Pertama

118 3 0
                                    

Heong...

Namaku Katya. Aku masih duduk di bangku SMA, umurku masih 17 tahun, duduk di bangku akhir. Jika kalian ingin men-judge bahwa aku terlihat sudah terlihat seperti wanita berusia tiga puluh tahun, silakan. Tetapi kamu tidak akan merasakan rasanya esok hari.

Aku bukanlah orang tertutup, aku takut menjadi orang seperti itu. Itu dikarenakan satu hal, aku adalah orang yang jauh di atas kata "mampu", orang tuaku setiap minggunya keluar kota, bahkan tak tanggung-tanggung mereka tidak akan pulang ke rumah sampai sebulan hingga dua bulan lamanya—dengan alasan bisnis. Mereka tak tahu, kalau di rumah besar ini hanya ada aku, koki-koki di rumah itu, seorang pembantu, beberapa satpam yang biasanya akan mengelilingi rumah sehektar ini di pagi dan malam harinya untuk berpatroli, dan seorang supir pribadiku, yang setiap hari setia mengantarku ke mana saja aku inginkan. Kata ayahku, dia adalah seorang yang tangguh, dia sudah menjadi ajudan ayahku selama lebih dari 10 tahun. Jika dibandingkan dengan satpam lainnya, maka dia jauh lebih tangguh dibanding mereka semua. Aku baru kenal dengannya saat berumur 7 tahun, dia bernama Roy, Heroy.

"Om Roy, terima kasih telah mengantarku pulang yah, omong-omong, apa ayah dan ibuku akan segera pulang ?" tanya aku. Dia lebih tahu kapan orang tuaku akan pulang dibandingkan aku, soalnya aku diberitahu oleh Om Roy kalau aku tidak boleh menghubungi orang tuaku karena mereka sangat super-super sibuk. Katanya jika aku menganggu dan merusak kegiatannya di luar kota, bisa saja itu merusak bisnisnya seketika.

"Hm, belum ada kabar, Katya. Semoga dia segera pulang, pasti kamu sangat rindu dengannya, ini sudah berapa bulan yah ? 2, 3 bulan ?" dengan senyuman lebarnya dan juga gingsul yang selalu terlihat dia menjawab pertanyaanku dan lantas bertanya balik.

"Semoga saja, ini bahkan sudah masuk di hari pertama dari 4 bulannya orang tuaku belum pernah pulang," jawab aku.

"Sudah sangat lama yah, haha."

"Hm, aku masuk dulu yah," aku mengeluarkan uang beberapa lembar lalu memberi uang itu ke Om Roy, aku paham maksud dari pertanyaannya sudah berapa bulan itu. Dia sepertinya belum pernah menerima gajinya semenjak beberapa bulan yang lalu. Dia cerdas juga. Haha.

"Kamu peka juga yah, terima kasih, adik Katya, semoga kamu selalu dilindungi oleh Tuhan. Dan juga aku mau memberi tahumu sesuatu, koki dan pembantu rumah sedang kembali ke kampungnya, hanya ada satpam yang menjaga, dan aku sedang ingin kembali ke kampung juga, memberikan penghasilan ini ke orang tuaku yang sedang sakit, aku harap kamu mengerti, jika ada masalah segera lapor ke satpam yah, mereka ada beberapa orang, jaga dirimu baik-baik di rumah besar ini." Kata dia.

"Aku sudah dewasa Om Roy, aku bisa mengatasi ini, lagipula orang tuaku pasti akan segera kembali," balas aku dengan muka sedikit kesal, dia memperlakukanku layaknya anak-anak.

"Haha, maafkan aku, Katya, kamu selalu terlihat seperti anak-anak sampai sekarang, itu mengingatkanku ketika kita bertemu pertama kali dan kamu mengira kalau aku adalah ayahmu. Sangat lucu sekali," dia lalu tertawa sambil menyalakan mesin mobil, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia lalu mengangkatnya, berbicara sebentar dan memperlihatkan layar ponsel itu ke arahku. Itu merupakan telepon dari keluarganya sepertinya. "Sepertinya aku sudah harus pergi,"

"Baiklah, Om Roy, jaga dirimu baik-baik yah."

"Kamu juga, dik. Hati-hati dengan si Manusia Kucing. Dia sedang marak-maraknya berburu mangsa di malam hari tepatnya di daerah kita." Dia lalu menutup jendela mobil, dan menancap gas mobil pribadi yang telah diberikan oleh ayahku kepadanya.

Si Manusia KucingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang