9. Pertikaian Kecil

34.2K 5.6K 316
                                    

***

"Jadi, gimana kondisi motor lo?"

Gilang segera memutar bola matanya mendengar pertanyaan Tissa barusan. "Seakan badan gue yang bonyok gini nggak penting ya? Sampai lo lebih milih nanyain motor buatan Jepang itu dari pada nanyain luka gue apa rasanya gitu?"

Seketika saja Tissa mendengkus, ia membunyikan klakson dua kali sebagai tanda pamitannya pada Abi dan juga Satria yang terlihat masih asyik mengobrolkan entah apa. "Setelah gue ngeliat lo bisa nangkring bareng Satria tadi, gue yakin lo masih bertahan sampai besok pagi."

"Manis banget sih mulut lo, Tis. Pengin gue bejek-bejek pakai bibir jadinya," sindir Gilang sambil menguap bosan.

Tissa tertawa skeptis, ia mengabaikan sarkasme Gilang sebentar. Ia sedang berusaha kembali kejalurnya setelah berbelok tadi. Kini mereka sudah meninggalkan rumah sakit. "Beruntung gue tadi nggak nyuruh Abi mampir dulu beli buah. Bukan apa-apa, gue sangsi ada supermarket yang jual kiloan jeruk purut," cibir Tissa melirik Gilang dengan senyum miring.

"Halah, sok munak lo!" seru Gilang menoel lengan Tissa dengan tangannya yang tidak sakit. "Mulut lo bilang jeruk purut, tapi hati lo pasti cenat-cenut minta di urut. Yakin gue."

Mencebik gemas, Tissa menahan diri agar tak melemparkan kotak tisu ke arah korban kecelakaan lalu lintas palsu itu. "Jadi mobil yang nyerempet lo kabur gitu aja?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. "Nggak bisa minta ganti rugi dong?"

"Tepat sekali, Kakak Tissa," ujar Gilang santai. "Gue yang sedihnya tuh, bodi motornya nyokap gue baret lumayan parah. Terus lampu seinnya ada yang pecah, setang sebelah kanan juga rada bengkok deh kayaknya. Nggak tahu lah gimana tuh nanti, langsung di bawa aja sama temennya Satria."

"Si Satria tuh memang agen dunia akhirat ya?" Tissa mencibir, "Ada aja kenalannya di berbagai bidang. Dan gue yakin, di bidang pembegalan, dia pasti punya andil."

"Eh, anjir!" Gilang terbahak-bahak. "Mulut lo beneran minta di cipok, Tis," kekeh Gilang geli setelah melihat ekspresi ngeri yang menyambangi wajah Tissa mendengar ucapannya barusan. "Beneran lho, Tis," Gilang masih senang menggoda Tissa. "Menurut penelitian, cewek bermulut pedas adalah cewek-cewek yang udah lama nggak tabrakan bibir sama cowok."

"Penelitian gundulmu!"

"Itu bener, Tis." Gilang menekankan dengan mimik wajah lucu. "Karena cewek yang hobi ngomel tuh penawarnya cuma kecupan manja. Nah, karena lo judes, udah gitu jomlo, jadi gue nggak keberatan kok ngasih lo peredam omelan dengan bibir gue." Gilang mengedipkan kedua matanya dengan jenaka. "Terus lidah lo yang tajam itu, bakal menari dengan lidah lunak gue yang tumpul. Terus kita bakal berdansa layaknya—ADUUHH! Sakit, Anjir!!"

Dan akhirnya, Tissa benar-benar melempar kotak tisunya, lalu secara tepat jatuh mengenai lengan Gilang yang terbalut perban.

"Anjir, Tissa!! Lo sadis amat sih!" seru Gilang kesakitan. "Gue baru kecelakaan, Tis! Astaga! Tega banget lo sama gue sih!"

"Kenapa bukan mulut lo aja sih yang dibalut perban?" Tissa berubah sewot. "Kalau perlu mulut biadab lo itu dijahit sekalian!" tutur Tissa sedikit emosi. Sumpah ya, Gilang ini memang tak pantas dikasihani. Karena semua yang ada dalam pikiran pria itu hanyalah sampah. "Harusnya lo aja yang di anter ke bengkel. Otak lo perlu di service."

"Bodoh amatlah," Gilang melirik Tissa masam. "Males gue ngomong sama lo lagi," gerutu Gilang yang kemudian terus memasang wajah bertekuk muram di sampingnya.

"Iya, mending lo mingkem aja. Sambil ngapalin dialog pembelaan atas ringseknya motor nyokap lo," cibir Tissa sambil melirik Gilang yang kini tengah memandang ngeri ponselnya yang berkedip-kedip. "Lo kenapa?" tanya Tissa keheranan. "Kesambet setan penunggu kotak tisu?" sindirnya sembari tertawa.

Knock My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang