Chapter 2

1.2K 142 16
                                    

A/N: Warning! Modifikasi tahun lahir, dan fakta lainnya demi kepentingan cerita.

Happy Reading ^-^

Namanya Park Chanyeol.

Seorang laki-laki berumur 17 tahun. Lahir pada tanggal 27 November 2000. Terlahir dalam keluarga Park yang cukup terkenal akan usaha properti di Korea dan Jepang. Merupakan anak bungsu dari dua bersaudara.

'Miskin apanya?' Kris membatin sambil tersenyum geli. Mengingat kejadian kemarin.

Di tangannya kini ada data mengenai Chanyeol, ingat dia presiden sekolah mendapatkan informasi seperti ini adalah hal yang legal. Ia kan punya kuasa, walau sempat mendapat pandangan tanya dari guru Tata Usaha.

Kris kembali memindai kertas tersebut. Tersenyum menyeringai menyusun taktik mendekati sang junior, tak sadar dia mendapat tatapan heran dari sang sekertaris sekaligus sahabatnya.

Penasaran, Luhan orang itu melirik kearah kertas yang dipegang namja tinggi di samping. Mengeja perlahan.

"Park Chanyeol?"

Terperanjat kaget, Kris menoleh kearah Luhan yang masih membaca. Membuatnya segera melipat kertas lalu menyembunyikannya di saku membuat laki-laki cantik mengerutkan kening.

"Apa sebegitu pentingnya data seorang junior ini, sampai kau tidak membolehkanku membaca eh Yifan?"

Kris menunjukkan cengiran canggung. Bingung apakah ia harus memberitahukan bahwa ia sedang menyukai sang bungsu Park atau menyembunyikannya.

Paham dengan sang sahabat yang ragu Luhan menghela nafas. Mengangkat bahu, "Kalau memang tidak mau cerita ya sudah"

Memberi tatapan terimakasih. Hanya itu yang saat ini dapat Kris lakukan. Bukan ia ingin menyembunyikan hal ini, tapi untuk menetapkan hati bahwa jatuh cinta pada laki-laki pun sudah menjadi beban baginya.

Hei, ini bukan cerita fiksi yang dengan mudah mengungkapkan jati diri. Apalagi dalam cinta pada pandangan pertama. Rasanya Kris selalu ingin menjedukkan kening.

Mengapa pesona seorang Park Chanyeol dengan muka manis (walau kontras dengan suaranya yang berat) bisa membuat detak jantung berkali lipat bekerja dari biasanya.

Kris merasa ia sudah gila.

Gila karena cinta.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(Apa? Jangan natap Narator seperti itu Kris)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Oke Kris tidak gila. Dia gak mau dianggap alay atau mungkin belum. Yah siapa yang tahu masa depan.

Luhan kembali menghembuskan nafas, namun kali ini ada kekesalan membuat Kris yang tadi melamun menaikkan alis.

"Ada apa Lu?"

Luhan menatap mata Kris dalam. Ada pancaran letih juga sedih.

"Sampai kapan?"

"Hmm?"

"Kau dan Sehun sampai kapan ini berakhir? Kalian menyeretku dalam parmasalahan ini. Tahu tidak Mama selalu mengomel mengenai ini?"

Kris hanya bisa terdiam.

"Kris lihat" Luhan menunjukkan sebuah foto di smartphone yang cukup membuat sulung Wu melebarkan mata terkejut.

Disana terpampang jelas gambar Sehun sedang bercumbu dengan seorang wanita dalam keadaan setengah telanjang diatas ranjang. Lebih mengejutkan lagi mereka melakukannya di kamar Luhan!

Terbata Kris masih tak percaya, "Bagaimana-"

Seakan tahu apa yang ingin ditanyakan Luhan memotong terburu "Dia mengancam ku! Kau sendiri yang paham dengan sifat Shixun kan?!"

Terengah Luhan melanjutkan, "Dia akan mengurungku selama 3 hari tanpa makan dan minum digudang rumah. Dia tahu bahwa kedua orang tua ku sedang ada bisnis selama seminggu. Adik mu itu lama-lama menjadi psikopat mengerikan Yifan!"

Luhan terus saja meracau. Berbicara mengenai sifat Sehun yang sudah tidak bisa dikendalikan. Kris sendiri hanya termangu. Seburuk apapun hubungannya dengan sang adik, tetap saja darah lebih kental dari air kan?

Xi Luhan sebenarnya bukan hanya sebatas sahabat dari Wu Yifan saja, tetapi merupakan sahabat seorang Wu Shixun juga. Mereka bertiga dipertemukan dalam pertemuan makan malam bisnis kedua orang tua masing-masing sejak kecil. Membuat Kris dan Sehun bersahabat erat dengan Luhan.

Tapi kisah itu bagai sejarah masa lampau bagi Kris.

Perlahan, hubungannya dengan Sehun merenggang. Banyak faktor yang menyebabkan Wu bersaudara seperti bukan keluarga lagi. Bisa dikatakan mereka kini sudah menjadi rival, musuh, atau pun lawan.

Begitupun Sehun dengan Luhan. Hubungan sahabat mereka berdua berubah menjadi majikan dan budak. Tentu saja Sehun yang menjadi majikan, Luhan yang menjadi budak.

Bukannya Luhan tidak bisa melawan, sejengkel apapun atau semarah apapun akan tingkah Sehun, jauh dalam lubuk hatinya Luhan memang tidak mau menolak keinginan Sehun. Ia terlampau menyayangi Sehun begitu pula ia menyayangi Kris.

Satu hal yang Luhan harapkan. Mungkin terlalu muluk. Tapi semoga saja seseorang bisa memperbaiki hubungan buruk kedua saudara ini.

.
.
.
.
.
.
Tanpa mereka sadari ada seorang namja bersender pada pintu mendengarkan percakapan mereka berdua. Tersenyum pahit. Tatapannya kosong. Dengan setetes air mata mengalir dipipi.

TBC

A/N: Mian kalau aku terkesan PHP. Dan ini pendek banget. Tapi percayalah aku berusaha untuk tetap menulis, mengingat keadaanku saat ini yang begitu membuat frustasi.

Bayangkan aku hanya seorang perempuan yang masih 18 tahun baru lulus tahun ini, gak kuliah karena terlalu ceroboh saat tes SBMPTN. Kerja karena ayah ku keluar dari tempat kerja nya, masalahnya tempat kerja aku tuh walau gaji lumayan tapi tidak seberapa dengan tenaga yang dikeluarkan. Banyak yang mengundurkan diri karena memang sistem kerjanya bisa terbilang ekstrim. Yang bertahanpun terpaksa karena mereka amat sangat membutuhkan uang.

Baru seminggu kerja aja sudah lebam sana-sini karena capek, mau keluar kerja aku gak bisa karena posisiku saat ini menjadi tulang punggung keluarga untuk sementara, sampai ayah sukses dengan usahanya.

Aku anak kedua tapi kakak sudah menikah, otomatis hanya aku yang bisa diandalkan saat ini.

Rasanya ingin menangis. Tapi apa daya aku tidak ingin membuat keluarga menjadi sedih.

Maaf jadi curhat.

Thanks bagi yang sudah baca chapter ini. Please Vote dan Coment untuk menyemangati aku membuat kelanjutan cerita ini.

See you next time!

Love Stories (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang