karena di cerita ini mereka udah legal, so i let them to drink an alcoholic beverage.
dan izinin mbak teh ini untuk bikin chapter yang satu ini jadi lebih "cerita fiksi" dibanding sekadar skenario.
Setiap individu secara tidak pasti punya definisi yang berbeda tentang pagi.
Ada yang menganggap bahwa pagi adalah ketika dua jarum pada jam bersatu menunjuk arah utara, membentuk nol derajat.
Hyungseob juga tahu masih ada orang-orang yang berpendapat bahwa pagi adalah ketika matahari terbit, membangunkan ayam yang siap untuk berkokok.
Atau mungkin teman satu lingkaran Woojin yang menganggap bahwa pagi adalah saat mereka membuka mata yang langsung disambut dengan hangover hebat akibat kegiatan semalam.
Bagi penduduk kota yang seakan-akan tidak pernah tidur ini, setengah satu pagi di akhir pekan rasanya masih terlalu dini untuk sekadar menghabiskan waktu dengan selimut membalut diri.
Jadi mereka di situ, menatap cahaya-cahaya gedung kota yang berkilauan di depan mata.
Menghadap arah yang sama dari tempat yang sama.
Sebuah gelas wine yang terisi tidak sampai satu per tiganya di kaki mereka.
Hyungseob pikir ini pertama kalinya untuk menyentuh minuman-minuman keras semacam ini, jadi ia tidak mengambil banyak. Dan meski ada Woojin di sisinya saat ini, ia tidak mau mabuk.
Walau waktu tidak pernah diam, namun baik Hyungseob maupun Woojin memilih untuk bungkam.
Laki-laki yang seperti kelinci itu tidak bergeming namun mengarahkan pandangannya ke arah kota. Sedangkan Woojin menatap hal yang lebih indah dari itu semua, seluruh alam raya, jagat rayanya.
"Woojin, kamu pernah mikir gak?"
Woojin hanya menunggu, tidak perlu repot-repot mengganti fokus matanya, toh sedari tadi objek pandangnya memang sebuah Ahn Hyungseob.
Si Kelinci dengan mata bulatnya, mata yang berkilau penuh cahaya dan harapan.
"Di dunia yang gak selamanya ini, kadang yang serem tuh ... mikirin kalau beberapa hal mungkin ada yang bisa bertahan selamanya."
Woojin langsung mengernyit.
"Gak bicara masalah after life sih, yang deket-deket aja."
"Deket gimana?"
"Kenangan?"
Woojin dapat menangkap ketika suara helaan napas tipis keluar dari bibir manis lelakinya, menariknya untuk semakin menanamkan perhatian.
"Selamanya bagi setiap orang kan beda beda. Selamanya bisa berarti ya selamanya. Tapi ada orang lain yang nganggep selamanya tuh cuma sampai meninggal, iya gak sih? Terus selamanya bagi cowok brengsek juga cuma sampai dia nemuin orang yang lebih menarik."
Hyungseob lalu melempar pandangannya ke arah Woojin yang kemudian dibalas dengan sebuah gelengan.
Woojin memang tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan, namun kelinci itu adalah satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloom; x jinseob
FanfictionDaily life of Park Woojin and Ahn Hyungseob yang gak pernah membuat mereka absen tersenyum setiap harinya. bxb! jinseob! local! fluff!