"Kadang ada perasaan mendalamyang tidak dapat diobati oleh waktu dan alawan."
"Abila?!"
Ardian berlari menghampiri Abila yang tadi meninggalkan kantin begitu saja. Ardian sangat tau bahwa Abila membenci Arkan, tapi pergi begitu saja hanya akan membuat Arkan bertanya-tanya bukan?"Bil, lo kenapa?" tanya Ardian memegang tangan Abila.
"Lo masih bisa ya bersikap seakan semua baik-baik aja, padahal dari dulu lo sering banget di serang dadakan sama dia, tapi apa? Lo masih aja memperdulikan nya," bentak Abila mengeluarkan air matanya.
Sontak Ardian terkejut melihat Abila yang menangis di hadapan nya. Ardian pun langsung memeluk erat tubuh mungil Abila, mengelus ujung kepala Abila dan menenangkannya.
"Iya, gue tau gue tau dia di pandangan lo seperti apa, tapi Bil, dia kayak gitu pasti ada alasannya," jelas Ardian masih mencoba membujuk Abila.
"Ardian, apa lo nggak sadar kenapa gue begini? Kenapa gue nangis cuma karena pertarungan yang nggak kunjung reda antar cowok kayak lo dan Arkan? Lo nggak paham kenapa gue begini?" tanya Abila masih terus mengeluarkan air matanya.
Ardian terdiam menatap ke arah Abila.
"Oke, kayaknya gue yang sekarang masuk jebakan, haha. Gue yang terlalu cepat menyimpulkan akan sikap lo yang akhir-akhir ini beda," papar Abila mengusap air matanya.
Ardian memegang tangan Abila, lalu memeluknya.
"Gue sadar itu dari awal, maaf. Lain kali jangan terlalu dingin, bikin cowok takut ungkapin perasaan nya, haha."
Ardian berhasil mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Abila.
•••
Arkan masih menghabiskan waktunya di taman sekolah, walaupun ia telah mendengar bel masuk berdering berkali-kali, tetapi dirinya malas sekali untuk bangkit dari tempat duduknya.
Apa hari ini dia bolos saja? Toh, ini pelajaran Bu Henny, kalung yang sedari tadi dia simpan di kantungnya itu pun belum kembali ke pemiliknya. Dia hanya terus memegang sembari memandanginya.
"A? Kenapa gue nggak sadar, padahal dari kalungnya pun udah jelas kalau namanya itu Abila," kekeh Arkan tertawa tak percaya.
"Lo kenapa nggak masuk kelas?" tanya Juna tiba-tiba.
Juna tiba-tiba saja duduk di sampingnya, apa perlu dia bercerita tentang asmaranya ke Juna, toh, percuma nggak bakal membantu. Dengan keadaan Juna juga tidak pernah berpacaran, jadi pasti bodoh dalam hal percintaan. Asmara? Jujur, Arkan sama sekali tidak ada rasa dengan Abila, jika di pikirkan, mungkin penuh dengan pertimbangan.
"Lo juga ngapain disini?" tanya Arkan bingung.
"Gue liat lo melamun, makanya kemari," jawab Juna.
Arkan mengangguk mengerti.
"Jun, pernah ngerasain jatuh cinta?" tanya Arkan.
"Semua orang pasti pernah, cuma kebetulan kisah cinta gue nggak semulus kebanyakan orang," balasnya menghela nafas pelan.
"Kayak pernah jatuh cinta aja lo, hahaha. Gue duluan," ujar Arkan berdiri meninggalkan Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN [ SUDAH TERBIT ] ✔️
Teen Fiction[ SUDAH TERBIT. TIDAK TERSEDIA DI GRAMEDIA ] Kata berjuang tak lagi cocok untuknya. Melupakan itu lebih pantas di utarakan.