Bang Ratmo kini jarang terlihat keluar rumah, dua perempuan dalam hidupnya telah hilang untuk selamanya. Bahkan dia sudah tidak pergi untuk bekerja lagi, sempat satu hari yang lalu seorang mandor datang kerumahnya untuk menjenguk. Tapi nihil dari dalam rumah tak ada jawaban. Semua tetangganya juga merasa khawatir, karena dimalam hari rumah bang Ratmo selalu gelap.
"Kita beri waktu saja dia untuk menyendiri pak Lurah." kata bapak saya sore itu diwarung Mba Susi.
"Tapi kalau begini terus, kasian. Bagaimana dia makan ? sedang apa dia dirumah. Atau jangan-jangan."
Semua mata kaget ketika mendengar ucapan pak Lurah. jadilah mereka semua langsung berlarian menuju ke rumah bang Ratmo, termasuk saya yang mengikuti rombongan ini dari belakang.
"Bang..bang Ratmo.. " kata salah satu warga sambil terus menggedor-gedor pintu rumahnya.
"Apa kita dobrak saja pintunya pak Lurah ?"
Namun belum sempat pak Lurah mengeluarkan perintah, pintu rumah terbuka perlahan. Dari dalam Nampak wajah yang begitu asing, rambut yang acak-acakan dengan kumis dan janggut yang begitu kusut. Kami hampir tidak mengenali lagi bang Ratmo yang biasanya berpenampilan rapih dan klimis.
"Kamu baik-baik saja ?" Tanya pak Lurah.
Bang Ratmo hanya mengangguk. Semua warga mulai menawarkan ajakan untuk makan dirumahnya, namun bang Ratmo menggeleng. Dia tak mengeluarkan sepatah katapun.
"Kalau ada yang bisa kami bantu, jangan segan-segan untuk meminta yah." Kata tetangganya dengan raut wajah penuh rasa khawatir.
Bang Ratmo mengagguk lagi.
Setelah hening beberapa saat karena tidak ada lagi pertanyaan dari warga, keadaan menjadi canggung. Apalagi bang Ratmo tidak mempersilahkan warga untuk duduk ataupun masuk kerumahnya.
"Boleh saya istirahat lagi ?" akhirnya bang Ratmo berbicara juga.
Pak Lurah mengangguk, kemudian pintu yang sedari tadi hanya dibuka setengah itu kembali tertutup.
........................................................................................
Sang pemilik pasar malam rupanya menyerah, siang itu ketika saya baru pulang sekolah dan lewat depan lapangan, terlihat wahana-wahana permainan sedang dibongkar. Tenda-tenda tempat para pekerja juga mulai terlihat dirapihkan. Dari kejauhan tampak sang pemilik melambaikan tangan, lalu saya balas dengan lambaian juga kemudian pergi meninggalkan orang-orang yang sedang bekerja ini.
"Rombongan pasar malam itu akan pergi pa ?" sesampainya dirumah saya bertanya pada bapak.
"Iyah, mereka juga sudah ijin sama pak Lurah. katanya kalau terus-terusan bertahan mereka malah akan rugi lebih besar lagi."
"Wah kampung akan semakin sepi dong pa."
"Begitulah, apalagi setelah hasil penyelidikan polisi keluar."
Aku tidak mengerti dengan ucapan bapak, tapi belum sempat aku bertanya, bapak mengajak saya untuk pergi ke Bale Desa. Katanya disana akan ada pertemuan warga yang dihadiri polisi dan Ustad Ridwan.
Malam itu sekitar jam 7 malam, Bale Desa ramai oleh warga yang datang. dimeja depan sudah Nampak pak Lurah, Ustad Ridwan dan beberapa orang dengan jaket kulit hitam, aku menduga mereka itu dari kepolisian.
Mendengar dari bisik-bisik warga, katanya ini adalah pengumuman dari pihak kepolisian terkait kematian Teh Ratmi.
Sambutan pertama dibuka oleh pak lurah, setelah itu dari kepolisian. Yang ternyata menyatakan bahwa kematian teh Ratmi disebabkan oleh istilah medis yang saat itu tidak kami pahami sebagai warga kampung biasa, tapi initnya teh Ratmi sudah mati sebelum tubuhnya tergantung dipohon.
"Jadi itu artinya si Ratmi dibunuh ?" warga mulai riuh.
Pak Lurah mencoba menenangkan, lalu pak Polisi mencoba melanjutkan pembicaraan. Istilah – istilah medis yang rumit kembali di ucapkan.
"Kami ini warga kampung pak, tidak mengerti ucapan-ucapan orang sekolahan kaya gitu. Jadi intinya apa ?" protes salah satu warga, yang kemudian di iyakan warga lainnya.
Pak Lurah kembali mencoba menenangkan, dia mencoba menjelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana yang intinya teh Ratmi kemungkinan dibunuh, dan polisi akan kembali menyelidiki kemungkinan-kemungkinan lainnya sampai kasus ini selesai.
Setelah pak Lurah selesai berbicara, selanjutnya ustad Ridwan berbicara. Dia mencoba membersihkan nama baiknya, tuduhan-tudahan mengenai pengajiannya yang dibilang sesat selama ini oleh orang-orang ternyata tidak benar. bahwa teh Ratmi bunuh diri karena stress setelah mengikuti pengajian itu juga tidak benar katanya.
Perbincangan semakin hangat, warga mulai antusias mengajukan banyak pertanyaan dan pak Polisi dengan sabar menjawabnya satu-satu. Namun dibalik keriuhan ini, bau amis tercium dihidung. saya melirik kanan dan kiri, tapi tidak ada warga yang sadar, apakah Cuma saya saja yang mencium bau busuk ini.
Ditengah saya mencari sumber bau, seorang perempuan terlihat sedang jongkok disudut ruangan, mengenakan daster merah motif kembang-kembang. Matanya yang sayu memperhatikan orang-orang yang sedang duduk demeja depan. Senyumnya merekah dari bibirnya yang tampak pucat.
Jantung saya berdetak lebih kencang, kaki saya gemetar dan keringat dingin mulai keluar. Belum sempat saya memalingkan muka. Wajah perempuan itu berpaling kearah saya, dengan senyuman yang tampak ganjil bayangan itu kemudian hilang.
...........................................................................
Keesokan harinya, polisi mulai menyelidiki. Warga ditanya-tanya kembali, dan dari kabar yang saya dengar katanya bang Ratmo digiring ke kantor Polisi. Apakah mungkin yang membunuh teh Ratmi adalah suaminya sendiri ?
Lalu bagaimana dengan kematian nenek Isur, apakah dia dibunuh juga ? pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul dikepala.
Sore hari seperti biasa, diwarung mba Susi terlihat bang Usman dan bapak-bapak sedang berbincang-bincang. Katanya bang Usman ini tadi siang baru pulang dari kantor polisi mengingat dialah orang pertama yang menemukan jasad teh Ratmi.
Saya yang penasaran langsung ikut nimbrung sembari pura-pura membeli gorengan.
"Banyak banget pertanyaannya, saya sampe cape. Apalagi pertanyaan yang sama terus diulang-ulang, pusing kepala saya." kata bang Usman.
"Sial betul nasibmu Man, sudah mah diterror hantu Ratmi, eh sekarang malah urusan sama Polisi. Hati-hati bisa-bisa kamu yang dicurigai polisi."
"Huss..sembarangan kamu kalau ngomong. Saya itu Cuma kebetulan saja jadi korban keadaan. Saya sudah sejujur-jujurnya memberitahukan apa yang saya tahu, termasuk cerita hantu dan malam kejadian sebelum saya menemukan mayat si Ratmi." kata kang Usman kemudian tangannya mengambil gelas kopi.
"Apakah abang juga menceritakan ketika mendengar langkah kaki disamping rumah ?" saya tidak bisa lagi menahan untuk tidak bertanya.
"Sudah, dan kata polisi langkah kaki yang selama ini saya kira hantu itu kemungkinan dia pelaku yang membawa jasad si Ratmi untuk digantung."
"Eh..eh sebentar, kayanya kalau dingat-ingat lagi langkah kaki itu lebih dari satu orang. Memang waktu itu tidak terlalu konsen karena keburu ketakutan. Tapi saya masih ingat suara langkah kaki yang terdengar disamping rumah itu lebih dari satu orang. Soalnya irama langkah kakinya terdengar bersautan." Bang Usman melanjutkan ucapannya.
"Ah... andai kamu bukan penakut, dan malam itu ketika ada suara langkah kaki kamu buru-buru mengintip ke jendela, mungkin masalahnya ga bakal serumit sekarang, dan mungkin hantu si Ratmi ga bakal gentayangan." Ucap mba Susi.
Semua bapak yang ada disana menggaguk sambil tersenyum mengejek bang Usman.
"Kata Polisi semalem emang gimana katanya si Ratmi meninggal ? diracun ? apa ditusuk ? perasaan waktu kita liat mayat si Ratmi ga ada tanda-tandanya." Tanya mba susi, Karena semalem memang dia tidak datang.
"Kemungkinannya dicekik katanya mba." Saya menjawab.
"Pantesan selama ini hantu si Ratmi kalau ketemu orang suka bilang minta tolong."
"Apa ada kemungkinan pembunuhnya si Ratmo ?" Tanya kang Usman.
"Huss.. jangan sembarangan sampean, nanti bisa fitnah. Kalau menurut saya mana mungkin, keliatannya selama ini mereka baik-baik saja. lagian kan tahu sendiri si Ratmo orangnya kaya apa."
Sore itu, orang-orang yang sedang duduk diwarung mba Susi mungkin sedang memikirkan hal yang sama. siapa pembunuh teh Ratmi, namun jawabannya itu masih menjadi misteri. Namun satu hal yang membuat saya heran dengan orang-orang disini, sedari tadi terus memperbincangkan kematian Teh Ratmi, namun tidak ada yang menanyakan apa penyebab kematian nenek Isur. Apakah mereka lupa atau mereka tidak peduli ? apakah mereka tidak merasa aneh dalam satu keluarga ada dua orang yang meninggal dengan cara yang sama. Dan mereka seakan lupa dengan kejadian bola api yang dilihat bang Burhan tempo hari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gantung Diri
HorrorPenduduk Desa Tegal sari merasa resah karena selalu diterror dengan makhluk halus berwujud perempuan yang selalu menghantui setiap malam