Empat Belas

15.4K 1K 62
                                    

#Wish27: Melihat Olive blushing (Aldo)

#Wish28: Menyembunyikan semburat merah (Olivia)

**

Senin pagi ini sangat berbeda dibandingkan senin pagi-senin pagi yang lainnya. Dimana biasanya Aldo baru bangun jam tujuh kurang lima belas menit—sekolah mereka masuk jam setengah delapan pagi. Tetapi kali ini, pukul setengah tujuh pun Aldo sudah siap dengan seragamnya dan segera menuju meja makan di lantai bawah untuk sarapan.

“Wey, kesambet apaan lo jam segini udah siap?” tanya Friska yang sedang memakan soup-nya di meja makan. “Mau ngapelin cewe ya, lo?”

Aldo menaruh tas-nya di kursi lalu mengambil jatah soup-nya. “Idih, apaan.” Elaknya.

“Heh, curut. Gausah pake ngelak segala deh, lo ngeceng cewe baru yang di Blok E, kan?” ujar Friska sambil mendetkan wajahnya pada Aldo dengan tatapan mengintimidasi.

Sementara adiknya itu hanya cuek bebek menanggapi perkatannya. “Kalo iya kenapa, kalo engga kenapa?”

Friska berdecak. “Emang susah ya ngomong sama orang yang lagi kasmaran.” Umpatnya dengan suara yang kecil namun ia yakin itu terdengar di telinga Aldo.

Tetapi Aldo terlanjur tidak menanggapi perkataan kakaknya. Ia malah senyum-senyum sendiri mengingat kejadian tempo hari. “Tuh, kan senyum-senyum sendiri. Apa gue bilang. Lo pasti lagi ngeceng cewe Blok E itu, kan?” tanya Friska berapi-api sambil menyodorkan telunjuknya tepat di pipi Aldo.

Cowok itu mendengus kesal dan menjauhkan tangan Friska dari pipinya. Kalau sudah seperti ini, mau  tidak mau ia harus menceritakan semuanya pada kakak satu-satunya yang kepo tingkat dewa itu. “Iye ntar gue ceritain deh. Pulangnya jangan malem mulu makanye.”

Mendengar adiknya berkata seperti itu, Friska menampakkan senyum panuh kemenangannya. “Mata kuliah terakhir jam 3. Habis itu gue langsung pulang, yes!”

Rossie yang sedari tadi berada di dapur kini melangkahkan kakinya menuju ruang makan dan meletakkan dua gelas susu vanilla untuk Aldo dan Friska di meja makan. “Loh, kok tumben kamu udah siap lagi, Do?”

Sebelum Aldo sempat menjawab, Friska buru-buru menyeletuk. “Mau ngapelin cewek baru blok sebelah, ma!”

Aldo hanya memutar bola matanya. “Apaan sih.”

Rossie mengernyitkan dahinya. “Bener, Do? Biasanya juga kamu kalo hari senin bangun jam tujuh. Itu pun dibangunin mama.”

“Yaaa, gitu. Hehe.” Aldo menampakkan cengiran kocaknya. Setelah menghabisakan susu vanilla-nya, ia pamit dan langsung menuju rumah Olive.

Sesampainya disana, ia langsung mengirim LINE pada Olive dan tidak sampai satu menit cewek itu keluar rumahnya.

“Pagi, Liv.” Sapa Aldo dengan senyuman khasnya.

Yang disapa tersenyum kecil. “Pagi.” Balasnya. “Langsung aja, yuk.” Setelah menerima helm yang disodorkan Aldo, Olive langsung menaiki motor ninja merah dihadapannya.

**

“Do, lo duluan aja deh yang jalan. Gue nyusul.” Ujar Olive begitu ia turun dari motor Aldo.

Cowok dihadapannya itu menaikkan sebelah alisnya bingung. “Lah? Kenapa?”

Olive menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Em, itu. Takut diceng-cengin kan malu.” Ia menampakkan cengirannya.

Detik selanjutnya Aldo malah tertawa puas. “Yaelah pake malu segala. Yang ada juga mereka ngiri kali sama lo. Jalan sama the most wanted guy seantero JB”

 Olive hanya mendengus sambil menabok pipi Aldo. “Najis pede abis, lau.”

Yang ditabok meringis kecil. “Sakit, sayang.”

“Makin najis gua.” Selanjutnya Olive malah melangkahkan kakinya menuju area sekolah dengan cepat. Menyembunyikan semburat merah di pipinya.

Dengan cepat pula Aldo berlari menyusul dan mengenggem tangan Olive hingga akhirnya mereka jalan berbarengan di koridor menuju kelas IPA. Membuat berpuluh-puluh pasang mata menatap mereka kaget. Bagaimana tidak, Aldo yang notabene masuk ke dalam kategori the most wanted guy tetapi tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan selama 2 tahun terakhir kini tengah menggenggam kuat tangan Olive, si anak baru yang menjabat sebagai kapten basket putri. Membuat beberapa dari mereka berbisik-bisik, tetapi itu semua tidak digubris oleh dua orang yang sedang dimabuk cinta itu.

Rupanya ini momen paling tepat di antara yang paling tepat. Begitu mereka berjalan melewati tangga IPA, saat itu juga Ricky, Tristan dan juga Adit berjalan turun melewati tangga yang sama. Kurang Galih. Saat mereka berpapasan, otomatis mata mereka menatap Aldo dan Olive kaget lalu beralih ke tanagn mereka yang masih bertaut.

Olive yang merasa risih buru-buru melepas genggaman Aldo.

“Kalian jadian?!” tanya mereka bertiga berbarengan sambil membulatkan mata.

Kini Aldo dan Olive yang saling tatap. Lalu sedetik kemudian mereka menjawab berbarengan juga. “Enggak.”

Ricky yang pertama kali mengeluarkan suara. “Do, lo gak bercan—“

Tetapi omongannya buru-buru dipotong Aldo. “Nanti aja deh nanyanya, udah jam segini gue harus ke kelas. Kalian mau kemana?”

“Nganterin Adit ke ruang TU sebentar.” Kini Tristan yang menjawab.

“Homo lo ke ruang TU aja segala pake ditemenin.” Aldo menoyor kepala Adit. Namun selanjutnya kembali menggenggam tangan Olive dan kembali melangkah menuju kelas.

“Belajar yang bener ya. Perhatiin guru di depan jangan mikirin gue mulu.” Ujar Aldo sambil mengacak rambut Olive yang dikucir kuda sesampainya mereka di depan kelas cewek itu.

Olive memutar matanya. “Lo adalah orang terpede yang pernah gue temuin.”

“Bukan pede lah, kan emang kenyataan?” Aldo memunculkan senyum jahilnya. “Orang lo sendiri yang bilang waktu di lapangan basket.”

Semburat merah langsung muncul di pipi Olive, membuat cewek tomboy itu terlihat seribu kali lebih cantik. Selanjutnya ia memukul bahu Aldo. “Sialan gak usah bahas itu bisa gak?”

“Cie blushing.”

“Jangan bikin gue nyesel pernah bilang gitu.”

Aldo tersenyum manis. “Istirahat ke kantin bareng gue, ya?” ajaknya.

Sialan kenapa sekarang Aldo lebih ganteng dari biasanya. Batin Olive. Padahal penampilannya tidak ada yang berubah dibanding hari-hari biasanya. Tas yang hanya ia sampirkan satu sisi dan rambut yang sengaja dibuat acak-acakan. Hanya ada satu poin plus yang membuatnya terlihat seribu kali lebih ganteng; senyuman manis yang jarang ia tunjukan kini lebih sering ditunjukan. Dan tentu kepada Olivia Geraldine.

“Liv?” panggil Aldo yang membuat lamunan Olive buyar. Ia buru-buru mengerjapkan matanya dan bertanya “Apa?”

“Istirahat ke kantin bareng gue, ya.” Ulang Aldo lebih lambat dan lembut sambil menatap lurus kedua mata coklat milik Olive.

Refleks Olive mengalihkan pandangannya lalu mengangguk. Padahal ia belum mengerjakan PR fisika dan mau tidak mau harus menyalin pekerjaan Rara. Jadi belum tentu ia bisa ke kantin.

Natepnya gausah sok serius gitu kali, jadi salting kan. Batin Olive lagi.

Aldo pun akhirnya berjalan menuju kelasnya yang kebetulan bersebalahan dengan kelas Olive sambil melambaikan tangannya. Setelah membalas lambaian tangannya, Olive masuk kelas dan langsung disambut dengan beribu pertanyaan dari Rara dan teman-teman sekelasnya yang ternyata sedari tadi memperhatikan mereka.

Mampus.

Kamis, 24 Juli 2014 

HAI GUE MUNCUL LAGI YEAY. Cepet kan update nya cepet? *kedip kedip mata*. Chapter ini masih adem-ayem nih karena jujur gue bingung konflik yang bakal muncul apa HAHA. Karena gue udah update cepet+chap ini adem ayem gue minta lebih banyak commets ya? HEHE. Makasih! 

Berhubung lebaran sebentar lagi, gue mau minta maaf buat semuanya kalo gue ada salah. Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin! Gue udah maafin kalian semua kok:) #plax 

Aldolivia [ DISCONTINUED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang