40 💓 Musuh

1.2K 76 0
                                    

Sepulang sekolah, aku mengendarai motor dengan rombongan panitia-panitia di sekolah kami ke SMA Nusa. Sekolah yang hampir sepi, motor-motor di parkiran satu-persatu pergi dari area parkir, terik matahari menembus baju seragamku dan menyengat ke kulitku. Julian yang baru saja memakirkan motornya di samping motorku, ia melepaskan helmnya menatap meneliti ke gedung sekolah yang bercat biru muda.

Aro sebagai ketua panitia membingbing kami untuk segera masuk menuju lapangan, baru saja kami akan melangkah untuk masuk. Rey dengan ketiga kawannya tanpa Gilang tentunya, turun dari motor sport yang mereka tumpangi, mereka menjadi pusat perhatian kami disini. Ketua panitia itu mendesah dan berjalan pelan menghampiri ke empat casanova itu.

"Temen-temen gue cuma mau bantuin. Bukan cari ribut, Ar. Tenang aja." kata Rey dengan datar membenarkan rambutnya yang kusut disisir dengan sela-sela jarinya.

Ketua panitia itu mengangguk pasrah lalu mengingatkan dengan hati-hati,"Oke. Bukan cari ribut."

Aku masih bergeming menatap Noval yang sudah berjalan terlebih dahulu dari ketiga temannya, aku memperhatikan setiap gerakannya dan bergabung ke rombongan panitia lainnya meskipun kalau mereka bukan panitia.

Rey, Firly dan Alex menyusul berjalan mengikuti rombongan yang akan masuk ke lapangan, aku yang ada di samping Julian berusaha mengenyahkan rasa sakit yang tiba-tiba muncul lagi. Noval menjadi lebih cuek dan menjaga jarak denganku, aku tersenyum miris.

Sesampai di lapangan yang luas, sudah ada dua tenda yang berdiri kokoh, dan panggung yang belum di dekor. Ketua panitia dari SMA Nusa, menyambut kami dengan baik dan ramah. Ia menjelaskan akan ada 10 tenda yang di bangun, selagi Billy si ketua panitia--tuan disini--dan kami sebagai tamu.

Aku sempat melirik, Rey yang berdiri di belakang panitia-panitia lainnya. Saat tatapannya tertabrak denganku, ia tersenyum. Aku membalasnya dengan canggung buru-buru mengalihkan pada Billy.

"Kalo butuh apa-apa, tinggal ke gue atau ke Doni atau ke Cita." ia menunjuk cowok dan cewek, yang dari tadi berdiri disamping kanan dan kirinya."Buat cewek cukup dekor, dan cowok-cowok membangun tenda. Cita bakalan anterin panitia cewek, sedangkan yang panitia cowok ikut Doni."

Aku berjalan dengan para cewek-cewek, mengikuti Cita. Cewek dengan kacamata yang membingkai di kedua matanya, Cita menjelaskan desigh dekornya akan seperti apa? Panitia cewek yang lainnya sudah tersenyum ramah menyambut kami yang datang terakhir. Panitia dari sekolah  lain sudah pada hadir.

Aku di tugaskan menempelkan lampu-lampu warna-warni di setiap huruf-huruf yang sudah di rangkai menjadi kata, "Bazar young", aku di bantu oleh panitia dari sekolah Nusa. Namanya Aisyah, ia memakai hijab selalu tersenyum ramah padaku.

"Lo dari SMA 24?" tanyanya, tangannya sibuk merangkai lampu-lampu itu.

"Iya."

"Lo kenal sama casanova di sekolah lo yang selalu buat rusuh? Rey, dan lain-lainnya?" Aisyah menatapku dengan intens, kelewat penasaran dengan jawabanku.

"Pastinya kenal." aku membenarkan, tidak perlu mengatakan kalau salah satu di antaranya pacarku,"Mereka juga dateng kesini."

"Oh ya?" katanya antusias sempat melirik ke para cowok-cowok yang sedang sibuk membangun tenda. Saat pandangannya tertuju pada casanova milik sekolah kami, ia tersenyum malu-malu mengalihkan tatapannya padaku,"Mereka itu ganteng-ganteng ya? Tapi sayang, sama sekolah kita nggak akur. Malahan sering banget tawuran, parah!"

"Hah tawuran?" tanyaku bingung, setahuku kalau mereka hanya tawuran sekali. Maksudku, Aku baru melihat mereka tawuran satu kali.

"SMA kita itu musuh bubuyutan, makannya sengaja sekolah kita di satuin kayak gini. Biar silaturahmi kita tetep terjaga." ucapnya dengan lega.

"Emangnya sekolah kita ada masalah apaan?" aku merangkai lampunya dengan hati-hati, berusaha mencari informasi yang belum pernah aku ketahui.

"Banyak." jawabnya di ikuti dengan dengusan kecil,"Tapi awal mulanya, karena cewek. Namanya, Adinda. Dia sekolah disini."

"Adinda raniyas?" tebaku.

Aisyah mengangguk membenarkan,"Iya. Dia itu sahabat Gaga, tapi dia pindah sekolah ketika mamahnya meninggal dunia. Pindah tanpa alasan jelas, dan gue denger kalau Adinda kenal salah satu casanova di sekolah lo. Katanya sih, Adinda pindah sekolah terus ngilang tanpa alasan karena salah satu casanova disekolah lo."

"Noval.." gumamku

Ingatanku berjalan mundur, secarik surat yang jatuh dari saku Noval. Sekilas aku membaca nama Adinda Raniyas, tulisan di perahu kayu tua itu dan Gaga menyebut-nyebut nama Adinda ketika Rey menonjoknya habis-habisan.

"Apa kata lo?" tanya Aisyah dengan bingung, mungkin ia mendengar apa yang ku ucapkan dengan samar-samar.

"Nggak kok."

"Tapi itu masih kabar burung." katanya menambahkan,"Gue ngga tau pokok permasalahannya mereka itu apaan. Yang jelas, kalo Gaga itu dendam sama mereka."

Aku tidak ingin mendengar lebih lanjut cerita ini, aku tidak mau tahu lagi persoalan cerita Adinda yang masih misterius itu.

"Gue permisi ke toilet ya. Toilet disini dimana?"

"Lo tinggal belok aja di ujung situ." ia menunjuk sudut ke lorong lapangan yang sepi,"Tinggal lurus. Nanti ada kok toiletnya."

"Thank's." ucapku yang melangkah tenang ke tengah-tengah lapangan, dan masuk ke lorong yang di tunjukan Aisyah.

Lorong yang sangat sepi, kelas-kelas kosong saling berhadapan. Aku melihat sekilas lukisan-lukisan yang simple yang menempel di dinding. Pintu kelas yang di tandai tempelan,"We are 11 IPS 2", pintu kelas yang di dekor dengan semenarik mungkin. Saat aku membaca petunjuk arah "Toilet", aku agak berlari kecil untuk segera masuk.

Aku bercemin diriku sendiri, membenarkan kuciran rambut yang sudah merosot serta wajahku yang sedikit kusam. Aku meraup air yang keluar dari keran, mengusap-ngusap pelan ke wajah. Tangan kananku menarik tissue yang sudah di sediakan di samping kaca, aku mengusap wajahku dengan lembut.

Pikiraku  berkecamuk, di tambah aku penasaran dengan kehidupan Noval. Kenapa hidupnya seperti teka-teki yang harus ku pecahkan. Di antara casanova di sekolah kami, hanya Noval yang mempunyai sifat sangat tertutup.

Aku memukuli keningku sendiri, bergumam pada diriku sendiri lewat kaca,"Lo lupain. Lo harus fokus sama apa yang lo lagi jalanin sekarang, lo nggak boleh penasaran tentangnya. Stef!"

Setelah penampilanku mantap dan pikiranku tenang, aku tidak  mau berlama-lama disini. Mungkin Aro akan menegur jika aku belum menyelesaikan tugasku sebagai pendekor panggung untuk besok bazar, aku keluar dari toilet, ada suara tawa beberapa cowok-cowok  yang menggelegar.

Aku menoleh sedikit ke arah suara, tepat toilet laki-laki. Keluar dari toilet lima cowok , tampilannya agak brandalan.

Satu cowok yang berjalan lebih dulu, menatapku dengan senyum sebagai sapaan. Jika aku melihat Gaga, aku mengingat kejadian tawuran yang mengerikan itu. Rasanya perutku di aduk-aduk, membayangkan darah yang bercucuran. Tubuhku dengan cepat berbalik, aku merapalkan do'a-do'a kalau Gaga dan teman-temannya tidak akan melakukan apapun padaku.

"Heh tunggu!" satu suara yang membuatku diam tak bergerak."Iya, lo. Tunggu disitu!"

Deg! Deg! Deg!

Jatungku berpacu lebih cepat, aku tidak mau berbalik untuk melihat wajah-wajahnya. Pikiranku terus di hantui dengan ucapan Aisyah 'Sekolah kita itu bermusuhan', bagaimana kalau Gaga melalukan hal yang tidak wajar padaku? Karena aku salah satu murid di SMA 24.

Aku mengambil kepalan tangan, dan menyiapkan suaraku yang lantang. Kalau dia melakukan hal yang tidak wajar, atau apapun itu. Aku kan meninjunya sekuat tenaga, dan aku akan menjerit sekencang-kencangnya untuk meminta tolong. Suaraku yakin akan di dengar hingga lapangan yang ramai dengan orang-orang.

"Lo pada duluan aja ke kantin, nanti gue nyusul!" suara itu semakin dekat di belakangku.

"Lo mau gebet dia ga?! Janganlah, dia milik 24." teriakan itu di ikuti suara tawaan dari yang lainnya,"Goodluck ga!"


Romansa Cassandra (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang