Part 1

63.4K 1.4K 38
                                    

Ika Pertiwi’s Pov

“Ayolah Alvin tolong respon! Aku bisa gantung diri di pohon cabe kalo gini.” Aku terus mengecek, sesekali mengusap layar ponselku, menunggu balasan chat, sms, telpon atau apalah dari seseorang yang sering kusebut dalam hatiku. Alvin Arisandi. Dia adalah laki-laki yang selama ini memenuhi hati, otak, bahkan imajinasiku. Entahlah bisa dikatakan aku mencintainya. Namun, harapanku tak kunjung terkabul, sudah hampir tiga hari ini aku mencoba menghubunginya tapi hasilnya tetap nihil. Dia terlalu dingin sedingin salju, usahaku mengungkapkan perasaanku terlebih dahulu berbuah sia-sia. Mungkin firasatku benar selama ini, bahwa ia sama sekali tidak menyukaiku.

“Ika!?” Teriak kakekku dari balik pintu kamarku.

Aku menghela napasku dan bergerak berjalan menuju pintu, lalu ku buka pintu itu dengan tatapan pasrah.

“Bagaimana? Tiga harimu sudah berakhir. Kalau kamu masih menyayangi kakekmu ini, kamu akan mengabulkan keinginan kakek.”

“Turuti saja nak apa yang kakekmu katakan, kakekmu pasti lebih tahu apa yang terbaik untukmu.” Timpal ibuku yang duduk di kursi tengah menjahit kancing kemeja kakakku yang lepas.

“Kuliahku bagaimana kek?” Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya.

“Mereka keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan, kakek yakin mereka akan mengizinkanmu untuk tetap melanjutkan studimu.” Jawab kakek meyakinkan.
“Jangan mencari alasan lagi untuk mecoba menghindar dan menolak, kakek sudah memberimu waktu tiga hari untuk kamu bisa membawa pacarmu kesini, tapi apa dia datang kesini? Tidak bukan. Kakek tahu bahwa kamu tidak memiliki kekasih selama ini, lalu bagaimana mungkin kamu bisa membawanya kehadapan kakekmu ini? Itu hanya gertakan darimu bukan? Agar kakek membatalkan perjodohanmu dengan cucu teman kakek itu.” Jelasnya.

“Ika..Ika… kalo saja kakak yang bisa menggantikan posisimu ini. Biarlah kakak saja yang menikah. Kakak juga tidak tega memaksamu seperti ini. Tapi sayangnya, cucunya temen kakek itu cowok, masak kakak nikah sama cowok. Homo dong hahaha…” Goda kak Deon padaku.
“Tenanglah Ka, mereka keluarga yang berada, hidupmu pasti akan terjamin bersama mereka. Lagian calonmu ini calon seorang dokter, jadi cocok dong sama kamu yang kuliah di bidang farmasi.”

“Apa kalian menjualku pada mereka?” Tanpa berpikir aku menanyakan hal yang mungkin menyakiti keluargaku. Mereka semua menghela napas, terlihat mata ibuku yang mulai bekaca-kaca. Kakekku menatapku dengan tajam, aku tahu pasti mereka sangat jengkel padaku saat itu.

“Kamu pikir ibu rela melepaskan anak gadisnya begitu saja? Kamu salah! Ibu lebih tersiksa daripada kamu karena harus tinggal berjauhan dengan kamu. Tapi nak, tidak ada salahnya menikah muda. Kedengarannya mereka keluarga yang baik nak. Percayalah kamu akan bahagia nantinya. Jangan membantah kakekmu nak, beliau sudah banyak berjasa dalam hidup kamu sejak ayahmu sudah tiada.” Jelas ibuku sambil memelukku dengan erat.

Iya ayahku sudah meninggal karena kecelakaan saat aku masih berumur tiga tahun. Aku menarik napasku dalam-dalam, menerawang ke langit-langit rumah mencoba meyakinkan hatiku akan keputusan yang aku ambil.

“Baiklah aku bersedia menikah dengan orang pilihan kalian. Tapi dengan satu syarat, mereka harus mengizinkanku untuk menyelesaikan kuliahku.” Semua keluargaku tersenyum senang dengan apa yang telah mereka dengar dari mulutku. Kakekku memelukku dan mengusap lembut kepalaku seraya berkata

“Percayalah kamu akan hidup bahagia bersamanya. Besok mereka akan datang kesini, sambutlah mereka dengan lembut.”

***

Assalammualaikum.” Sapa suara itu terdengar dari pintu depan rumah.
Waalaikumsalam. Thomas, apa kabarmu?” Sahut kakekku sambil membalas pelukan dari temannya itu.
“Aku baik. Lama tak jumpa denganmu Sutrisno, teman baikku. Bagaimana kabarmu?” Tanya laki-laki tua seusia kakekku. Kurang lebih usianya 80-an.
“Aku juga baik. Ayo mari silahkan masuk, silahkan duduk. Maaf ya, inilah rumahku tak sebesar rumah yang kau punya.” Ujar kakekku.
“Tak apa tris, aku juga tidak akan bisa mendapatkan rumah seperti itu tanpa bantuanmu dulu. Aku sangat berhutang budi padamu.” Jelas kakek itu.
“Aishhh.. sudahlah tak perlu berlebihan seperti itu, semua itu berkat kerja kerasmu.”

“Ikaa… kemari nak! Ayo beri salam sama keluarga calon mertuamu.” Seru kakekku. Akupun berjalan menuju ke ruang tamu, menemui mereka yang katanya akan menjadi keluargaku.

Langkahku terhenti ketika aku mendapati dua laki-laki yang Masya Allah gantengnya, kulitnya yang putih mulus terlihat dari punggung tangannya, tataan rambut yang rapi, mengenakan kemeja polos merah maroon dan biru navy. Mereka terlihat mirip, hanya saja yang terlihat beda, yang satu memandang dengan tatapan sinis dan yang satu lainnya memandang dengan senyuman lebar. Aku hanya tersenyum simpul lalu kemudian mencium tangan mereka yang lebih tua dariku, bahkan aku malu untuk memperkenalkan diriku.

“Ini cucumu itu Tris?” Sela kakek tua itu memecah keheningan dalam ruangan itu. “Dia benar-benar cantik Tris, terlihat anggun, sopan lagi. Gak salah pilih aku memutuskan untuk menjodohkan cucuku dengan cucumu seperti kesepakatan kita dulu.” Jelasnya.

Kakekku hanya tersenyum menanggapi pernyataan temannya itu, lalu kemudian memperkenalkan kami.
“Namanya Ika Pertiwi, ini ibunya Dwi Wulansri, dan yang sebelahnya lagi itu cucu laki-lakiku, Deon Firmansyah dia saat ini sudah bekerja di PT. PLN.”

Kakek itu menganggukkan kepalanya dengan senyumnya, “Kamu hebat Tris bisa menjadikan mereka seperti ini.” Pujinya. “Oh iya, kenalkan ini putra sulungku Hariyadi Dinata yang aku ceritakan kemarin, dan ini istrinya Inneke Mayang Sari Dinata, ini adalah putra pertama Hari namanya Niko Ferdinan Dinata dan yang disebelahnya itu adalah istrinya namanya Vira Anastasya Dinata, mereka baru dua tahun menikah, itu anak mereka namanya Viko Ardian Dinata. Dan yang memakai kemeja maroon, itulah cucuku Oki. Lyprian Oki Dinata yang akan kita nikahkan dengan Ika.”

Deg…..

Jantungku seperti ingin berhenti berdetak. Ternyata laki-laki yang akan dijodohkan denganku adalah laki-laki yang kelihatan dari caranya melihat saja sudah angkuh, tak ada senyum sama sekali diwajahnya sejak awal kedatangannya, ternyata laki-laki yang tersenyum lebar padaku tadi itu adalah kakaknya. Aku menarik napasku, membayangkan apa yang akan terjadi dalam hidupku setelah menikah dengan laki-laki angkuh ini.

To be continued......

Lanjut terus ya ke part selanjutnya. Semoga tulisan author bisa menghibur para readers sekalian ☺

Cause I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang