48 💓 Pikiran

1.3K 70 0
                                    

Aku kembali lagi ke tugasku  sedangkan Rey memilih untuk bergabung dengan Noval dengan teman-temannya yang baru saja datang. Julian mengambil tiket dari murid-murid yang mengantri panjang hingga keluar gerbang, dengan cekatan aku berdiri di sampingnya mengambil tiket dari tangan murid.

Seharian aku menjadi penjaga gerbang Nusa, tepat jam lima sore. Acara telah usai. Pengunjung bubar dari lapangan dan sekarang aku bisa menghela nafas lega.

Lapangan yang tadinya ramai lautan manusia, kini hanya ada panitia-panita yang berdiri di depan panggung. Billy sebagai ketua panitia itu, memberitahu sebelum kami pulang. Panitia cewek harus operasi semut terlebih dahulu sedangkan panitia cowok, membongkar tenda-tenda dan panggung.

Selama satu jam aku memunguti sampah yang berserakan dan di masukan ke tempat sampah, yang tadinya sampah menggunduk di sisi lapangan kini telah bersih. Heran dengan murid-murid, padahal  tempat sampah sudah di siapkan di setiap sisi lapangan. Tapi masih saja, membuang sampah sembarangan.

Panitia cewek sudah menyelesaikan tugasnya, aku mengambil tas yang ada di dalam kelas. Melangkah keluar menuju gerbang, aku sempat melirik Julian yang masih membantu membongkar besi-besi tenda.

Aku menghampirinya sebentar untuk berbasa-basi,"Maaf ya, gue duluan. Nggak apa-apa?"

Tangannya sibuk memindahkan besi-besi ke pinggir lapangan,"Ngga apa-apa. Lagian rumah lo jauh, lah rumah gue kan deket daerah sini."

"Stefanny?"

Aku menoleh ke arah suara, di bawah lampu remang-remang. Cowok itu melambaikan tangannya, aku menyipitkan mata. Sebelum menghampirinya, aku pamit pada Julian yang masih sibuk dengan tugasnya yang terakhir.
Langkahku memelan melihat wajah Rey dengan motor sportnya yang berada di depan gerbang, mau tak mau aku menghampirinya. Memberikan senyum palsuku.

"Mau pulang bareng gue?"

"Nggak." jawabku cepat,"Soalnya kan gue bawa motor."

"Oh-iya." ia pura-pura baru menyadarinya."Gimana, kalo gue anter lo aja? Lo pake motor lo, gue  ngikutin dari belakang. Cuma mastiin aja, kalo lo selamat sampe rumah."

Aku menaikan satu alisku tidak mengerti sikapnya, sebelum aku menjawab. Aku mengedarkan pandangan pada lampu-lampu kendaraan yang melewat, deringan handphone menginterupsi obrolan kami. Rey mengangkat teleponnya di saku celana jins cokelat muda.

"Iya.. Rey lupa.. Yaudah iya iya mah.. Rey jemput kok sekarang..."

Ia mematikan panggilannya, ponselnya di selipkan kembali ke saku celana. Rey menatapku dengan bingung, aku yang mengerti langsung membuka suara. Ya, aku tidak usah repot-repot memikirkan alasan kalau aku tidak mau di antar olehnya.

"Ngga apa-apa, gue bisa pulang sendiri kok." aku meyakinkan dia.

"Lo yakin?"

"Gue selalu yakin." jawabku memutar bola mataku dengan jengah.

"Maaf ya. Kalo lo udah sampe rumah, kabarin gue ya?" pesan itu yang selalu Rey katakan.

Setelah Rey menghilang dari pandanganku, aku berbalik berjalan ke arah motorku yang ada di parkiran. Motor matic berwarna berwarna putih itu tanpa mencolok di motor-motor lain yang berwarna gelap.

Motorku di himpit oleh dua motor, aku menoleh mencari satpam untuk meminta bantuan mengeluarkan motorku. Biasanya yang selalu membantu yaitu Putri. Meskipun badannya ramping tapi ia bisa menyingkirkan motor-motor sebesar apapun.

Di parkiran sama sekali tidak ada orang satupun, aku tidak mungkin menunggu Julian yang akan lama sekali. Terpaksa aku memutuskan untuk memindahkannya sendiri, dengan susah payah aku menggeser motor itu.

Romansa Cassandra (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang