Prolog

243 56 32
                                    


Jika tak ada bahagia yang bisa menjadi nyata, biarlah aku menjauhi segala hal-hal yang berakar luka

Boy Candra

____________________

[ P r o l o g ]

Tring tring ....

Dentingan lonceng angin yang bergerak karena tertiup hembusan angin yang masuk melalui jendela sebuah kamar bercat krem tersebut membuat bunyinya mengggema ke seluruh penjuru ruangan.

Siang itu, angin musim pancaroba bertiup amat kencang. Membuat kertas-kertas usang penuh coretan dan sobekan yang berserakan di lantai tertiup angin dan berterbangan kesana kemari—membuat seisi ruangan nampak semakin berantakan.

Sejenak, ruangan tersebut hening kembali. Udara siang hari yang semakin lama semakin memanas membuat seorang cewek yang sedari tadi berdiam diri di ruangan tersebut menyalakan pendingin ruangan.

Cewek itu melangkah turun dari ranjang, kemudian mengambil sebuah buku berwarna abu-abu tua dengan sampul yang terlihat usang dari rak bukunya.

Sebuah buku notasi musik, dengan tulisan bertuliskan nama pemiliknya yang tertera di sudut atas halaman pertama.

Buku pemberian seseorang yang amat dirindukannya.

Ditatapnya buku itu dengan seksama. Tatapannya menyiratkan sebuah kerinduan teramat dalam.

Lalu, tangannya mengambil secarik kertas yang disimpannya di atas nakas, untuk kemudian dibacanya.

    Apa definisi dari mentari?

    Hangat, kuat dan berani.

    Hangat—seolah-olah selalu
    memelukmu disaat kau kesepian dan
    memberimu kekuatan.

    Kuat—walaupun dicerca banyak
    orang karena panasnya itu, matahari
    masih tetap bersinar dengan teguh
    hingga masanya habis.

    Berani—tidak menunjukkan ketakutan
    sama sekali, dan dapat berdiri sendiri
    —tanpa membutuhkan bantuan
    orang lain.

    Namun, ketahuilah, jingganya mentari
    lebih menyilaukan. Meskipun panas,
    namun dapat kurasakan
    kehangatannya. Mengingatkanku
    pada seseorang yang terus-menerus
    membuatku rindu.

Cewek itu tersenyum membaca tulisan tersebut. Tulisan tangan seseorang yang ia rindukan itu, tentunya.

Lalu, cewek itu membalikkan kertas tersebut, dan menulis sesuatu disana.

    Hujan.

    Ya, lagi-lagi hujan. Rintik-rintiknya
    yang membasahi kayu pinus dan jati,
    juga daun-daunan serta ranting di
    hutan, menimbulkan aroma yang luar
    biasa memabukkan.

    Meskipun dingin, namun embun di
    pagi hari tak kalah menyejukkan
    —sama seperti dirinya. Selalu
    membuatku rindu.

____________________

a/n:

yeay!

akhirnya, cerita pertamaku terbit juga! senengnya😆

awalnya, agak ragu juga, sih. takutnya, cerita ini garing lah, gajelas lah, dan sebagainya. tapi, semua itu butuh proses, kan? hahaha.

okay deh, berhubung masih newbie, jadi sekali lagi maaf kalo misalkan banyak typo berseliweran.

semoga cerita ini bisa bermanfaat buat mengisi waktu luang kalian, atau ... mengisi kegalauan kalian abis diputusin sang pacar—monmaap, jadi ngelantur gini😂

so, selamat dinikmati, hehe! ^^

ps: jangan lupa ajak temen2 kalian buat baca cerita ini yaa >_<


Regardz,

Niswid

Embun Diatas JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang