Behind the Scene - Eternal Memories

64 2 0
                                    

Sebelum masuk ke kutipan-kutipannya, saya akan bercerita tentang cerita dibalik ide setiap novel.

Cover story

Saya nggak bisa membuat cover. Walaupun sekarang-sekarang sedang belajar, hanya dengan aplikasi sederhana, di Canva, tapi tetap saya nggak percaya diri dengan cover buatan sendiri. 

Cover Eternal Memories dibuatkan oleh teman saya di kampus, kakak tingkat yang merupakan ketua unit sebelah (Ketua Unit Lingkar Sastra ITB, sekretariatnya sebelahan dengan Boulevard ITB). Dia adalah Kartini Fuji Astuti. Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual ITB 2012, makanya covernya keren baget. Beneran keren, karena ada teman lab saya yang baca EM katanya karena covernya keren. Trimakasih Ibu Kita Kartini!

Cover ini adalah hadiah ulang tahun saya yang ke 22, 10 Maret 2017 pada saat itu. Waktu itu, Ka Kartini kasih saya 3 pilihan cover dan saya pilih cover ini karena memang sesuai dengan yang saya sangat inginkan. 

Terdapat beberapa lukisan yang terpajang pada dinding, menggambarkan Eternal Memories. Bagaimana lukisan-lukisan tersebut membentuk suatu kenangan yang abadi. Lukisan-lukisan tersebut adalah lukisan yang terpajang di dinding galeri kecil milik Dean. Dean yang merupakan salah alter ego dari Andre sebagai tokoh utama.

Mulanya, saya tidak menceritakan kalau Dean melukis abstrak, dia hanya melukis pemandangan atau apapun ciptaan Tuhan yang dia anggap indah. Kemudian cover ini memberi saya ide bahwa abstrak adalah his beautiful mind seperti John Nash. Juga sebagai filosofi bahwa keruetan pikiran Dean atau Andre begitu indah hingga dapat menciptakan alter ego atau pribadi yang lain.

Ide Cerita

Eternal Memories merupakan novel pertama yang saya persiapkan sejak lima tahun lalu. Idenya tercetus seusai saya membaca novel 24 Wajah Billy, novel true story karangan Daniel Keyes. Novel yang menjadi transisi genre bacaan saya, dari teenlit, misteri, dan romance menjadi buku-buku psikologi, filsafat, hingga sejarah. 

24 Wajah Billy adalah buku terbaik yang pernah saya baca dan cerita ini tidak boleh hanya sekedar menjadi satu cerpen yang dimuat di majalah. Versi cerpennya saya perlihatkan pada beberapa teman yang memang suka membaca dan kemungkinan suka genre ini. Ada yang bilang kalau cerpen itu adalah cerita romance yang dibumbui psikologi, padahal ekspektasi saya sebaliknya. Dari sana saya bertekad, novel ini perlu riset.

Kemudian riset pun tidak dijalankan terencana, hanya kejadian-kejadian tertentu yang menyelipkan 'riset yang saya maksud' dan mengingatkan saya untuk melanjutkan novel ini, seperti kuliah Farmakologi dan Toksikologi II yang dalam salah satu babnya membahas skizofrenia. Lalu saya menemukan Wattpad, platform yang akhirnya membuat saya konsisten melanjutkan setiap bagian novelnya. 

Ternyata respon dari Pembaca Wattpad luar biasa. Viewernya meningkat cukup signifikan pada saat itu hingga sempat memasuki top 1000 in romance, saya lupa peringkat berapa saja. Sebenarnya banyak dari teman-teman saya di kampus juga yang baca, mereka yang tidak punya akun Wattpad, makanya jumlah viewer dan vote-nya sangat timpang. Tapi jumlah vote dan commentnya seimbang. Dan saya suka komentar-komentarnya. Bukan komentar yang asal-asalan, tapi komentar yang penasaran hingga akhir ceritanya. Bahkan ada yang mereview EM sampai berkirim email. Terima kasih semua, atas apresiasinya!

Kemudian saya berencana menerbitkan novel ini. Saya kirim ke Grasindo, tapi sudah lewat tiga bulan tidak ada kabar. Lalu saya dikenali dengan seorang editor oleh kakak tingkat saya yang novelnya sudah beberapa kali diterbitkan di Grasindo. Kakak tingkat saya adalah Stefiani Emasurya, satu jurusan dengan saya, Sains dan Teknologi Farmasi ITB 2012. Editor tersebut adalah Jia Effendie. Oleh Ka Jia, novel saya dibedah dan akhirnya saya tahu kekurangannya.

Sekarang saya sedang merevisi kekurangannya, akan ada beberapa bab yang diganti, tapi tidak akan saya publish di Wattpad, karena akan saya terbitkan secara indie di Ellunar.

Terima kasih untuk Billy Milligan, John Nash, dan Shierly Mason, yang kisahnya sangat luar biasa. Kisah mereka menyadarkan saya bahwa terlepas dari penyakit yang mereka derita, manusia adalah makhluk paling sempurna yang sesungguhnya bisa mengisi penuh ruang otaknya dengan bermacam keahlian.

Semoga kita mampu mengambil sisi positif dari kisah mereka. Dan semoga novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga bermanfaat dalam menambah wawasan atau perspektif baru.

Quotes to RememberWhere stories live. Discover now