2 - Orang Asing di Ruang Auditorium

378 39 0
                                    

Louis masih berjalan menelusuri lorong kampus. Dia sengaja melewati kelas yang seharusnya ia ikuti hari ini. Louis menghentikan langkahnya ketika ia berdiri di depan pintu auditorium. Pintunya tidak terkunci. Louis pun dengan segera memasuki ruang auditorium.

Napasnya tertahan ketika ia berdiri tepat diatas panggung dan menatap tribun yang kosong dan sepi. Louis memang sering menghabiskan waktunya di auditorium ini ketika ia merasa bosan atau kesepian. Terkadang ia membayangkan bahwa tribunnya dipenuhi oleh orang-orang yang sedang bertepuk tangan dan menyoraki namanya. Lalu, ia membayangkan bahwa ia sedang menyanyikan beberapa lagu diatas panggung tersebut. Jiwanya masih bisa merasakan hal tersebut seperti berlangsung nyata. Iya, Louis masih tidak bisa melupakan momen-momen seperti itu.

Louis berjalan menaiki anak tangga disamping tribun. Dia terus menaiki anak tangga hingga ia berdiri di tribun yang paling atas. Kemudian, dia duduk di tribun yang paling atas. Dia kembali melanjutkan lamunannya—membayangkan dirinya sedang menonton dirinya sendiri yang sedang tampil sebagai personil boyband One Direction.

“Aku sering melihatmu datang kemari.” ujar seorang perempuan yang tiba-tiba sedang berdiri disamping Louis. Dia sukses membuat Louis melompat kaget.

What the—” umpat Louis. “Oh, ternyata seonggok daging ini yang mengagetkanku! Terima kasih telah membuyarkan lamunanku!”

“Hei, maaf! Aku tidak bermaksud mengagetkanmu kok.” perempuan itu langsung duduk disamping Louis. “Kata-katamu tadi kasar, tapi sudahlah tidak apa-apa. Aku memang patut menerimanya. Maaf ya kalau aku membuatmu kaget.”

“Kasar? Yang mana?”

Ternyata seonggok daging ini yang mengagetkanku? Louis, kita semua memang manusia, tetapi kita bukan hanya seonggok daging—kita juga memiliki otak dan sebuah anugerah dari Tuhan untuk membuat kita tetap hidup serta menjalani sebuah kehidupan.”

“Jadi, kamu datang ke sini hanya untuk menasehatiku?”

“B-buk-bukan kok. Louis, aku minta maaf sekali lagi.”

Louis menatap perempuan itu sinis, lalu membuang mukanya. Louis kembali menatap panggung dan melanjutkan lamunannya.

“Apa yang kamu pikirkan seraya melihat panggung? Kamu merindukannya?”

Louis menoleh ke arah perempuan itu dengan raut wajah kesal. Perempuan ini benar-benar membuatnya kesal. Dia ingin sendirian, namun perempuan ini datang dan malah mengajaknya mengobrol.

“Apa aku salah menanyakan hal itu? Louis, aku minta maaf sekali lagi.”

“Hentikan semua celotehmu yang menurutku itu sangat mengangguku, oke?! Jadi, bisakah kamu pergi dan tinggalkan aku sendirian disini?”

“Oh. Baiklah. Maaf.” perempuan itu cepat-cepat bangkit dari tribun dan segera meninggalkan ruang auditorium.

“Tunggu!” Louis menarik lengannya secara kasar hingga membuat perempuan itu berputar dan menghadap ke arah Louis.

Mereka berdua berdiri dengan jarak hanya beberapa inchi. Perempuan itu hanya bisa menatap kedua mata Louis. Matanya indah sekali—seindah langit biru yang cerah di siang hari.

Perempuan itu segera menghentikan lamunannya dan menyadari bahwa Louis masih memegang lengannya. Kali ini, Louis meremas lengannya hingga ia merasa kesakitan. “Aw!”

“Ups. Maaf.” Louis segera melepas tangannya. “Apa aku tadi meremas lenganmu?”

“Tidak, kamu sedang meremas paha ayam tadi.” jawab perempuan itu kesal. Sekarang, perempuan itu yang dibuat kesal oleh Louis.

Back to Normal Life [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now