2 | 𝕞𝕚𝕤𝕤𝕚𝕟𝕘 𝕥𝕙𝕖 𝕠𝕝𝕕 𝕕𝕒𝕪𝕤

589 88 28
                                    



Sequel of;
Just Like The Day You Loved Me

🌙

Hyungseob selalu bilang pada dirinya bahwa dia mungkin sempat terluka—entah nurani ataupun rohani—tapi dia yakin setidaknya luka itu akan mengering sebelum sembuh dan hilang. Waktu yang akan mengurusnya, dia hanya akan mengikuti alur sambil menyambung hidup. Dia bersyukur pula, karena luka memberinya banyak pelajaran; jaga diri, hati-hati dan jangan ulangi kembali. Maka dari itu, kala Woojin mengajaknya kembali meniti kisah lama, dia menolak.

Bukan benci yang mendasari pilihan Hyungseob tapi, karena dia sendiri tahu begitu mereka hancur, tidak akan ada yang bisa dikembalikan seperti sediakala. Retaknya akan tetap ada dan tidak menutup kemungkinan akan runtuh kembali.

Hyungseob hanya takut.

Sambil mengamati riak kepulan asap dari coklat panasnya, senandung indah dari pengeras suara menemaninya di meja sebuah coffee shop.

Pagi tadi, ponselnya berdering cukup panjang dan begitu ditilik, ternyata seorang tengah mengiriminya pesan spam dengan dalih mengerjakan tugas—kelompok—kuliah di coffee shop yang menjadi tempat bernaung Hyungseob sekarang.

Sepuluh menit yang lalu, sebuah pesan kembali muncul di ponselnya, menyampaikan maaf dari si pengirim yang akan datang terlambat.

Ya Tuhan, tidak tahukah Hyungseob sekarang kesepian setengah mampus?

"Hyungseob—" seorang pemuda duduk di hadapannya dengan nafas terengah,"maaf ya." Ketara sekali orang ini kelelahan.

Hyungseob yang baru saja bangun dari angan hanya bisa mengangguk sekenanya. Dia sebenarnya sempat terkejut juga ada orang yang tiba-tiba duduk di hadapannya. Bibirnya melukis senyum manis,"T-tidak apa-apa, Youngmin hyung."

Yang bernama Youngmin sibuk dengan acara mengeluarkan laptop dari tasnya tergesa,"Sudah berapa lama kau disini?" Tanyanya dengan nafas yang bahkan belum terdengar stagnan.

"Mungkin cukup untuk menghabiskan dua mangkuk ramyeon." Si Mungil menggodanya dengan tatapan jahil.

"Ya sudah, nanti pulang ayo makan ramyeon." Kemudian ada derai tawa yang terjalin diantara keduanya.

Hyungseob merasa bahagia, sejenak pikiran kalutnya melebur, terganti dengan tawa bersama mahasiswa tahun lawas yang tidak ingin lulus cepat.

Dia sempat heran sendiri kala bertemu Youngmin. Saat itu Hyungseob tengah asik membentuk karikatur dosen gendut di depan kelas—yang sedang mengoceh laksana rapping—pada note biru tuanya.

(Hyungseob anak jurusan Design Komunikasi Visual. Jadi jangan ragukan gambaran tangannya. Begini-begini, dia pernah juara satu melukis. Ya, walaupun terakhir kali saat masih taman kanak-kanak.)

Im Youngmin saat itu sedang mengulang—sekarang pun masih mengulang—karena nilainya buruk.

(Luar biasa buruk. Hyungseob saja menyerah saat diceritakan.)

Ditengah dosen yang sedang menyebutkan kelompok berpasangan untuk tugas—tugas yang ternyata di lupakan Bapak Dosen—shit!, Youngmin mendekati kursinya setelah nama mereka disebut berurutan. Tidak ada sapaan 'salam kenal' atau sebagainya, karena yang di rangkai Youngmin kala itu adalah; tolong bantu aku lulus, ya?, dengan wajah memelas.

Namun berkat kalimat itu, Hyungseob jadi dekat dengan Youngmin dan akan sekelompok terus sampai semester berakhir.

Absurd memang.

those days • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang