sekarang saya ga pernah buka warung sampe malam." Kata mba Susi.

"Gimana ceritanya mba ?" Tanya bang Burhan.

Gantung DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang