2 | 𝕪𝕠𝕦 𝕕𝕣𝕚𝕧𝕖 𝕞𝕖

529 101 20
                                    



(Park Woojin × Ahn Hyungseob as a GIRL)

🌙

Pantai kala itu masih gelap. Mengandalkan penerangan dari lampu jalan, Hyungseob menikmati indahnya gulungan ombak dari atas kap mobil milik Woojin. Woojin juga disana, duduk disebelah kanannya sambil menghisap rokoknya lamat-lamat. Mereka berhenti dua puluh meter dari pinggir pantai, sehingga dari jalan, keberadaan mobil Woojin tidak akan terlihat jelas.

Sepersekian detik Hyungseob merasa bahwa perpaduan aroma tembakau bakar dan asinnya air laut terasa begitu memabukkan. Entah karena memang baunya atau karena dia berada di pantai pukul tiga pagi bersama pemuda asing (yang sialnya sangat seksi).

Sampai saat ini mereka belum saling mengenalkan nama (atau alangkah baiknya, tidak usah sekalian). Kedua orang ini tentu sudah biasa berada di keadaan yang sama; one night stand. Hubungan seperti ini tidak akan berjalan lama. Saat pagi datang dan Hyungseob sampai dirumahnya nanti, mereka akan jadi orang asing lagi. Percakapan di mobil tadi pun hanya berupa basa-basi tak berperasaan, contohnya seperti saling menggoda dan tertawa bersama.

Yang membedakan hubungan semalam ini adalah adanya seks atau tidak.

Dalam diam, Hyungseob mengamati side profile Woojin yang hanya terlihat samar-samar. Hidung pemuda itu tidak terlalu mancung, tapi Hyungseob suka bentuk jembatan hidungnya. Rambut merahnya terlihat mencolok, mungkin jika mereka bisa berkencan, Hyungseob yakin akan mudah menemukan pemuda ini di kerumunan orang.

Angin yang bertiup ke arah Hyungseob membawa kepulan asap rokok ke wajahnya. Hyungseob menutup mata sejenak untuk menghidari asap rokok masuk ke matanya, namun hal pertama yang dilihatnya saat membuka mata adalah wajah Woojin yang hanya berjarak satu jengkal jadi wajahnya sendiri.

"Apa aku setampan itu?" Hanya terdengar seperti bisikan, tapi kepala Hyungseob terasa pening. Apalagi gingsul itu menyembul menggoda dari balik bibir yang tengah menyeringai.

Terdorong ikut menggoda, Hyungseob memperpendek jarak diantara keduanya,"Sangat. Sangat tampan."

Woojin membuang putung rokok yang ada di tangan kanannya, mengganti kegunaan tangannya untuk menarik tengkuk Hyungseob. Bibir-bibir itu seperti lapar akan masing-masing. Lumatan kasar yang Woojin berikan, dibalas lenguhan putus asa dari Hyungseob. Keduanya sampai tidak sadar sudah saling tindih di atas kap mobil dengan Woojin yang mengeksprolarisi isi paru-paru Hyungseob tanpa belas kasihan. Woojin baru mau menjauhkan diri ketika Hyungseob mencubit perutnya.

"Auh, itu sakit, babe."

"Aku—hah—perlu nafas."

'Dia sangat cantik,' batin Woojin tergila-gila. Matanya seolah tidak ingin pindah menatap wajah merona Hyungseob.

Pesonanya jelas tidak main-main. Tidak ada yang pernah melihat gadis manis senakal ini kecuali Woojin. Gadis manis yang akan membiarkan orang asing menindih tubuhnya dan mengecap mulutnya sensual, mana ada yang lain kecuali gadis berkulit pucat ini?

"Kita akan melakukannya disini?" Hyungseob masih mencoba meraup udara lebih banyak,"Diluar sini?" Lanjutnya bertanya.

"Kita bisa pindah ke dalam—"

"Disini saja. Pastikan hanya bagian bawahku yang terbuka. Aku tidak ingin masuk angin."

Woojin terkekeh pelan,"Kau tidak perlu merasa takut sakit jika berada dibawahku. Persiapkan saja mentalmu."

Hyungseob tidak bisa bicara banyak, Woojin kembali melumat bibirnya kasar. Sepertinya pemuda itu sudah menunggu sejak lama kegiatan panas ini.

"Butuh tanda atau tidak?" Woojin menawari.

Hyungseob tidak bisa berfikir. Dia hanya ingin terus menatap pemuda ini, merasakam hangatnya dekapan lengan kekar yang melingkupi tubuhnya.

"A-ku punya penawaran—"

Merasa deja vu, huh?

"—Kalau kau meninggalkan tanda, kau bisa meninggalkannya didalam dan pastikan untuk menemuiku di hari-hari berikutnya, entah siang ataupun malam. Kau harus ada di sisiku kapanpun," Hyungseob kembali tidak fokus akibat senyum mematikan Woojin,"Dan sebaliknya. Kalau kau tidak meninggalkan tanda, jangan harap untuk mengotori lubangku."

Mereka terdiam bersamaan. Senyum yang ada di wajah Woojin luntur begitu saja, berganti dengan raut wajah kalut dan bingung. Dia tentu tahu maksud Hyungseob dengan jelas.

Sekalipun, Woojin belum pernah memiliki hubungan serius dengan seseorang dan ketika Hyungseob menawarinya sebuah perjanjian, dia tidak bisa memutuskan. Ketertarikannya pada Hyungseob belum sebesar itu sehingga Woojin bisa memilih untuk tinggal atau pergi saja. Hatinya terlanjur beku, entah sejak kapan.

Selama Woojin diam, Hyungseob juga ikut berpikir. Melihat reaksi yang tidak diharapkannya dari wajah Woojin, Hyungseob mendorong Woojin untuk bangkit (tanpa protes dari Woojin sendiri), membenahi hoodie-nya yang tersingkap dan duduk sambil memeluk lutut.

Bohong kalau Hyungseob tidak kecewa. Dia pikir Woojin akan berbeda dari pria-pria yang pernah Hyungseob temui sebelumnya, namun istilah 'semua laki-laki sama saja' adalah fakta.

Hyungseob berujar,"Antarkan aku pulang.".

Woojin tercekat, ingin sekali dia menyuarakan nama gadis dihadapannya, tapi dia tidak tahu—bukan, mereka memang tidak tahu nama masing-masing. Sejak awal, hubungan seperti ini adalah kesalahan. Woojin bersyukur dia diingatkan tentang kenyataan oleh gadis ini. Kenyataan bahwa mereka orang asing yang diselimuti nafsu.

"Sebutkan namamu." Suara Woojin terdengar dingin.

"Huh?"

"Namamu."

Ragu-ragu Hyungseob menjawab,"Hyungseob."

"Dengan lengkap!"

Hyungseob kaget kala Woojin menaikkan nada suaranya,"Ahn Hyungseob." Cicitnya. Kepalanya menunduk takut dan tangannya memeluk kakinya lebih erat.

Si Gadis mendongak cepat ketika Woojin menggenggam tangannya, menyatukan jemari mereka erat.

"Aku Park Woojin," Woojin melayangkan senyum teduh,"dan aku tidak butuh meninggalkan tanda agar bisa bersamamu."

MATI. FIX. HYUNGSEOB INGIN MATI SAJA.



"Hyungseob-ie, ayo pacaran."

END

those days • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang