"Waktu adalah obatnya, namun semakin lama aku semakin melemah"
Keola berjalan pelan sambil memperhatikan sekelilingnya, mencari tempat duduk yang masih kosong. Saat jam istirahat kantin selalu penuh sesak. Seseorang pria yang duduk di deretan tempat duduk bagian tengah melambaikan tangan ke arah Keola memberi kode supaya ikut bergabung bersama mereka.
Awalnya Keola ingin mendekat, tapi setelah menyadari Ifat duduk di samping pria itu Keola berbelok ke arah lain.
"Apa dia juga marah padaku?" tanya Ibnu kembali duduk di kursinya.
"Jangan dipikirkan! Biarkan saja!"
"Bolehkan aku duduk disini?" tanya Keola pada wanita berambut sebahu yang sekarang sedang menikmati nasi gorengnya.
Wanita itu menoleh dan tersenyum, "Tentu saja"
"Aku Keola, siapa namamu?" tanya Keola memulai pembicaraan karena sepertinya wanita itu tidak tertarik memulai lebih dulu.
"Naira" jawab wanita itu singkat.
"Sepertinya kamu mahasiswa baru"
Naira mengangguk. Keola memutar bola matanya kesal, bukankan biasanya junior akan sungkan dan ramah pada senior? Tapi wanita itu terlihat tidak peduli dengan keberadaannya.
"Rifki" Keola kembali bertemu dengan pria itu. Jantungnya mulai berdebar tidak karuan lagi, Rifki sedang melihat ke arahnya sambil tersenyum.
Belum lama saling bertatapan Keola memalingkan wajahnya, situasi ini membuatnya merasa gugup dan tanpa sengaja Keola melihat Naira sedang tersenyum malu-malu pada pria yang sama dengannya.
Senyum di wajah Keola luntur, ia kembali melihat ke arah Rifki. Pria itu berjalan mendekat ke arahnya.
'Di-dia mendekat?' batin Keola belum yakin dengan apa yang dilihatnya.
"Aku duduk disini ya" ucap Alvis, tidak tahu datang darimana yang pasti sekarang pria itu sudah duduk di samping Keola.
Keola menoleh dan dengan cepat kembali melihat ke arah Rifki. Kekhawatirannya menjadi kenyataan, pria itu berbalik dan berjalan menjauh.
Keola menggeram, ia mengepalkan tangannya. Ingin mendorong Alvis supaya pergi, tapi pria itu lebih cepat. Alvis menahan tangan kiri Keola.
"Kamu benar-benar pecinta kekerasan ya" Alvis menggulung lengan bajunya panjangnya. Tapi masih belum melepaskan tangan Keola dari genggamannya.
"Lihatlah!" ucap Alvis sambil menunjuk memar di siku kanannya.
"Ini gara-gara kamu mendorongku dari kursi waktu itu"
"Itu sal-akh"
Alvis menampar punggung tangan Keola pelan kemudian meletakkannya di atas meja.
"Jangan diulangi lagi!" ucap Alvis sambil berdiri dari duduknya.
Keola yang awalnya menatap tangannya yang baru saja di tampar Alvis berlahan mendongakkan kepala, menatap Alvis heran.
Alvis mengangkat mangkok baksonya kemudian menoleh, "Aku pindah" ucapnya sebelum menggeser kursi di belakangnya dan pergi.
"Ckckck, dia semakin aneh"
"Menyenangkan ya, jika bisa terang-terangan menunjukkan hubungan" Keola menoleh memastikan apa yang baru saja didengarnya.
'Seperti curhat colongan' batin Keola mengejek. Bukankah tadi Naira tidak peduli dengan keberadaannya? Dan sekarang apa? Wanita itu secara tidak langsung sedang menceritakan masalah pribadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Isn't Over
Genç Kurgu"Kau mengakhiri semua ketika aku sudah benar-benar mencintaimu Taukah kau mengobati luka tak semudah itu? Melupakan, aku butuh tak sedikit waktu Menjalin hubungan jarak jauh itu bukanlah sebuah musibah, tapi kenapa kau menjadikan itu sebagai alasan...