Chapter ini benar-benar tentang Kang Daniel. As a gift from me for all of your support. Oh iya sebelum itu, aku bukanlah seorang pemain orkestra full-time atau jago atau gimana. Aku hanyalah remah mie kremes yang kalau vibrato masih kayak orang tremor. Jadi kalau ada music term yang salah mohon dimaafkan. Enjoy!-----
Daniel sedang membereskan cellonya, ketika Seongwoo dengan matanya yang setengah tertutup muncul dari pintu kamar tidur mereka.
"Kamu belum tidur?" tanya Seongwoo. Ada sedikit nada kuatir di dalam pertanyaannya.
"Ini aku mau tidur sebentar lagi. Beresin cello aku dulu. Kamu tidur duluan sana," jawabnya.
Seongwoo kemudian kembali ke kamar mereka.
Ya, beginilah keseharian Daniel. Jam menunjukkan pukul 11.43 malam namun ia baru selesai latihan. Tenang saja, ia menggunakan mute(*) sehingga suara cellonya tidak akan mengganggu tetangga apartemennya itu. Seongwoo telah selesai latihan beberapa menit selepas jam sembilan malam, dan langsung pergi tidur. Kelelahan, sepertinya. Dan tidak, bukannya Daniel yang mau berlama-lama latihan seperti ini, tapi Rooney, kucing kesayangannya, harus dipastikan tidur terlebih dahulu sebelum ia bisa memulai latihannya dengan tenang.
Tidak, bukannya Rooney mengganggunya bermain cello. Kucingnya itu...
Suka menggerogoti rosinnya(*).
Daripada keracunan, lebih baik Daniel yang mengorbankan waktu latihannya. Lagipula, ia nocturnal person, jadi tidur selarut ini sudah biasa baginya.
Saat membereskan cellonya, tanpa sengaja sebungkus kemasan senar cello yang sudah kosong jatuh dari case cello miliknya.
'Ah, kenangan ini,' batin Daniel.
Satu set kemasan senar cello tersebut merupakan set pertama yang ia beli. Hebatnya, ia membelinya sebelum ia membeli cellonya.
Flashback
Daniel masih kelas 2 SMA kala itu. Sudah beberapa bulan ia menaruh perhatian pada orkestra SMAnya. Keren, katanya. Pandangannya kurang lebih sama dengan murid lain. Saat ulang tahunnya, Daniel meminta dibelikan violin ke orangtuanya. Tentu saja orangtuanya menuruti. Namun, selang beberapa bulan, salah satu senar violinnya putus. Guru lesnya saat itu menyarankan agar ia membeli satu set saja, karena senar bawaan violinnya itu sudah di ambang putus semua.
Hari itu pula, Daniel browsing di online shop untuk mencari senar violin. Karena ia anak orang kaya dan ia anak tunggal, ia pun mencari senar dengan kategori mahal.
'Morotin bapak lah sekali-kali', anak gatau diri.
Selesai memilihnya, Daniel membayar senar barunya dengan kartu kredit ayahnya. Beberapa hari kemudian, senar barunya pun datang. Daniel senang bukan main. Ia meminta guru lesnya untuk memasangkan senar tersebut karena ia belum berpengalaman. Akan tetapi, alangkah terkejutnya saat guru lesnya berkata,
"Daniel, ini kan senar cello bukan senar violin."
Daniel cuma bisa cengo.
Dua hari setelahnya, senar tersebut telah terpasang di cello barunya.
End of Flashback
Daniel bersyukur ia anak orang kaya, kalau tidak, mana bisa ia jadi pemain cello sekarang. Jujur saja, banyak temannya yang iri dengan keberuntungannya. Bahkan, dalam waktu singkat, ia dapat lolos menjadi pemain konser di tahun akhir SMAnya. Dia suka disebut-sebut sebagai prodigy oleh teman-temannya.
Prodigy? Jujur saja Daniel tidak percaya kata itu. Guru lesnya selalu berkata, "Berbakat musik, ya, mungkin karena saat memulainya orang tersebut sudah familiar dengan musik, Daniel. Tapi, apa arti berbakat jika kita tidak latihan?".
Daniel bukannya tidak mengorbankan apa-apa untuk jadi seperti sekarang ini. Kalau kalian (dan saya) siang malam selalu menatap layar terpaku untuk online, maka Daniel menghabiskan waktunya untuk latihan cello. Tanpa mengetahui masa depannya harus jadi apa. Realistis saja, kekayaan keluarganya itu bukan sejenis kekayaan yang tidak akan habis dalam tujuh turunan. Kalian pikir jadi pemain orkestra penghasilannya banyak? Tidak! Terlebih lagi peralatannya mahal.
Saat semua orang berfikir jadi anak tunggal keluarga kaya itu enak, Daniel berfikir sebaliknya. Dia anak tunggal. Satu-satunya harapan orangtuanya. Selain menafkahi keluarganya kelak, ia juga harus bisa menjaga orangtuanya di masa tua mereka.
Daniel juga remaja labil, yang kelabilannya (unfortunately) muncul saat ia sudah berumur 19 tahun, saat ia kuliah di tahun kedua jurusan Teknik Material. Saat itu, pekerjaan kuliahnya sangat menyita waktu. Terlebih, jurusannya bukanlah jurusan yang fleksibel baginya untuk menekuni pekerjaan dan passionnya sekaligus. Cellonya di dorm saat itu mungkin sudah merengek minta disentuh.
Maka setelah memantapkan diri selama beberapa bulan, ia mengundurkan diri dari universitasnya, dan masuk ke jurusan desain grafis di sebuah universitas yang biasa saja, dengan biaya kuliah yang ia bayar sendiri berkat part-time jobnya selama dua tahun terakhir. Orangtuanya? Jelas kaget, namun mereka juga bangga kalau anaknya sudah bisa mandiri. Tidak, tidak seinstan itu mereka menerima kenyataan. Nyatanya Daniel sempat mau dicoret dari record keluarga oleh ayahnya, yang berlangsung hingga sekarang. Ya, yang bisa menerima kenyataan saat ini hanyalah ibunya, walau ayahnya sudah tidak sekeras dulu, namun empat tahun berselang, ia belum pernah berbicara langsung ke ayahnya lagi.
Di sinilah Daniel terduduk, di depan layar laptopnya yang terpampang tampilan editor foto. Kerja sambilan mengedit foto teman fotografernya membawa pemasukan yang lumayan juga. Jam dua pagi ia menyusul kekasihnya yang tertidur pulas, mengecupi pucuk kepala sumber kebahagiannya itu. Karena di balik pengorbanannya, ia bersyukur, ia tidak lagi merengek pada orangtuanya, bisa mengikuti orkestra Jaehwan yang apa adanya namun tetap berambisi, dan Seongwoo. Kalau dulu ia tidak mengambil jalan ini, tidak mungkin hidupnya akan bersinggungan dengan hidup kekasihnya sekarang.
Sembari melantunkan pieces yang akan dimainkan orkestranya di kepalanya, perlahan Daniel masuk ke alam mimpi. Bermimpi, kalau ia melakukan segalanya lebih baik lagi, dan lebih bersemangat, ia akan meraih dinamika itu.
Fortississimo(*). Atau mungkin lebih.
-----
Glosarium
Mute: Peredam suara. Ada yang dari karet, kayu(biasanya ebony), sampai metal. Kalau punya Daniel bahannya metal karena paling ampuh (takut digebukin tetangga).
Rosin: Benda padat yang digunakan untuk menggosok bow hair. Tujuannya agar bow hair tidak licin dan dapat memproduksi suara yang lebih lantang pada alat musik gesek.
Fortississimo(fff): Very very loud. Simpelnya main dengan sangat kencang.
Accelerando: Akselerasi, tempo makin cepat.
Crescendo: Volume makin keras.
-----
Aku menyempilkan beberapa implikasi di dalam cerita ini tentang karakter Daniel, selain yang explicitly defined tentunya. Terinspirasi dari extra hardworking Daniel in real life, something that I strive but eventually fails everytime(namanya juga usaha).
Huhu, jadi emo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfonia Chaotica - Ongniel
FanfictionMenceritakan kehidupan orkestra 101, yang dipimpin oleh Kim Jaehwan, seorang conductor yang jadi bulan-bulanan anggota orkestranya. Contains Ongniel as main pairing. Insecurities, denial, dan segala kekacauan pemain orkestra yang justru menambah war...