Masalah bukan untuk dihindari
Melainkan untuk dihadapi
-Adiemas-****
"Astaga, Pak satpam sudah ada disana, guru DKS sudah berjejer, dan barisan murid itu, aku sudah terlambat."
Hari ini aku terlambat, gara-gara kemarin begadang semalaman mengerjakan laporan biologi. Ditambah lagi, ban sepedaku ternyata bocor, terpaksa minta diantar ibuku, yang dandannya lamanya minta ampun.
Sebentar cek seragam dulu, seragam batik tidak salah, sepatu kaos kaki benar, ikat pinggang, astaga ikat pinggang, aku lupa tidak memakainya hari ini, nggak papa lagian baju batiknya di keluarkan jadi nggak kelihatan.
Sekarang apa yang harus aku lakukan. Aku teringat bahwa jam ke nol hanya untuk siswa kelas dua belas dan sebelas, sementara untuk kelas sepuluh jam segini belum terlambat karena mereka masuknya jam 7.
Aku punya ide, pakai kacamata minusku sekarang dan ganti model poni, mereka pasti tidak akan mengenaliku, mereka pasti menganggapku masih kelas 10.
Akhirnya dengan pedenya aku melewati gerbang, yupp Pak Parmin tidak memanggilku itu artinya dia tidak mengenaliku, sekarang tinggal bersalaman dengan guru DKS.
Pak Hadi lolos, Pak Agus lolos. Yee tidak dihukum, aku berhasil. Loh ini tangan siapa, kayaknya tadi gurunya cuma ada dua, kenapa tanganku nggak dilepas lepas.
"Kelas dua belas, masuknya jam 06.15, sekarang sudah jam 06.30, itu artinya Fanny kamu terlambat."
"Pak saya masih kelas 10," belaku dan saat aku menengadahkan kepalaku ternyata dia Adiemas.
"Oh masih kelas 10?" tanya dia sambil mencopot kacamataku, lalu mengubah poniku ke posisi semula.
"Iya pak, kelas 10, dua tahun yang lalu maksudnya," belaku.
"Fanny Fanny, loh kok ada disini, lagi lagi kamu terlambat, sekarang berbaris," perintah Pak Hadi yang kini mengenaliku.
"Pak Hadi, Fanny juga tidak memakai ikat pinggang," ucap Adiemas.
"Berarti hukuman kamu saya tambah," sahut Pak Hadi.
Gara-gara Adiemas, sia sia penyamaranku, kenapa juga dia ada disini, pakai ikut-ikutan Dewan Ketertiban Siswa segala, dan lagi dari mana di tahu aku tidak pakai ikat pinggang.
Jadilah sekarang aku dihukum membersihkan sampah-sampah yang berserakan di lingkungan sekolah, dan kali ini aku tidak bisa kabur karena Adiemas kini yang mengawasiku.
Dia cerewet banget, suruh ini itu, sampah yang di sana belum diambil, Fanny yang disini ketinggalan, disana disini masih ada sampahnya, astaga banyak banget perintahnya. Nggak tau apa pegal, jongkok terus dari tadi.
"Fanny, ini belum diambil," perintahnya.
"Iya." Tanpa menengoknya kugerakkan tanganku ke belakang untuk mengambil sampah itu, tapi sepertinya bukan sampah yang kupegang.
"Yang dimbil sampahnya Fan, bukan tanganku," ucapnya sambil tartawa.
"Haahh," apa yang dia katakan, aku lalu melihat ke belakang.
Lagi, aku memegang tangan Adiemas lagi.
*****
"Kenapa Fann?" tanya Galih
"Kesal aku, tadi aku terlambat lagi, hadehh."
"Lha kamu aku tawarin berangkat bareng ke sekolah nggak mau," sahutnya.
"Nggak ah terima kasih, oh ya ketos, ini proposal Dies Natalis sudah selesei."
"Oke, aku lihat dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Taste (COMPLETED IN DREAME)
Teen FictionPelajaran yang tidak disukai Fanny Andreas, tentu saja Matematika. Berjibun rumus yang menurutnya sia-sia untuk dipelajari. Dia lebih suka membolos daripada mengikuti pelajaran itu. Sampai suatu ketika datanglah guru matematika baru di sekolahnya...