Pemenang dalam duel penyihir biasanya tidak ditentukan dari 'siapa yang memiliki sihir paling hebat', melainkan 'siapa yang mengucapkan mantra paling cepat'. Revolver buatanku menggunakan sistem bolt-action (ketika peluru ditembakkan, aku mesti menarik hammer-nya secara manual) dengan silinder yang dapat menampung 6 peluru.
Jelas aku amat diuntungkan dalam hal kecepatan serangan.
Tepat ketika Gildwalk berkata 'mulai', suara gong menggema ke seluruh arena. Aku mengarahkan revolver-ku ke arah Demian dan menarik pelatuknya dua kali. Segera terdengar suara ledakan yang amat keras. Seluruh penonton terdiam karenanya.
Bang! Bang! Trak! Trak!
Meskipun begitu, lawanku sama sekali tak terluka. Sebuah dinding semi-transparan (mirip kaca) muncul di hadapan Demian dalam sekejap mata dan menahan kedua peluruku.
Aku mengertakkan gigi. "Mantra non-verbal!" gila! Padahal itu merupakan materi kelas 3!
Tak membuang kesempatan, Demian mengayunkan tongkatnya ke arahku. "Ohm fortas!"
Aku melompat dari tempatku berdiri, terjatuh ke tanah, berguling sebentar, lalu kembali menembak. Tapi percuma. Barier pelindungnya masih aktif. Semua peluruku tak sampai pada target. Aku harus menyerang dari arah belakang.
"Belm hor!" seru Demian. Tanpa aku sadari, tongkatnya sudah mengarah padaku. Sebentuk bola cahaya kecil muncul dan melesat ke arahku.
Aku mundur ke belakang, mencoba menghindar, dan itu berhasil. Kendati demikian, aku belum selamat. Bola cahaya itu mengenai tanah dan tiba-tiba menciptakan ledakan yang membuatku terpental.
Kutukan peledak!
Tak mau membiarkan Demian kembali menyerang, aku berguling dan berlari memutar. Kucabut bom asap (sebuah benda berbentuk silinder kecil yang memanjang) dari sabukku, menggigit tali yang ada di ujungnya, lalu menariknya. Ketika benda itu mulai mengeluarkan api ungu dan asap abu-abu, aku segera melemparnya ke arah Demian.
Dengan begini, dia akan kesulitan untuk menyerangku lagi. Atau begitulah yang tadinya aku pikirkan.
"Faldamu!" seru Demian. Seketika, angin puyuh kecil muncul dan menerbangkan asap yang telah aku ciptakan.
Gawat! Aku lupa kalau dia bisa menggunakan mantra pusaran angin!
Sial! Tak ada pilihan lain!
Aku berlari menuju Demian dalam pola zig-zag. Tampak beberapa bola cahaya bermunculan dari tongkat laki-laki itu dan menyerang ke arahku. Ketika jarak kami tinggal 10 meter, aku mencabut granat batang dari sabukku.
Granat ini berbentuk seperti palu. Pegangannya berupa tongkat dengan bagian kepala mirip bola besi seukuran kepalan tangan. Aku menarik tali yang terjulur di bagian bawah granat, lalu melempar benda itu ke arah Demian.
Sadar kalau itu bukanlah benda biasa, Demian melompat mundur. Tapi sudah terlambat. Benda itu meledak. Serpihannya terlempar ke berbagai arah dan ada yang berhasil melewati barier pelindung miliknya.
Demian terpental ke belakang dan jatuh tengkurap.
Tak mau buang kesempatan, aku kembali mengeluarkan revolver-ku.
Bang! Bang! Bang!
Aku menghabiskan ke-6 peluru yang ada dalam silnder. Meskipun begitu, semuanya tak ada yang kena. Demian berhasil menghidarinya dengan berguling ke samping.
Laki-laki itu bangkit berdiri, merogoh saku jubahnya, lalu melempar 4 buah pesawat kertas ke udara. "Flamus kratus!"
Dalam seketika, semua pesawat Demian terbakar oleh api biru dan berubah menjadi burung api emas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scientist in Magic Academy
ФэнтезиFafner Redforest adalah penyihir, kendati demikian, dia payah dalam sihir. Ketika semua orang mengacungkan tongkat untuk mengubah tikus jadi cangkir; dia malah meledakkannya. Ketika semua orang mengacungkan tongkat untuk membuka jendela dengan sihir...