CHAPTER 9

4.5K 257 5
                                    

Teh dewi semakin menjadi-jadi, dia selalu berusaha pergi dari rumah setiap kali ada kesempatan. Dan bila ibu atau tetangganya mencoba menghalangi, maka dia akan bertingkah seperti orang kesetanan. Dia tak segan berteriak sambil melemparkan batu-batu besar pada orang yang mencoba menghalangi jalannya.

Namun warga selalu berhasil menggagalkan rencana kaburnya itu. Ketika sudah sadar teh Dewi selalu ditanya ada masalah apa sebenarnya. Tapi dia tak pernah menjawab, seperti sedang memendam suatu rahasia yang amat penting dalam hidupnya.

Demi kemanan warga dan ketenangan ibunya, akhirnya teh Dewi dipasung didalam kamar. Kaki dan tangannya di ikat tali tambang plastik. Kalau sedang kumat, karena dia sering berteriak-teriak, kadang mulutnya disumpal dengan kain.

"Apa tidak kasian memperlakukan Dewi seperti itu ?" biasanya Tanya tetangga yang datang untuk menjenguk.

"Mau bagaimana lagi bu." Jawab ibu teh Dewi yang kemudian disusul oleh suara tangisan.

Orang-orang kampung Tegal Sari kini menganggap bahwa teh Dewi sudah menjadi gila. Sudah beberapa kali didatangkan orang pintar maupun ustad untuk menyembuhkan teh Dewi namun tidak ada yang berhasil satupun. Bapak saya pernah mengusulkan agar teh Dewi dibawa ke rumah sakit saja, namun apa dikata biayanya mungkin lebih mahal daripada jasa paranormal.

Dikampung pelosok seperti kami fasilitas tenaga medis itu terbatas. Puskesmas saja yang harusnya jadi pusat kesehatan masyarakat, hanya beroperasi sebulan sekali. Itupun dipakai untuk imunisasi anak kecil saja. kalau ada orang yang sakit, biasanya diobati dengan cara-cara tradisional saja atau dibawa ke paranormal. Tapi kalau sudah sangat parah atau bisa dibilang sekarat barulah dibawa kerumah sakit, yang letaknya berada dikabupaten.

Apalagi ini seseorang yang terkena penyakit tidak jelas, biasanya orang kampung langsung mendiktenya bahwa dia sudah gila. Pernah kata ustad Ridwan yang orang kota itu, karena belakangan sering datang ke rumah pak Lurah dan rumah saya untuk bertemua bapak. Sebaiknya teh Dewi dibawa ke psikiater aja. Waktu itu bapak malah bingung, apa psikiater itu semacam dukun sakti yang berasal dari kota atau bagaimana ?

.......................................

Malam itu ketika saya datang ke pasar malam, tidak terlalu banyak orang yang datang kesana. Orang-orang yang datang biasanya Cuma dari kampung luar saja. kata salah satu penjaga wahana, bisanya jam 9 malam pasar sudah dalam keadaan sepi, paling tinggal hanya satu dua orang saja yang beseliweran.

Muka-muka putus asa terlihat jelas dari para pedagang yang duduk terdiam, karena tidak ada pelanggan. Sedangkan bos yang membawahi para karyawan wahana katanya lebih sering terdengar uring-uringan.

"Ya kalau begini terus, bisa rugi bos saya. kalau bos saya rugi ujung-ujungnya saya dipecat juga." ucap penjaga wahana itu kepada bapak Saya.

"Biasanya paling jelek pasar malam mulai sepi kalau sudah tiga minggu berjalan, ini baru beberapa hari kok sudah jarang orang-orang yang datang. ini gara-gara isu hantu itu pak." Lanjut penjaga wahana itu.

"Memangnya kamu liat sendiri hantu itu ?"

"Seumur hidup saya, saya tidak pernah melihat yang namanya hantu, dan saya juga tidak percaya dengan hantu pak. Tapi temen saya yang jaga wahana bianglala disana, dia melihatnya. Dan parahnya lagi dia cerita ke semua orang, makanya isu itu cepat menyebar." Si penjaga wahana menjawab pertanyaan bapak saya.

"Memang kenapa rombongan pasar malam bisa sampai ke kampung terpencil seperti ini?"

"Saya tak tahu pak, bos saya yang memutuskan kita mau buka lapak dimana. Kita sebagai karyawan hanya manut saja, yang penting dibayar."

"Jadi kamu tidak tahu kejadian yang menimpa kampung ini ?"

"Kejadian apa pak ?" lalu bapak saya mengajak saya pulang, tanpa menjawab pertanyaan si penjaga wahana. Dari raut wajahnya masih tersirat rasa penasaran.

.................................................

Masih ingat bu Lastri, si tukang kredit yang sering dihantui teh Ratmi ?

Papan bertuliskan "Rumah ini dijual" yang terpasang didepan rumahnya belum menghasilkan apa-apa sampai sekarang. Akibatnya dia tak bisa pindah rumah cepat-cepat, memang dia sempat pergi ke rumah orang tuanya, tapi seminggu berlalu dia kembali pulang. Uang tagihan yang mengendap jadi alasannya. Dia tidak bisa begitu saja meninggalkan bisnis yang sudah dirintisnya selama ini.

Katanya beberapa hari yang lalu Saat bu Lastri baru pulang dari kampung sebelah untuk mengantarkan barang pesanan konsumennya, dia pulang malam. Sekitar jam 8 malam, dianter tukang ojek. Karena jalan menuju kerumahnya harus melewati beberapa petak sawah dan jalanan kecil yang diapit kebun-kebun warga, maka si tukang ojeg tak bisa mengantarnya sampai kedepan rumah.

Keadaan kampung sudah sepi waktu itu, tak ada seorangpun yang terlihat. Kecuali bunyi riuh samar-samar alunan musik dangdut yang berasal dari pasar malam. Sejak terakhir kali dihantui sosok arwah perempuan dikamarnya, dia belum lagi terkena terror. Tapi tetap saja rasa trauma itu ada.

Setelah membayar si tukang ojek, bu Lastri berjalan melewati pematang sawah. Suara kodok terdengar saling bersautan dengan suara jangkrik. Langit sangat gelap gulita, suara gemuruh petir beberapa kali terdengar. tetes-tetes air hujan mulai keluar.

Ketika berjalan bu Lastri selalu menengok ke arah belakang, alasannya jelas karena dia sedang merasa ketakutan. Dan layaknya orang ketakutan dia selalu bertindak waspada, mengecek kebelakang untuk memastikan bahwa tidak ada orang ataupun hantu yang sedang berusaha mengikutinya.

Namun ketika dia menengok kebelakang entah untuk keberapa kalinya, dia melihat cahaya diatas langit. Cahaya yang awalnya hanya berupa titik, makin lama makin terlihat jelas berjalan kearahnya.

Setelah dekat, bu Lastri baru bisa melihatnya dengan jelas. Cahaya tersebut adalah Bola Api yang berekor, terbang diatas langit dan melewati kepalanya. Bu lastri sempat heran, awalnya dia mengira bahwa itu sebuah meteor yang jatuh dari atas langit.

Bola Api itu terbang menuju perkampungan. Dan terlihat jatuh kebawah. Tapi tidak ada ledakan yang terjadi, bola api itu seperti lenyap, entah terjatuh ketanah atau menimpa rumah warga.

Seketika itu juga bu Lastri langsung ketakutan, dia mulai mempercepat langkahnya. Dia ingin segera sampai rumah, dia khawatir dengan anaknya yang sedari tadi sore dititipkan ke tetangganya.

Begitulah cerita yang diucapkan kepada ibu oleh bu Lastri saat selesai acara pengajian. Aku mendengarnya ketika ibu berbincang dengan bapak.

Cerita bola api berekor itu tampaknya semakin meluas, apalagi ada orang yang membenarkan peristiwa yang dilihat bu Lastri.

Bang Burhan, yang malam itu kebagian tugas untuk berjaga didepan rumah Teh Dewi bersama pemuda lainnya. melihat peristiwa bola api itu juga.

"Bentuknya seperti buah kelapa yang dibakar, tapi ini ada ekornya. Dia melayang-layang diatas atap rumah." Tegas Bang Burhan ketika bapak bertanya.

"Tapi itu tidak mungkin meteor, soalnya benda itu melayang." Ucap pemuda lain meyakinkan.

Bang Burhan mencoba mengikuti bola api berekor itu, hinga akhirnya benda aneh itu melayang-layang diatas rumah bang Ratmo. Setelah diam begitu lama, bola api itu seperti masuk kedalam rumah menembus atap.
"Saya Kira bakal terjadi ledakan, tapi tampaknya rumah bang Ratmo baik-baik saja. saya sempat mau mengetuk rumah bang Ratmo untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. tapi ga jadi." Lanjut bang Burhan.

Pak lurah dan bapak sempat bingung menanggapi isu bola api berekor ini. Mana mungin bu Lastri dan bang Burhan ini berbohong, karena cerita yang mereka sampaikan berdua hampir memiliki kesamaan dalam mendeskripsikan ciri-ciri fisik benda aneh tersebut.

...............................................

Belum reda cerita terror hantu teh Ratmi, yang kemudian disusul penampakan benda misterius yang sempat terlihat dikampung Tegal Sari, peristiwa aneh kembali terjadi. Kampung ini seperti dikutuk, pertitiwa mengerikan datang silih berganti.

Saya yang waktu itu ikut sholat subuh berjamaah bersama bapak sempat kaget melihat kedatangan Seorang petugas pasar malam, dengan nafas yang masih tersengal-sengal karena berlari untuk menemui warga, datang ke musola.

Semua warga mencoba menyuruhnya untuk duduk dan mengatur nafasnya terlebih dahulu.

"itu..tuh..tuh.. bapak..pak. ada..da orang matti,, iyah mati." Ucap petugas pasar malam.

Semua bapak-bapak yang hadir dimesjid tampak kebingungan.

"Ada orang mati gantung diri dipasar malam." Ucap petugas pasar malam dengan setengah berteriak.
Sontak semua orang yang ada dimushola kaget.

"Cepetan kasih tahu pak Lurah." Perintah bapak kepada temannya.

Langit masih terlihat gelap, namun suara kokok ayam sudah terdengar. suasana pagi hari yang biasanya menyejukan dan menentramkan berubah menjadi mengerikan. Bapak-bapak langsung belingsatan, buru-buru mengikuti si petugas pasar malam menuju tempat kejadian.

"kita Liat yu kesana" ajak teman saya.

"Huss.. jangan lagian kita harus berangkat sekolah, nanti siang aja kita lihat."

"Lah kalau siang mayatnya sudah dikuburkan dong. Mana bisa kita liat."

"Memang kamu tahu rasanya melihat mayat tergantung itu bagaimana ?" Tanya saya.

Dia langsung terdiam, mungkin sedang membayangkan. Tiba-tiba tubuhnya bergetar merinding.

Dan kami berdua langsung pulang dengan rasa penasaran, siapa mayat yang tergantung itu ?

Gantung DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang