✿ Name : 06 ✿

838 133 13
                                    

   - The Love Without Name -
    [ 名前のない愛 ]
  
    
- The Sixth Name -
「家の隣に新しい隣人」
======
      
   


     
 
"Ada apa dengan kalian?"

Tanya Kochi saat melihat Ichijou berdiri tepat di depan Kazu yang masih susah payah berburu udara.

"K—kau sudah pulang?" Kazu berpura berjalan ke arah wastafel, mencuci tangannya yang sama sekali tidak kotor, sedikit gemetar. Meski berusaha menutupi rasa takutnya tapi, Kochi bisa dengan jelas melihat bagaimana gugup ayahnya itu.

"Ya, aku sudah bawa bir-nya." Kochi mengangkat plastik berisi bir di dalamnya, masih dengan cengiran yang tak hilang.

"Wah, aku ada banyak cemilan di rumah. Kau mau bantu aku mengambilnya? Katsuyuki?"

"Baiklah."

Mengikuti langkah Ichijou, Kochi meninggalkan rumah untuk masuk ke rumah pria yang menjadi tamu mereka malam ini.
Meski Ichijou sudah pergi, tetap tidak menghilangkan khawatir yang sejak tadi mengungkung Kazu. Sungguh, kedatangan Ichijou di hidupnya sekali lagi tidak membawa hal baik.

Kazu mematikan keran air yang sejak tadi terbuka. Tubuhnya terasa sangat lelah, padahal mereka.baru selesai makan malam yang seharusnya tenaganya yang kosong sudah kembali terisi penuh. Tapi, kaki Kazu rasanya sangat lemas sampai dia terduduk di lantai dapur dengan punggung bersandar pada lemari bawah wastafel.

Mengusap wajahnya frustrasi, Kazu lalu membenamkan wajahnya diantara lutut saat ingatannya berputar ke tujuh belas tahun lalu. Saat di mana Kochi lahir.

Saat di mana dunianya begitu terasa sangat indah. Tapi di saat bersamaan hatinya hancur berkeping-keping.

   
   
   
🌸🌸🌸
       
   
     

"Wah...," Takjub Kochi sesaat setelah dibawa masuk ke dalam rumah yang selalu dia lihat dari jendela kamarnya itu, "rumahmu sangat luar biasa ya?"

"Benarkah? Padahal tidak ada apa-apa di rumah ini."

Ucap Ichijou apa adanya. Lagipula, ucapan Kochi memang sedikit berlebihan. Di dalam rumah ini memang tidak apapun kecuali sebuah karpet tebal berbahan kulit  tergelar di tengah ruangan yang berbentuk seperti lingkaran besar dengan pinggiran penuh bantal. Sementara di sisi lainnya yang menghadap langsung pada dinding ada sebuah televisi berukuran sangat besar lengkap dengan DVD player dan sebuah box game yang menarik perhatian Kochi.

"Kau juga suka main game?" Tanyanya spontan.

Sementara Ichijou yang sudah membuka lemari es untuk mengambil  beberapa cemilan yang dia punya.

"Ah, tentu. Cuma aku tidak terlalu punya banyak waktu untuk melakukannya jadi benda itu hanya jadi sampah di sini."

"Sampah? Kau mau membuang itu?" Tunjuk Kochi. Dan saat Ichijou mengalihkan perhatiannya pada remaja itu, dia hanya tersenyum.

"Kau mau memiliki itu?"

"Aku? K—kau tidak sedang bercanda, kan?"

"Apa kau pernah melihatku bercanda?"

"A—itu ... kita baru saja bertemu dan aku rasa kau tidak ada alasan untuk memberikan benda itu padaku."

"Kalau begitu,"  Ichijou kembali menutup lemari es setelah dia selesai mengambil semua cemilan yang  dia miliki dan memasukannya ke dalam kantung plastik. Setelah itu, Ichijou berjalan menghampiri Kochi dan mengeluarkan  kunci rumah itu dan menyerahkannya pada Kochi,  "kau boleh pegang kunci rumah ini. Datanglah dan main sepuasmu."

Merasa takjub dengan apa yang dia dengar, Kochi seperti ingin mendengar itu berulang-ulang.

"Tapi, apa tidak akan ada yang terganggu kalau aku datang kemari?"

"Asal ayahmu tidak tahu, kurasa akan aman." Ichijou tersenyum simpul.

"Ah, ngomong-ngomong soal itu. sepertinya Kazu memang tidak menyukaimu? Kenapa? Apa sebelumnya kalian pernah saling kenal?"

"Kenal ya...?" Ichijou tersenyum, "katakan saja begitu.

Kochi tidak bisa menanyai pria di depannya ini detail sekaligus karena bagaimanapun mereka baru bertemu hari ini dan jika harus dia hitung, mereka bahkan baru saling menyebut nama beberapa jam setelah dia mengetuk pintu rumah yang nyaris tak pernah ditempati ini. Jadi, setidaknya Kochi akan sedikit bersabar untuk tahu apakah benar pria bernama Ichijou ini adalah kenalan Kazu?

Karena sepertinya, Kazu sangat membenci pria ini.

"Ok, kita kembali saja dengan cemilan ini dan minum bir yang kau beli tadi."

Kochi tersenyum sambil berlari ke arah Ichijou untuk membantu pria itu  membawa cemilan yang sudah dia masukan ke dalam kantung plastik besar.

"Kau masih sekolah?" Ichijou memulai percakapan lain.

"Masih. Tapi karena pekerjaan Kazu yang berpindah-pindah, aku jadi tidak terlalu bersemangat."

"Hei, kenapa? Ada yang salah?"

"Umn, tidak terlalu sih. Cuma karena itu aku jadi tidak punya banyak teman."

"Ah, jadi kau ingin punya teman?"

"Tentu saja. Aku ingin punya teman?"

"Kenapa kau ingin punya teman? Bukankah dengan tidak punya teman, setidaknya kau bisa melindungi dirimu sendiri?"

Kochi mengernyitkan dahinya, "Tentu saja. Selama ini aku hanya bermain dengan anak-anak di tempat video game, atau di karaoke, setelah itu kami merokok dan main-main tidak jelas."

Ichijou melirik Kochi dengan senyum sinis yang seolah mengintimidasi tapi, pemuda berusia tujuh belas tahun ini hanya menanggapinya dengan senyum ceria yang semakin lebar seolah menunjukan bagaimana senangnya dia bisa bicara sedekat ini dengan tetangga barunya.

Tiba di rumah, Kochi mendapati Kazu yang masih mencuci piring bekas makan malam mereka. Bahkan saat pemuda ini menunjukan cemilan di tangannya, Kazu hanya diam dan terus berusaha fokus pada apa yang dia kerjakan.

"Kazu kau harus tahu, rumah Ichijou-san sangat luar biasa bersih dan besar."

Tak ada jawaban.

"Aku heran, padahal Ichijou-san jaran pulang ke rumah itu tapi kenapa bisa sebersih it—"

"Katsuyuki-chan, sebaiknya kau tidak mengganggu Kazu." Ichijou memotong, "karena kalau kau terus mengganggunya, mungkin ayahmu itu akan melemparkan salah satu gelas atau mangkuk kearahnmu."

"Hm, iya juga sih...." Kochi setuju. Mengingat bagaimana mengerikannya Kazu saat marah, meski sebenarnya Kazu lebih banyak diam daripada mengamuk sepertinya.

Selesai mencuci mangkuk dan gelas bekas makan malam mereka, Kazu berjalan ke arah lemari es, mengeluarkan sekaleng soda milik Kochi yang belum diminum. Sebenarnya kalau itu ketahuan Kochi, anak itu pasti marah kalau dia melakukan itu dan selalu menuntut Kazu untuk menggantinya dua kali lipat dari yang dia ambil. Tapi, karena sibuk dengan acara tv dan cemilan gratis di pangkuannya, Kochi tidak terlalu memperhatikan.

"Kau kejam sekali membiarkan remaja seperti dia tidak punya teman seorang pun."

Suara Ichijou mengagetkan Kazu yang langsung menaruh kaleng cola yang sebelumnya sudah tumpah sedikit tangannya.

"Ini bukan urusanmu!"  Kazu membentak dengan suara sangat pelan. Bukan karena dia tidak bisa bicara dengan suara keras tapi, Kazu lebih takut kalau Kochi mendengar suaranya dan berpikir kalau salah satu dari mereka adalah orang jahat. Dan melihat bagaimana kelakuan Ichijou pada Kochi, dia yakin anak itu akan menyalahkannya karena berlaku tidak baik pada tetangga baru mereka.

"Benarkah? Tapi dia juga anakku."

"Berhenti mengatakan kalau dia anakmu! Dia itu anakku dan hanya aku ayahnya!"

"Benarkah? Kalau begitu mau pergi ke rumah sakit untuk tes DNA?"
________

名前のない愛 ( On Hold )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang