Tujuh belas

214 24 0
                                    

"Ayo cucu-cucu oma yang cantik dan ganteng". Oma warsa berjalan dengan senyum bahagia mengiring el dan el yang baru saja selesai bermain.

Seorang pria asing berkacamata hitam memperhatikan ketiganya dengan saksama. Lalu mengarahkan anak buahnya untuk mendekat.

Oma warsa yang begitu senang tidak menyadari akan hal itu. Namun saat membuka tasnya ia terlihat kebingungan karena melupakan sesuatu.

"El, ellen tunggu bentar ya sayang oma mau ke dalam bentar aja".

"Iya oma, ellen sama kak el gak kemana-mana kok". Ucap gadis mungil itu tersenyum.

"Gadis pintar oma, yaudah, tunggu bentar ya".

Keduanya mengangguk. Setelah kepergian oma warsa dua saudara kembar yang tak identik itu memutuskan duduk melihat lalu-lalang orang-orang yang melewati mereka. "Kak el, ellen lindu papa". Ucap gadis mungil berponi itu sedih. Bertahun-tahun berlalu namun sosok ayah tak pernah ada di sisi mereka. Rasa rindu dan penantian akan janji inge untuk mempertemukan mereka dengan sang ayah benar-benar tak memiliki bukti justru rasa kehilangan dan kerinduan yang mereka rasakan dalam penantian keduanya.

Umur tak bisa memberikan celah pada seseorang jika kerinduan melandanya.

Melihat sang adik bersedih. Bocah beralis tebal itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Lalu memberikannya pada ellen. "Papa ada di sini".

Ellen bingung menatap benda pemberian el, namun tetap mengambil kertas yang sudah tak beraturan itu karena terlihat seperti hasil sobekan yang sudah disatukan.

"Kak el, ini apa?".

"Papa".

Gadis mungil itu mengerutkan keningnya memperhatikan kertas yang diberikan el yang tak lain adalah sebuah foto dengan banyak tempelan-tempelan kecil tak beraturan.

Foto itu adalah foto vernon yang sudah disobek inge malam itu namun tanpa sepengetahuan inge, el mengambilnya dan menyatukannya kembali karena tak ingin kehilangan foto itu.

"Adik kecil rindu papa ya?". Tanya seorang pria asing tiba-tiba mengahampiri mereka dengan setelan jas serba hitam tak lupa dengan kaca mata hitamnya yang menggantung di kera bajunya. Ellen mengangguk dengan polosnya. Sedangkan el memperhatikan penampilan pria asing itu dengan saksama.

"Bawa mereka". Perintah pria asing itu menyuruh kedua anak buahnya.

"Baik bos".

"Ayo adik cantik dan ganteng sekarang kita akan ketemu papa kalian".

Mata ellen berbinar mendengar ucapan salah satu anak buah pria asing itu.
Ellen menurut saat digendong sementara el terlihat enggan namun karena melihat sang adik terlihat begitu senang ia hanya bisa terdiam dalam gendongan pria-pria asing itu.

Saat keluar dari area bermain anak-anak oma warsa tidak menemukan el dan ellen ditempatnya wanita yang tak lagi muda diusianya itu panik bukan main, dan mulai mengarahkan pandangannya ke sana kemari mencari cucu-cucu kesayangannya. Namun tetap saja hasilnya nihil. Ia sama sekali tak menemukan keduanya disana. Hanya lalu lalang orang-orang yang di lihatnya memadati mall itu.

Oma warsa bergegas ke tempat pusat pemberitahuan untuk mencari keberadaan el dan ellen. Namun hasilnya tetap sama tak ada satupun yang datang membawa el dan ellen di hadapannya. Tak putus asa oma warsa beralih menemui petugas keamanan mall untuk memasuki ruang cctv.

Tiga puluh menit kemudian.....

"Ya allah lindungilah cucu-cucuku". Ucapnya sedih dan kebingungan harus melakukan apa. Kantor polisi tak bisa menjadi jalan keluar, karena el dan ellen bahkan belum menghilang selama dua puluh empat jam.

Verin (vernon & inge) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang