Part 7 - Di Malam Itu

37 1 0
                                    

Ketika pulang dari acara Hari Santri, kami sangat kelelahan. Di antara kami ada yang langsung shalat dzuhur, ada yang langsung mandi, ada yang langsung menyetrika pakaiannya, dan bahkan ada yang langsung tidur karena kelelahan. Yang kulakukan adalah langsung menyuci pakaianku dan membersihkan badanku.

Setelah mandi dan memakai pakaian lengkap. Aku langsung menggenakan mukenaku dan mengamparkan sajadah ke arah kiblat. Aku melaksanakan shalat dzuhur. Jujur saat ini aku sangat mengantuk. Aku ingin langsung tidur.

Aku mengakhiri shalatku dengan salam. Aku berdo'a sebentar. Lalu membuka mukena yang kupakai dan melipatnya. Aku pun membaringkan tubuhku di atas sajadah dan perlahan menutup mataku.

_____

Matahari turun dari peraduannya. Suara adzan berkumandang, menandakan bahwa waktu shalat maghrib sudah tiba. Aku mengambil wudhu dan melangkahkanku menaiki tangga.

Kami melaksanakan shalat maghrib berjama'ah. Setelah kami shalar beejama'ah kami langsung turun ke bawah.

Kami melakukan aktifitas kami masing-masing. Hari ini ngaji diliburkan. Ada yang sedang mengobrol. Ada juga yang langsumg tidur.

Aku mengambil buku-bukuku dan membawanya ke mushola, yang sekarang menjadi aula. Aku mengambil meja hwarang dan menyimpan buku-bukuku di atasnya. Aku membuka buku UN yang tebalnya tiga ratus halaman itu. Sebenarnya aku malas membacanya. Tapi mau bagaimana lagi.

Aku mendengar suara Teh Tina yang menyuruh salah satu santri putri untuk menutup kunci gerbang. Padahal ada santri putri yang sedang jajan basreng ke tempat langganan kami. Aku hanya berusaha acuh.

"Hey, kita patungan beli basreng yuk!" teriak Teh Gladis sambil keluar dari kobongnya.

"Tapi gerbangnya di kunci, Teh," ujar Nuri.

Mereka tiba-tiba masuk ke dalam kobong empat. Aku penasaran apa yang akan dilakukan mereka. Aku pun memutuskan untuk ikut bergabung dan meninggalkan aktivitasku.

Suara terdengar di luar gerbang. Najia dan Rivi meminta untuk pintu gerbang dibuka. Ada salah satu yang membukakan pintu untuk mereka.

Aku juga mendengar suara Teh Tina untuk menutup kembali pintu gerbangnya.

"Teh Tina menyuruh gerbanya padahal masih ada yang jajan di luar," ucap Fira.

"Apa sih maunya dia?" kesal Teh Gladis.

Aku memutuskan untuk ke luar saja dan melanjutkan belajar untuk UN. Aku duduk di depan meja hwarang. Aku menulis poin-poin penting di dalam buku harianku. Agar aku dapat menghapalnya. Namun padanganku terganggu oleh Teh Gladis yang masuk ke dalam kobong Teh Tina.

"Kenapa Teteh menutup gerbangnya? Padahal masih ada yang jajan?" aku dapat mendengar suara Teh Gladis.

"Ini sudah larut."

"Kalau begitu urus anak-anak. Pemimpin itu seharusnya jangan di dalam kobong terus! Aku lelah!" bentak Teh Gladis sambil ke luar dari kobong Teh Tina. Dia menuju kamar mandi.

Aku melihat Teh Tina juga ke luar dari kobongnya. Dia sedang memakai headseat dan sedang bervideo call dengan ibunya.

Tiba-tiba aku terkejut dengan suara gelas pecah dan suara dentuman pintu tertutup. Aku sangat terkejut.

"Apa-apaan kamu Gladis?" marah Teh Tina.

Aku mendengar suara tangisan Teh Gladis. Ini membuatku menghela nafas berat. Mereka bentengkar dan Teh Gladis pada akhirnya menangis semalaman. Suasana di pesantren pun menjadi senyap.

"Ayo nyorogin, heh!" ucap Nuri.

Semua santri yang harus ngelogat pun membawa kitabnya masing-masing. Malam ini aku tak usah sorogan. Karena tadi subuh aku tidak ngaji. Teh Datinya piket.

"Anak-anak yang ngaji di Teh Tina sama kamu nyoroginnya, yah," ucap Nuri padaku.

Aku hanya mengangguk. Aku pun mengambil kitabku. Sebenarnya aku belum tahu betul tentang Jurumiyah. Jadi aku hanya menjelaskan pada mereka apa adanya yang aku dapat dari Teh Dati.

The Holy Prison (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang