CHAPTER 6

4.7K 270 3
                                    

Kata bapak siang itu rumah pak Lurah kedatangan seorang pemuda, usianya sekitar 30-an. Mengenakan peci hitam dan sorban. Kebetulan bapak lagi dirumah pak Lurah sedang membicarakan rencana untuk mengefektifkan kembali jadwal ronda yang selama ini kacau karena tidak ada orang yang mau datang.

"Nama saya Ridwan pak Lurah" ucap pemuda itu memperkenalkan diri setelah pak Lurah menyuruhnya masuk dan duduk.

Seperti mengerti tatapan tuan rumah, si permuda menjelaskan maksud kedatangannya tanpa harus menunggu pertanyaan.

"Maksud kedatangan saya kesini adalah soal salah satu warga bapak." Kata ustad Ridwan.

Bapak dan pak Lurah berpandangan semakin tidak mengerti.

"Begini pak Lurah, sebelumnya saya akan jelaskan terlebih dahulu. Kebetulan dikampung sebelah, saya mengelola sebuah kelompok pengajian. Pengajian ibu-ibu disiang hari dan bapak-bapak dimalam hari. Dan juga anak-anak disore hari."

"Untuk pengajian ibu-ibu, kebetulan saya punya peserta pengajian yang berasal dari kampung bapak. Sejujurnya saya tidak terlalu mengenal jamaah saya, kecuali yang dekat-dekat saja."

Mata pak Lurah kini sedikit berbinar, mungkin dapat sedikit jawaban atas pertanyaannya pada orang yang sedang dihadapinya sekarang.

"Ini tentang bu Ratmi" Lanjut Ustad Ridwan.

"Iyah Ratmi memang salah satu warga saya yang meninggal beberapa minggu lalu." Kata pak Lurah.

"Iya pak, belakangan saya mendapat selentingan yang tidak mengenakan datang ke telinga saya. kabar ini bahkan sudah ramai dibicarakan. Katanya bu Ratmi ini menjadi stress dan gantung diri karena telah mengikuti pengajian saya."

"Tapi demi Alloh pak, saya bisa jamin, dalam pengajian tidak ada satu halpun yang saya ajarkan kepada ibu-ibu itu menyimpang dari ajaran al-quran." Lanjut ustad Ridwan.

"Iya, saya mengerti. Tapi tidak mungkin ada asap bila tidak ada api. Kenapa kabar itu tiba-tiba saja menjadi ramai kalau memang tidak ada yang aneh ?" Tanya pak Lurah.

"Saya juga tidak tahu pak Lurah. tapi bapak boleh Tanya ke peserta lain, khususnya ibu-ibu yang sering mengikuti pengajian saya, adakah hal-hal yang menyimpang yang saya ajarkan ?"

"Tapi biasanya setiap orang mempunyai filternya masing-masing dalam memahami ucapan-ucapan atau ajaran-ajaran yang disampaikan. Bisa saja ada seseorang yang mensalah artikan atas sebuah petuah atau ajaran." Pak Lurah masih tetap ngotot dengan pendiriannya.

Kali ini ustad Ridwan tak bisa menjawab, dia terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin dia sedang mengingat-ngingat adakah ucapannya yang bisa membuat seseorang salah arti sehingga bisa melakukan perbuatan yang salah.

"Mungkin sebaiknya begini saja bapak – bapak, saya mengerti dengan kecurigaan pak Lurah dan saya juga mengerti dengan pak ustad kalau merasa tidak ada yang salah atas apa yang telah bapak ajarkan. Mari bersama-sama kita mencari tahu sebenarnya apa penyebab Ratmi bunuh diri. Lagian Pak Lurah, bukankah itu yang selama ini kita cari, agar arwah Ratmi kembali tenang dan tidak lagi menghantui." Bapak mencoba menjadi penengah.

"Ya, saya sangat setuju atas saran bapak. Ini juga menyangkut nama baik pengajian saya. bukan, bukan saya ingin membela diri. Tapi saya hanya tidak ingin ini menjadi fitnah yang lebih luas lagi, sehingga orang – orang punya prasangka buruk kepada saya atas apa yang tidak diketahuinya." Kata ustad Ridwan.

"Jadi mau bagaimana kita sekarang ?" Tanya pak Lurah.

"Maaf sebelumnya pak, begini sedikit banyak saya mengetahui tentang kasus-kasus kematian yang tidak wajar, biasanya ditangani oleh polisi, hanya untuk memastikan penyebab kematian dan motifnya. Jadi apa keterangan yang telah dirilis kepolisian tentang kematian bu Ratmi ?" tanya ustad Ridwan.

Gantung DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang