Enam

19.4K 1.1K 70
                                    

#Wish11: Modus pertama (Aldo)

#Wish12: Mengerti (Olivia)

**

“Lo kenapa, deh?” tanya Aldo begitu keduanya keluar dari ruangan ekskul. Olive menatap Aldo sebentar sambil mengerutkan keningnya. “apanya?”

“gue yakin itu bukan alesan sebenernya,” jawab Aldo. Masih tetap berjalan dengan satu tangan yang dimasukan ke dalam saku celananya. Terlihat se-cool dan secuek mungkin di depan Olivia. “apaan, sih? Gue gak ngerti, ah”

“kayaknya ada yang lo sembunyiin. Kenapa sih gamau latihan basket 3 kali seminggu? Apa lo jangan-jangan sengaja mau bikin JB kalah di turnamen nanti?” cerocos Aldo. Mata Olive membulat mendengar hipotesa yang dilontarkan Aldo barusan. “Ngarang, lo! Emang muka gue selicik itu, ya?” tanya Olive. “Gak masuk akal banget dah, lo”

“ya terus kenapa?” tanya Aldo, masih tetap penasaran.

“kok lo kepo banget sih? Emang kalo gue kasih tau lo alesannya bakal ada benefitnya buat lo?” selanjutnya Olive berjalan cepat menuju kelasnya sebelum bel tanda masuk berbunyi. Meninggalkan Aldo sendirian.

Sejujurnya, iapun tidak tahu apa motivasi serta visi misi ia penasaran dengan cewek itu. Yang jelas, ia ingin mencari tahu informasi lebih banyak mengenai Olivia Geraldine.

**

“sst, Do! Perhatiin tuh Si Kumis ngomong! Jangan melamun terus” Ricky menyenggol tangan Aldo yang dipakainya untuk menyangga dagu. Seketika lamunan Aldo buyar. “Apaan sih, lo,” sungut Aldo.

“jangan melamun mele, tuh Si Kumis ngeliatin lo terus dari tadi” bisik Ricky dengan tatapan yang tak lepas dari guru Geografi-nya itu. “anjir, Si Kumis homo?” tanya Aldo dengan polosnya.

Ricky yang mulai kesal dengan sahabatnya itu langsung menempeleng kepala Aldo. “heh, pea! Emang lo mau dikeluarin dari kelas sama Si Kumis?” cecar Ricky masih dengan volume suara yang kecil. Takut terdengar oleh gurunya itu. Masalahnya, guru geografi-nya itu termasuk ke dalam daftar guru paling killer di JB. Ditambah lagi ia mempunyai kumis tebal, lantas anak-anak memanggilnya dengan sebutan ‘Si Kumis’. Bahkan beberapa dari mereka lupa siapa nama aslinya.

“Ngelamunin apa, sih?”

Aldo menggeleng, “nggak, kok”. Ricky menatapnya penuh selidik, “entar sore gue ke rumah lo, deh”. Aldo mendengus pasrah. Jika sudah seperti ini, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menceritakan semuanya kepada sahabat karib-nya itu. Iapun sebenarnya bingung, sekuat itukah hubungan batin gue sama Ricky? Eh anjir homo najis.

**

“Kak, Aldo nya ada, kan?” tanya Ricky pada Friska yang sedang duduk santai sembari memoles kukunya dengan kutek di halaman depan rumah bergaya minimalis itu.

Friska mengangguk, “ke kamarnya aja,”  belum beberapa langkah Ricky memasuki rumah mereka, Friska berteriak dengan suara hampir sama dengan guru yang sedang memandu wisata murid-muridnya. Toa abis. “DO! ADA RICKY NIH, DO!”

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Ricky masuk kamar Aldo dan menghempaskan tubuh di kasur milik sahabat-nya itu. “Anjir udah gue bilang berapa kali kalo masuk kamar ketok dulu kek. Lah ini, udah ga ngetok, langsung tiduran di kasur gue lagi” sewot Aldo.

Ricky memutar matanya, “ya elah woles bang, lagian gue kesini hampir setiap minggu selama 3 tahun berturut-turut. Apa perlu gue ketok?”

Aldo yang sedang berbaring diatas karpet berguling merubah posisi menjadi telungkup sambil memeluk bantal. Tetapi tidak berbicara apa-apa. Ia tampak menimbang-nimbang sesuatu sambil memainkan bulu karpetnya.

Aldolivia [ DISCONTINUED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang