7. Tumbangnya Raksasa Buto Putih

286 15 0
                                    

Keesokan pagi harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keesokan pagi harinya....

Semua sapi digembalakan di tepi hutan.
Salah seekor sapi ada yang disembelih di rumah untuk disebarkan darahnya di semua tempat untuk mengundang rasa penciuman Buto.

Bau amis sapi akan menyebar kemudian tercium oleh si Buto Putih.

Bisa dipastikan, akan terlihat hidungnya yang nampak kembang kempis dan menetes pula air liur dari mulutnya.

Disarangnya, Buto Putih nampak kebingungan dengan adanya aroma  amis itu.
Saking laparnya, Buto Putih itupun berlari dengan kencangnya keluar hutan kearah aroma amis tersebut dan berhenti berdiri di dekat tanah lapang.

Matanya melotot memandangi sajian yang banyak didepannya.
Sapi-sapi yang penurut karena hasil gembalaan dari kecil melenguh tanpa perlawanan.

Melengguh panjang ketika terambil tangan si Buto.
Mulut Buto membuka lebar, melahap semua sapi yang tampak gemuk-gemuk itu. Sampai akhirnya Buto Putih kekenyangan dan badannya sulit sekali untuk digerakkan.

Dalam kelengahan itu, tiba-tiba berdatanganlah para penduduk desa beserta anak buah Bara. Bambu runcing, keris, tombak, golok, jaring, panah, clurit, bebatuan ketapel, semuanya berhamburan bersarang dibadannya yang tambun itu.

Buto Putih terkejut tak menyangka akan datangnya serangan yang bertubi-tubi.
Ia mengadakan perlawanan balik menghalau para penyerangnya.
Mulutnya merah sembari mengunyah sapi.

Tangannya bergerak sigap.

Dihempaskan semua para penyerangnya.

“Bedebah! Berani-beraninya kalian menyerangku! Mau cari mati?!"

“Hai Buto! Kau masih ingat denganku?” Tirta mengayun-ayunkan goloknya hingga hampir melukai perut Buto, tapi Buto masih bisa mengelaknya.

Sabetan golok melesat lagi....

Seet, seet!

Dengan secepat kilat golok itu mencari mangsanya, berkilau-kilau tertimpa cahaya matahari.

Tapi masih sia-sia saja, mata golok tak menyentuh sedikit pun tubuh Buto.
Tirtapun kecapekan.

Ia lengah.

Tirta tak menduga Buto menyerang cepat. Dihantam kepalanya oleh kepalan tangan Buto dan terjunggal bersama kuda tunggangannya.

Bruk!

Tersungkur menimbun bangkai sapi.

Kaki kiri Buto terangkat akan menginjak Tirta,

“Arrrgh…rasakan bedebah!” teriak Buto.

Saat kaki Buto mau mendarat menginjak Tirta, Bara tiba-tiba datang dari arah belakang Buto.

“Rasakan ini hai Buto!”

Mata tombak Bara melesat tepat mengenai jantung Buto saat badannya berbalik kearah suara Bara.
Tak menyangka, tombak itu melesat begitu cepat!

Jlesss!

"Arrrggggg…!"

Buto memegang tombak yang menancap di tubuhnya.
Mencoba menariknya.

Tapi tak bisa.
Teramat sakit sekali.

Dari belakang Tirta bangkit dan kembali menyerang.
Buto berbalik dan menghindari sabetan golok Tirta.
Mata golok kembali berkilauan.
Kali ini mendapatkan mangsanya.

Slep..slep!

Langsung menyabet tangannya.

Goyah tubuh Buto karena darah segarnya terus mengalir keluar...
Akhirnya limbung terhuyung-huyung dan …

Sreeet!

Golok Tirta kembali mengenai perutnya yang buncit.
Ditebasnya berulangkali sampai akhirnya isi perutnya menghambur keluar.

Gerombolan para penunggang kuda menyerang kembali secara bersama-sama dari segala arah. Menyerang seluruh tubuh yang meregang itu.

Tak kenal ampun!

Kemarahan yang sudah dipuncaknya dilampiaskan dengan sekuat tenaga.

Dan akhirnya... kemenangan ada didepan mata.

Lama-kelamaan badan Buto Putih menjadi merah!
Menjadi bertambah lemas tak berdaya. Gerakannya tak bisa lincah karena awalnya sudah makan kekenyangan.

Akhirnya mudah sekali dikalahkan.

Buto Putih menggelepar sekarat!
Mendengus-dengus kesulitan bernapas sampai kemudian tak bergerak sama sekali.

Ia mati ditangan semua penduduk desa dan anak buah Bara.
Darah Buto mengalir deras menggenangi arena perang tersebut.

Amis darah Buto Putih mengundang burung-burung gagak hitam untuk ramai-ramai berdatangan.
Melesat hinggap ditubuhnya. Mencengkram erat cakarnya dan mengkoyak-koyak tubuh Buto yang tambun dengan paruh-paruhnya yang lancip.

Dengan tewasnya si Buto Putih maka penduduk bersuka cita.
Mereka bersyukur kepada Tuhan karena telah diberikan kemenangan dalam melawan Buto Putih.

Desa-desa di sekitar gunung Kawi  kini telah terbebas dari gangguan.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, kemudian wilayah di sekitar itu disebut dengan Malang.
Karena dalam sejarahnya pernah tertimpa malapetaka (kemalangan) akibat ulah si Buto Putih.

Sesudah tewasnya Buto Putih, apakah akan ada buto putih²  yang lainnya? 

Jawabannya adalah tidak tahu.

Yang pasti tidak akan pernah berhenti penjajahan makhluk yang lebih besar kuat terhadap makhluk yang lebih kecil karena itu sudah merupakan hukum alam.
Keserakahan manusia yang tidak pernah merasa cukup akan karunia yang telah diberikan oleh sang Pencipta.

Hanya ungkapan rasa syukur yang dapat menghentikan itu semua.

Bersambung 8

Cerita Orang MalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang