Ketiga

40 3 0
                                    

"Kenapa kalian seperti itu ?, kalian membuatku kaget, aku hampir saja pingsan, tahu!" kesal aku.

"Maafkan kami, Katya, tetapi, itulah kami. Selalu membuatku kesal, haha." Ungkap si Tata, salah satu dari si kembar konyol itu.

"Betul juga, kami sudah lama tidak melihatmu kaget seperti tadi, kamu sangat lucu jika dilihat seperti itu, Tya." Lanjut dengan saudaranya, Surya.

"Ah, kalian semua. Sialan. Tetapi, aku sayang dengan kalian, terima kasih sudah datang," aku datang dan memeluk erat mereka berdua.

"Oke-oke, jadi, sekarang, dimana minuman dan makanannya ? aku sudah lapar." Mike tiba-tiba datang, memisahkan kami berdua. Menarik tanganku menuju ke dalam rumah.

Kami semua sangat akrab, kami berjumlah 12 orang, tidak ada niat lagi untuk menambah kelompok kami, dengan alasan jika ada penambahan maka terdapat 13 orang anggota, dan angka 13 merupakan angka yang celaka, jadi kami memutuskan untuk sampai disini saja.

Setiba kami di dalam rumah, kami segera menyalakan semua lampu, cahaya berada dimana-mana, pendingin ruangan kami nyalakan, pengeras suara kami aktifkan guna menghilangkan keheningan rumah, dan tentu saja, televisi dengan ukuran paling lebar di daerahku dinyalakan—ingat, ayahku adalah orang kaya. Kami membawa makanan dari dapur, mengeluarkan semua cemilan, pizza yang aku panaskan kembali, beberapa temanku minum minuman beralkohol, mereka adalah Nicholas, Mike, dan pria yang kucintai itu, Jefri. Haha, aku serius, Jefri adalah pacarku, dia adalah seorang pria bertubuh kekar, bertubuh ideal, berisi tapi tinggi, memiliki rambut berwarna coklat kehitam-hitaman, rambutnya turun ngomong-ngomong, matanya berwarna biru, dan warna kulitnya putih layaknya Edward di film vampir-vampir yang jatuh cinta dengan manusia itu. Ketika dia bertemu denganku tadi, dia memberiku pelukan yang hangat ketika aku baru saja kaget dan syok setelah diberikan surprise oleh teman-temanku, hanya dia yang tidak ikut, dia bilang, dia ingin memberiku lebih dari sebuah kejutan, mungkin saat semua temanku sudah tidur terlelap, dia akan melakukan sesuatu. Eh, haha. Aduh.

"Wow, aku baru pertama kali kesini," kata Shelo. Betul juga, dia memang baru datang kesini untuk pertama kalinya. Diantara kami semua, memang rumah Shelo-lah yang paling kecil. Orang tuanya hanyalah pegawai sipil yang bergaji konstan, tetapi dia baik kepada kita, itulah mengapa dia tetap kami jadikan sebagai sahabat.

Kami bersenang-senang, mengacaukan rumah, aku terus memegang tangan Jefri, aku takut dia pergi, aku takut jika dia sendirian. Hingga larut malam, waktu menunjukkan pukul 1 pagi, ini sudah keesokan harinya, aku sudah berulang tahun. Tetapi, kami masih terjaga, belum ada yang tidur, di saat itu, kami menonton film horor. Friday the 13th. Mungkin semua orang tahu film ini, film yang memberikan kita enigma dan perasaan yang tidak enak ketika melihat topeng pembunuh berantai itu.

Seakan-akan aku juga lupa bahwa aku telah dihantui dengan si manusia kucing itu tadi, aku bahkan tidak mengingatnya sama sekali hingga ada waktu yang membuatku mengingatnya. Di televisi itu, menunjukkan adegan saat seorang wanita ditusuk dadanya oleh Jason Voorhese, si pembunuh berantai itu. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu, dan ingin memberi tahu teman-temanku tentang hal ini.

"Hei, apakah kalian pernah mendengar istilah si manusia kucing ?"tanya aku dengan muka penasaran.

"HEI!, jangan bahas itu, aku takut. Nanti dia datang, bukannya rumah korban terakhir berada tidak jauh dari sini ?"

"Katya, iya, jangan bahas itu, ketika kami lewat di depan rumah korban itu sewaktu menuju ke sini, kami merasa tidak enak, garis polisi juga masih ada disitu, tidak ada lagi yang menghuni rumah itu,"

Si Manusia KucingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang