Diantara Dua Cinta

125 1 2
                                    

Dua orang itu, Atika dan Intan, berjalan pelan di tepi jalan raya sembari berbincang-bincang. Waktu itu sekitar pukul empat sore. Tanpa sepengetahuan mereka berdua, sebuah motor dari belakang tengah dikendarai begitu cepat. Pengendara itu agaknya mengantuk berat dan tanpa disadari, “Braaakkkk,” Intan yang berjalan lebih dekat dengan jalan raya terserempet motor, tubuhnya terpental di aspal. Tanpa merasa salah sedikitpun, pengendara motor itu melajukan motor dengan volume kecepatan yang lebih tinggi lagi. Memang dasar pengendara tidak bertanggung jawab. Sudah nabrak anak orang, eh malah lari. Atika yang sedari tadi panic segera meminta pertolongan. Alhasil, ada pemuda ganteng yang ia kenal sedang lewat. Atika meminta tolong padanya, pemuda itupun dengan segera membopong Intan yang terbaring lemah dan tak sadarkan diri. Pemuda itu mengantarkan Intan ke asrama putrid yang terletak di perumahan jalan Timoho Jogjakarta.
“Tik, tolong ambilkan kasur lantai. Biar Intan bisa segera saya baringkan.” Pinta pemuda itu yang tak lain adalah Raihan, temannya yang tinggal di asrama putra.
“Ini, Han.” Sembari Atika membenarkan kasur, Raihan membaringkan Intan dengan pelan dan hati-hati.
“Ada sedikit luka di bagian tangan dan kaki kirinya, tapi tidak parah kok. Bersyukurlah karena kepalanya tidak terbentur di aspal. Mungkin tadi Intan shock, makanya langsung pinsan. Insya Allah sebentar lagi juga akan siuman.”
“Oke, Han. Thanks ya.” Raihan pun mengangguk dan segera pamit. Sebab, masih ada kegiatan lain yang harus ia kerjakan.
***
“Hello! Bangun dong, Intan. Udah sore nih.” Putri, Atika dan Eli membangunkan sahabatnya, Intan, yang tertidur pula. Dengan suara parau dan mata yang tengah dikucek-kucek pelan, Intan pun bangun dan duduk di hadapan teman-temannya.
“Iya, ini udah bangun.” Intan berpikir sejenak.
Syukurlah kalian segera membangunkanku. Kalau tidak, entah jadinya seperti apa mimpi tadi. Sungguh mimpi yang aneh. Ini semua gara-gara kalian yang selalu memojokkanku dengan Bang Raihan. Akhirnya sampai kebawa mimpi kan..
Intan menyapu bersih pandangannya ketiga orang sahabatnya itu.
“The Intan, anti mandi dulu ya. Ini udah sore. Setelah itu, Atika mau menceritakan mimpi tadi siang. Bagus banget deh mimpinya.” Eli dan Putri tampaknya senang dengan cerita Atika. Hanya Intan yang tampak biasa-biasa saja.
Mimpi apa sih Atika itu, sampai girang begitu. Sayangnya aku malah mimpi aneh, pikir Intan.
Keempat sahabat itu kini telah berkumpul di kamar. Mereka tak menghiraukan aktivitas teman-teman lain di luar kamar. Sesekali ada teman yang mengetuk pintu kamar mereka, tetapi mereka menyuruhnya untuk jangan mengganggu, karena sedang ada rapat kamar.
“Gimana ceritamu dalam mimpi itu, Atika? Aku sudah tak sabar ingin mendengarnya.” Putri terlihat begitu antusias. Kemudian Eli menimpali.
“Iya, Tik. Ayo ceritakan..!!”
“Begini,” Atika berdehem sebentar dan mengatur nafasnya sembari melirik kea rah Intan.
“Tadi siang tuh aku bermimpi tentang Intan dan …” Lama Atika tak melanjutkan ceritanya, yang lain hanya diam dan menunggu Atika melanjutkan ceritanya.
“Rajiv,” Atika tertawa kecil. Agaknya Intan sedikit berpikir dan menerka-nerka bagaimana lanjutan mimpi Atika itu.
“Mimpi tadi tuh awalnya aneh. Sebab, si Rajiv yang tak lain adalah musuh bebuyutanku di asrama putra itu tiba-tiba menjadi sangat baik padaku. Sok perhatian gitu deh. Seperti tahu bagaimana kedekatanku dengan Intan. Tapi kalau dipikir-pikir ya pasti tahu sih, hehe. Nah, dimimpi itu aku mendapat musibah gitu, dan Rajiv dengan cepat menolongku. Dia memanggil Intan untuk menolongku juga. Setelah itu, kami bertiga jalan bersama menuju asrama, tapi si Rajiv mengajak Intan masuk ke asrama putra. Aku sedikit kesal, karena tak diajak serta olehnya. Alhasil, aku pulang ke asrama

Mutiara dari PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang