1 | 𝕧𝕖𝕣𝕨𝕒𝕣𝕕

962 159 9
                                    



Woojin termangu di depan lokernya beberapa saat. Tangan kirinya masih menahan pintu loker sedangkan pandangannya jatuh pada sticky note yang menempel di buku catatan Biologinya, padahal buku itu hilang sejak seminggu lalu. Baru kemudian, setelah rasa syoknya mereda, Woojin mencabut sticky note itu. Matanya menyimak setiap huruf yang tertulis disana dengan seksama;

'Kau meninggalkan buku ini di perpustakaan minggu lalu tapi aku selalu lupa untuk mengembalikannya. Maaf tidak bisa mengembalikannya langsung.

Park Jihoon.'

Tunggu dulu, lupakan soal buku yang tertinggal!

Senyum bahagia merekah di wajah Woojin, gingsulnya ikut mencuat,"Ya Tuhan!," pekik Woojin lirih, ada nada gembira yang tertahan disana.

Woojin menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan apa yang barusan dilihat. Sungguh, dia masih tidak percaya kalau Park Jihoon yang menemukannya. Ada perasaan meletup-letup di dadanya.

Ada yang bingung?

Jadi begini.

Dua bulan lalu, Woojin sedang di ruang Konseling. Berhubung Woojin adalah Wakil Ketua Kedisiplinan, dia mendapat tugas untuk menulis ulang nama siswa yang melanggar. Sang ketua—Joo Haknyeon—sedang sakit kala itu, jadi Woojin bertugas menggantikannya.

Memang masih terlalu pagi untuk membuat keributan di sekolah tapi, Gurunya sudah menyeret seorang murid laki-laki ke ruang Konseling. Parasnya begitu polos dan cantik, bibirnya pink mengkilat dan tubuhnya mungil, namun kelakuannya yang sedikit urakan berbanding terbalik dengan penampilannya.

Woojin masih mengacuhkannya kala itu, dia harus segera menyelesaikan tugasnya dan masuk kelas.

"Duduk disini, Park Jihoon" Sang guru menepuk pundak Woojin pelan,"urus dia, ya, Woojin-ah."

"Baik."

Kemudian tinggallah dua orang itu di ruang Konseling, duduk berhadapan dengan Jihoon yang memainkan ponselnya tidak minat. Woojin mengamatinya dalam diam. Pesona Jihoon menjatuhkannya ke dalam fantasi yang liar, apalagi bibir mengkilat itu terlihat mengundang. Pergerakan Jihoon yang tiba-tiba menyakui ponselnya berhasil menarik Woojin kembali ke dunia nyata.

"Jadi aku dihukum apa?" Tanya Jihoon. Matanya berbinar polos, seakan sang Guru Konseling lah yang salah karena membawanya kemari.

"Memang apa salahmu?"

"Aku melompat pagar belakang karena telat. Itu juga kulakukan dengan terpaksa, aku tidak ingin dia tahu aku dapat hukuman."

Woojin mengernyitkan dahinya,"Dia? Apa kau menyebut ibumu 'dia'?"

Jihoon terlihat terkejut,"Ah—bukan, aduh! E-em, maksudku saudaraku. Dia akan marah kalau tahu ada namaku di buku Konseling."

Woojin mengangguk memaklumi. Ya, bagaimanapun juga, di dunia sebesar ini pasti ada saja saudara yang berperilaku seprotektif itu.

Pena di genggaman Woojin sudah siap di atas kertas,"Nama dan kelas?"

"Park Jihoon, XII-2." Jawab Jihoon singkat.

Tidak ada lagi percakapan berarti. Semua percakapan mereka terhenti dan Jihoon segera keluar setelah menerima pengurangan poin dan list hukuman. Yah, dia sebenarnya hanya diminta untuk membersihkan lobby sekolah. Jelas ini bukan hukuman yang berat untuk Jihoon. Lobby sekolah mereka kan selalu dibersihkan OB, jadi pasti tidak banyak hal yang perlu Jihoon lakukan.

Mungkin kejadiannya sudah dua bulan lalu tapi, getaran menyenangkan itu masih saja terasa jelas memenuhi rongga dadanya. Woojin tidak butuh apa-apa lagi, Park Jihoon seakan melengkapi

those days • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang