Sudah beberapa hari ini Rara merasa bahwa Ryan terus-menerus menjauhinya. Entah apa yang membuat lelaki itu bersikap demikian. Rara pun belum menemukan jawabannya hingga sekarang. Sejak kejadian dimana Ryan dan Adit berkelahi itu, Ryan selalu mengindari dirinya. Kalau Rara tiba-tiba ikut bermain bersama dengan Ryan, Athan, Iky, dan Bagas, sudah pasti lelaki itu akan memilih pergi. Begitupun sebaliknya, jika Rara sedang bersama para sahabat milik Ryan, pasti lelaki itu lebih memilih untuk menghandirnya juga.
Rara sangat ingin menanyakan hal tersebut, namun entah bagaimana harus memulainya.***
Pagi ini Ryan dan para sahabatnya datang terlalu pagi. Alhasil sekarang mereka hanya duduk-duduk di kelas dengan bosannya. Seperti biasanya pula, Ryan selalu berada dikelas sahabat-sahabatnya itu, ditambah Rara yang juga belum datang. Entah apa yang membuat mereka jadi datang sepagi ini. Sebenarnya mereka datang hanya 15 menit sebelum kelas dimulai. Namun ini adalah rekor bagi mereka semua, karena biasanya mereka selalu datang ketika bel berbunyi atau bahkan selalu terlambat seperti Ryan.
"Guys, gue laper nih belum sarapan" ucap Ryan dengan wajah melasnya sambil memegangi perutnya.
"Tumben. Biasanya Mbok Dyah kan selalu masak enak?" Tanya Bagas yang sambil membayangkan betapa enaknya masakan Mbok Dyah.
"Dia lagi balik ke kampungnya. Katanya adenya sakit parah" jelas Ryan.
"Emang bininya Athan, alias si Litha nggak masakin lo sarapan?" Tanya Iky.
"Bina-Bini, Bina-Bini. Enak aja lo. Gue belum kasih restu sepenuhnya buat Athan. Langkahin dulu nih mayat gue" jawab Ryan dengan nada yang penuh gaya dan sombong. Ia memang senang sekali menggoda sahabatnya itu.
"Hhhhh. Abang yang kejam" jawab Athan sambil mendenguskan napasnya.
"Kantin aja, ayo. Laper banget gue" ajak Ryan sambil berdiri dari tempatnya sekarang. Ia mulai berjalan kearah pintu kelas yang lalu diikuti oleh ketiga sahabatnya itu.
Namun langkahnya terhenti ketika mendapati seorang gadis yang kini ada dihadapannya. Gadis itu baru saja masuk ke kelas ini. Kini mereka berdua berhadapan, hampir menabrak. Ryan dapat melihat jelas wajah Rara dari dekat. Wajahnya lebam. Bahkan terdapat luka kecil diujung matanya. Sebenarnya tanpa Ryan tanya pun ia sudah mengetahui apa penyebabnya.
"Pagii, Rara" sapa Bagas dengan lantangnya. Senyumnya mengembang begitu saja.
Rara hanya membalasnya dengan sedikit senyuman.
"Ra, ikut kita sarapan yuk" ajak Iky setengah memaksa. Rupanya ia juga melihat sesuatu yang aneh di diri Rara. Ia ingin menghibur temannya itu.
"Rara udah makan, kalian aja" jawab Rara dengan sebuah senyuman yang memaksa.
Sementara Ryan hanya diam tanpa ingin berbuat apapun.
"Udah, ayo" ucap Athan sambil memutar balikkan tubuh Rara menjadi kearah luar kelas. Rara pun dengan terpaksa mengikutinya.
Dengan malas Ryan menatap punggung gadis itu. "Tiba-tiba gue kenyang. Gue ke kelas duluan" kata Ryan langsung menyelonong meninggalkan mereka semua dan menuju ke kelas asalnya.
Iky, Bagas, dan Athan pun hanya saling pandang dan mengangkat bahu mereka bergantian, tanda mereka tidak tahu apa-apa. Sedangkan Rara terlihat semakin murung dan memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kelas.
***
Sore ini, setelah pulang sekolah, Ryan memutuskan untuk bermain basket terlebih dahulu di lapangan belakang sekolahnya. Ryan memang suka berolahraga. Olahraga apapun. Ia lebih memilih lapangan basket yang berada di belakang, karena menurutnya disana lebih sepi. Jika di lapangan utama biasanya banyak orang yang masih bermain basket atau futsal disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYAN
Teen FictionHanya ada dua akhir dalam sebuah pertemuan. Kebahagiaan, atau kesedihan? Ryan, seorang lelaki yang tidak sengaja dipertemukan oleh Rara, anak baru disekolahnya. Entah takdir apa yang akan membawa mereka berdua nantinya. N.B Dicerita ini akan banyak...