Chapter 6

969 101 10
                                    

Minho tidak bisa mengontrol kekhawatirannya mengenai kondisi sang adik. Rasanya ia merasa oksigen tercerabut dari dunia ketika mendengar kabar Chanyeol yang pingsan.

Ia tidak berlebihan. Minho menjadi protektif begini akibat masa lalu. Yang berakhir mimpi buruk dari kelalaiannya. Dan Chanyeol menjadi korban disebabkan keegoisannya dulu. Maka ia ingin selalu menjadi tameng terdepan bagi siapapun yang menyakiti saudara kandung satu-satunya itu.

Menyetir secara gila-gilaan. Ia tidak peduli berpuluh klakson mengudara, umpatan, juga mengabaikan lampu merah sehingga mobil nyaris tertabrak truk yang melaju dari kiri. Apapun itu, bahkan nyawa pun akan Minho serahkan jika itu memang menyangkut seorang Chanyeol.

Dalam pikirannya terlintas bayangan masa lampau. Chanyeol yang menatap shock, dengan berlinang air mata. Bibir bergetar. Tangan berlumuran darah dengan tremor menyertainya. Tubuh yang menggigil.

Semua itu membuat Minho menggertakkan gigi. Tidak ingin lagi ia melihat kesakitan adiknya.

Akhirnya ia kini sampai di depan sekolah Chanyeol.

Membuka lalu keluar tergesa. Ia membanting pintu saat menutupnya. Langsung berlari, sambil merogoh saku mengambil handphone. Mendial angka satu yang langsung terhubung dengan nomor sang adik.

"Untuk ke UKS dari gerbang jalannya kemana?"

Ia bertanya tanpa basa-basi. Seolah melupakan sopan santun. Kepalanya kacau. Maka saat ini ia tidak bisa berpikir jernih.

Suara diseberang menunjukkan arah yang dapat ia pahami dengan mudah.  Butuh lima menit berjalan dengan langkah cepat mencapai tujuan. Ketika didepannya ada sebuah pintu, tanpa bisa ditahan Minho sedikit membanting benda tak bersalah tersebut.

Terpampanglah di depan mata. Chanyeol terbaring tak sadarkan diri, disamping ranjang ada seorang laki-laki tinggi sepantarannya sedang duduk menatap kearahnya. Namun fokus pandangan Minho hanyalah sang adik.

Berjalan cepat menghampiri.

"Berapa lama dia pingsan?"

"Tiga menit. Namun kondisi demamnya membuat ia susah untuk mempertahankan kesadaran"

Melirik samping. Minho meneliti namja tersebut.

Rambut pirang, dengan proporsi wajah yang yah ia akui lumayan.
Tinggi pun hampir sama. Mempunyai tubuh berbentuk yang ehm pantas dipuji. Sayang Minho tidak mau terlalu menyanjung si pria ini. Walau dalam pikirannya ia merasa sedikit familiar dengan orang tersebut.

Maka ia langsung menggendong sang adik di punggung. Tentu saja di bantu oleh err siapa tadi? Wu Livan? Uh Wu Vivan? Atau Wu Rivan? Agh siapapun dia. Minho tak menganggap penting sebuah nama.

Tapi ia tidak mau berhutang budi.

"Kamsahamida" ucapnya pelan sambil berjalan menggendong sang adik. Tanpa menoleh sekalipun.

Sedangkan Kris hanya bisa terdiam. Mengernyit.

Kris PoV

Itu...

Lee Minho kan?

Mengapa dia bisa mengenal Chanyeol?

Kalau mereka bersaudara...

Setauku CEO McL Ent. tidak memiliki hubungan dengan keluarga Park bahkan dalam segi bisnis pun tidak ada.

Lalu mengapa?

Apakah dia memang pacar dari Chanyeol?

Juga sepertinya dia tidak mengingatku.

Aghh! Aku dilanda kecemasan. Beruntung kali ini dia tidak mengenaliku.

Huftt

Lebih baik sekarang aku pulang saja.

End PoV Kris
.
.
.
.
.
.
.
.
'Kau anak si jalang itu kan? '

Kris menatap bingung hyung yang tiba-tiba mencegat dirinya. Ia hanya anak baru menginjak bangku Junior High School yang tidak tahu apa-apa. Hidupnya dan Sehun berantakan seketika saat itu juga.

TBC

A/n: Sebenernya mau lebih panjang tapi timingnya yang ini terlalu pas jadi ini di bagi dua. Langsung lanjut chap selanjutnya ya  😊😊

Love Stories (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang