"Karena ada sesuatu dengan caramu menatapku.. Seolah-olah hatiku tahu, kamu lah bagian yang hilang."
"Ah!"
Entah siapa yang dirinya tabrak sampai membuat nya tergeletak memalukan di tengah koridor. Saat ia mendongak terlihatlah cowok tinggi nan tampan itu menatapnya sambil tersenyum miring.
Siapa lagi kalo bukan Arkan, mengapa dirinya harus berpapasan seperti ini? Lelaki itu tanpa salahnya meninggalkan Abila yang masih terduduk di lantai.
"Bisa bangun sendiri, kan? Udah gede ini. Gue pergi dulu!" ujar Arkan melambaikan tangannya yang sudah pergi menjauh.
Terdengarlah suara bisikan yang sedang membicarakan Abila. Tentu menjadi pembicaraan yang memalukan baginya. Hal itu membuat Abila tambah membenci lelaki pembuatan onar tersebut.
"Loh? Abila? Kenapa duduk di lantai?" tanya Ardian yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Hah? Hah ini tadi kepeleset, hehe." Terpaksa Abila berbohong untuk menjaga image nya di depan Ardian.
Ardian pun dengan sigap mengulurkan tangannya kepada Abila. Nah! Ini yang Abila inginkan, seorang pria tampan yang dengan setia mengulurkan tangannya untuk membantu nya bangun. Bukan seperti Arkan, yang pergi tanpa minta maaf sedikit pun, menolong nya saja tidak, cih!
•••
"Gimana? Apa yang guru bilang ke lo?!" tanya Bayu selaku teman dekat Arkan.
"Hah! Guru kadang nyusahin, tapi juga kadang bikin gue ketagihan bikin masalah," ujar Arkan tertawa lega.
"Oh! Bu Henny, emang sih Guru Sejarah itu bikin merinding," jawab Bayu.
"Merinding karena cantik! Hiyaaaa!!! Haha!" sela Juna tertawa diikuti oleh keduanya.
•••
Salsa yang sedang kebingungan mencari keberadaan temannya tersebut itupun malah mengurungkan niat untuk mencari Abila, kini dirinya sudah masuk ke dalam toserba untuk membeli beberapa cemilan. Tak di sangka ia malah bertemu Bimas yang merupakan mantan kekasih nya.
Dirinya pun kembali mengurungkan niat untuk memasuki toko tersebut, padahal kini dirinya benar-benar kelaparan terpaksa ia menahan hasrat nya untuk membeli cemilan di toko tersebut. Dan kembali fokus mencari Abila.
"Salsa?!" teriak Amel selaku teman dekat Salsa dan Abila.
Teriakan nyaring Amel mampu membuat dirinya tersadar, dan menyuruhnya untuk diam, suara itu dapat membuat Bimas menoleh ke arahnya. Tapi nyatanya semua itu sia-sia, toh kuping Bimas memang tajam, dari kejauhan saja ia dapat mendengar ucapan seseorang.
"Kenapa Sal? Oh, Bimas!" ucap Amel mulai lagi sengaja mengencangkan suaranya.
"Beri--"
"Kenapa Sal, Mel?" tanya Bimas yang sudah berdiri sigap di samping Salsa.
"Amel kampret!"
•••
Sambil memasang headset di kupingnya, Abila terbawa suasana ia ikut mengeluarkan air mata saat part menyedihkan muncul di dalam cerita Novel yang ia baca. Apalagi suasana di perpus ini cukup tenang, yang membuatnya mampu dengan mudah memahami alur yang di bawakan sang penulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN [ SUDAH TERBIT ] ✔️
Teen Fiction[ SUDAH TERBIT. TIDAK TERSEDIA DI GRAMEDIA ] Kata berjuang tak lagi cocok untuknya. Melupakan itu lebih pantas di utarakan.