Rasa penasaran yang menggunung menggiring Sang Hyun untuk pergi menemui mantan kekasih anaknya, Kim Sejeong. Ia harus mengetahui kebenarannya. Firasat itu akan terus menghantui hidup Sang Hyun jika ia tak segera melakukan apa yang harusnya ia lakukan. Sayang sekali, saat So Yeon menghembuskan napas terakhirnya, ia tak sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Sejeong. Sebenarnya dia—"
Kata demi kata yang diucapkan So Yeon, tatapan mata tersiksa itu, ekspresi wajahnya yang memancarkan kesedihan. Sungguh. Itu terus membayangi pikiran Sang Hyun beberapa bulan terakhir hingga membuatnya sulit tidur.
Disinilah dia. Di depan pintu biru sebuah flat kecil yang disewa Sejeong , dia berdiri mematung. Ada rasa gelisah dan ada rasa miris yang menggelayuti hatinya. Dulu dia amat membenci gadis ini dan menolak habis-habisan hubungan anaknya dengan Sejeong setelah tahu siapa orangtua gadis itu. Ia lakukan apa saja agar Sehun terlepas dari Sejeong karena dia sangat tidak sudi berbesanan dengan mantan kekasih dan mantan sahabatnya yang pernah membuatnya terpuruk.
Ya benar, Sang Hyun cukup licik. Meskipun dia harus memanipulasi keadaan dengan memanfaatkan kondisi Yoon Ji yang saat itu hilang ingatan agar anaknya berhenti memperjuangkan Sejeong. Dia tahu watak keras kepala Sehun yang hampir sama dengannya dan ternyata rencananya ini cukup ampuh tanpa dia harus melakukan hal lebih kepada Sejeong agar gadis itu mundur teratur dari kehidupan Sehun.
Perasaan miris yang saat ini sedang Sang Hyun rasakan adalah... bagaimana kalau dugaannya benar? Bagaimana jika Sejeong itu anaknya? Karena bagaimanapun dia masih mengingat kalau dialah laki-laki yang merenggut kesucian So Yeon dan mereka pernah melakukan hubungan intim beberapa kali di belakang Se Na. Sang Hyun memejamkan matanya, berusaha mengikis barang sedikit beban berat dihatinya.
...My Regret...
Bunyi alarm sudah mengalun kencang memecah kesunyian kamar yang dihuni oleh Sejeong dari lima belas menit yang lalu. Bukannya tak mau bangun, hanya saja ia merasa kesulitan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Kepalanya sakit lagi. Dan hidungnya kembali mimisan.
Sejeong menatap langit langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Tangan kanannya bergerak menyeka darah yang keluar dari hidungnya. Merah. Gadis Kim itu mendesis. Ia hanya bisa memberikan senyum getirnya melihat tangannya yang berlumuran darah.
Semakin hari penyakitnya semakin menyiksa. Dia membutuhkan obat, namun obat untuk penyakitnya sangatlah mahal, sedangkan sisa tabungan yang ia punya kian menipis hingga dirinya tidak bisa rutin meminum obat yang dianjurkan oleh dokter.
Sejeong hanya bisa pasrah terhadap keadaan. Punya uang ya dia minum obat, tidak ya sudah. Pasrah sajalah. Toh, dia sudah cukup beruntung karena dokter yang biasa menangani penyakitnya pernah memprediksi bahwa hidupnya mungkin tak lama lagi jika Sejeong terus mengacuhkan penyakitnya. Namun faktanya, hingga saat ini dia masih bisa bertahan lebih lama dari prediksi yang pernah dokternya katakan.
Sebuah keberuntungan yang sayangnya tak membuat dia merasa bahagia. Di hatinya yang paling dalam, ia ingin segera pergi menyusul kedua orangtuanya yang sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan. Semenjak Sehun pergi meninggalkannya, ia sudah tak semangat menjalani sisa hidupnya. Pria itulah satu-satunya orang yang ia anggap kakak, sahabat, juga kekasihnya. Tanpanya, dunia Sejeong tanpa warna. Hampa. Kosong. Hanya itulah yang bisa melukiskan hidupnya sekarang.
Dokter dulu sering kali menyarankannya untuk segera mencari donor demi kesembuhan penyakitnya sebelum penyakit tersebut semakin ganas dan berubah menjadi leukimia akut. Yang jadi pertanyaan, dia harus mencari siapa? Mencari dimana? Dia tidak punya keluarga dan kerabat dekat lainnya. Lalu? Sejeong sudah tak peduli akan hidupnya. Yang ia tahu, hidupnya ia jalankan hanya untuk menunggu mati. Hanya itu.
Susah payah Sejeong memaksakan diri bangkit dari tempat tidurnya menuju ke pintu. Ada seseorang di luar sana yang telah mengetukkan tangan beberapa kali di pintu menunggu sang pemilik membukanya.
Tubuh Sejeong mendadak kaku melihat sosok pria paruh baya yang berdiri di depannya. Sungguh wajah yang tak asing karena ia hafal betul kalau pria tua yang tak terlihat tua ini adalah orang yang menentang hubungan Sehun dan dirinya paling keras. Oh Sang Hyun.Tak ada suara yang menggema diantara keduanya. Hanya ekspresi kekagetan yang terekam jelas di wajah sayu Sejeong dan ekspresi dingin Sang Hyun yang selalu menjadi andalan. Sang Hyun berdehem guna membuyarkan lamunan lawan bicaranya. Sejeong tersadar. Gadis itu menundukkan wajahnya kikuk.
"Kim Sejeong, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu. Penting."
Sang Hyun menambahkan efek tegas dalam kata penting yang ia lontarkan. Jelas hal yang ingin ia kuliti cepat cepat adalah persoalan yang tak dianggapnya remeh.
"E-eh? Silahkan masuk. Ma...maaf masih sedikit berantakan."
Sejeong mempersilahkan Sang Hyun memasuki flatnya dengan gadis itu sebagai pemimpin. Namun baru saja ia menjejakkan kakinya tiga langkah, Sejeong mulai limbung. Tiba-tiba kornea matanya tak bisa menangkap siluet cahaya dengan baik disertai kepalanya yang terasa dipukul-pukul dengan keras. Sejeong memegangi kepalanya seraya menggeram menahan sakit. Ketika dunia disekelingnya terasa berputar dengan pusaran yang kuat, gadis itu pun tak kuat lagi lalu jatuh tak sadarkan diri.
Dengan sigap Sang Hyun meraih tubuh limbung Sejeong kedalam rengkuhannya. Sang Hyun terlihat khawatir ketika darah merangkak keluar dari hidung Sejeong. Dari awal Sang Hyun melihatnya gadis itu, Sejeong tampak semakin kurus, pucat, tak bergairah layaknya mayat hidup. Tanpa ba bi bu lagi Sang Hyun berlari sambil menggotong Sejeong menuju mobilnya. Mereka harus segera sampai di rumah sakit.
...My Regret...
"Dokter Han... bagaimana kondisinya?"
Laki-laki berjas putih khas dokter itu mendesah pelan.
"Sejeong adalah pasien yang kebetulan secara khusus saya tangani. Dia mengidap Chronic Myeloid Leukimia. Saya sudah sering menasehatinya untuk bergegas mencari keluarganya untuk melakukan donor sum sum tulang belakang. Tapi dia menolak, karena menurut yang gadis itu bilang, dia tak punya siapa siapa. Hidupnya tak begitu berarti. Nona kim selalu berkata seperti itu."
Nurani Sang Hyun bergetar. Ia merasa kasihan terhadap anak itu. Sedingin apapun dia, selicik apapun dia, dia tetap manusia. Dan Sang Hyun bukan sosok psikopat kejam yang tak punya hati, sungguh! Pada dasarnya Sang Hyun adalah pemuda yang lembut dan baik.
Rasa terluka karena patah hati, dan pengkhianatanlah yang mengubah sosok lembut itu menjadi sosok dingin, dan angkuh. Setelah mendengar penjelasan dari dokter, pandangannya melembut ketika ia menujukan matanya ke sosok yang tengah terbaring lemah dengan dihiasi selang infus.
"Dokter Han... saya ingin meminta tolong."
Mata Sang hyun masih menatap lurus kearah Sejeong, meninggalkan kernyitan penasaran di wajah dokter Han.
"Tolong lakukan pemeriksaan DNA yang kami miliki."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Regret ( Tamat )
FanfictionGenre: Romance, Angst. Warning: Novel ini mengandung tema dan muatan dewasa (21+). Juga mengandung cerita yang menyesakkan dada. Bagi pembaca yang belum cukup...