Prolog

648 75 7
                                    


Tahun 543 HK (Hitungan Kekaisaran)

Di dunia ini, umat manusia bukanlah makhluk yang menduduki posisi tertinggi dalam rantai makanan. Mereka memiliki predator yang membuat populasi mereka terus berkurang: naga, ghoul, goblin, orc, troll, dan para monster mengerikan lainnya.

Kian hari ketegangan semakin memuncak. Bahkan negeri terbesar di Benua Tengah pun—Kekaisaran Alorgio—kesulitan dalam menghadapi serangan para makhluk buas ini. Perlahan-lahan, namun pasti, umat manusia berada di ambang kepunahan.

Ketika itulah ras manusia baru muncul.

Ras manusia yang diberkahi kemampuan ajaib yang dapat menciptakan mukjizat Tuhan. Lalu terciptalah istilah Normar dan penyihir. Mereka yang berasal dari ras berkemampuan ajaib disebut penyihir, sementara kami yang sekadar kera tegap disebut Normar.

Para penyihir ini rupanya sudah ada sejak zaman dahulu kala, hanya saja mereka bersembunyi. Kendati mereka sedikit, para penyihir memiliki kekuatan yang hebat. Kekuatan yang dapat melawan para monster mengerikan, yang kami (para Normar) begitu takuti.

Alasannya bangsa penyihir menunjukkan diri adalah untuk bekerja sama dengan kami. Mereka ingin mempertahankan populasi manusia, baik itu penyihir atau Normar. Kekaisaran menyambut kedatangan mereka dengan tangan terbuka.

Tahun 546 HK, terjadilah perang besar-besaran antara manusia dengan bangsa orc. Atas bantuan para penyihir, umat manusia merasakan manisnya kemenangan untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, kami juga ikut menyapu bersih monster-monster lain seperti goblin dan troll. Meski tidak sempurna musnah, setidaknya umat manusia dapat merebut kembali kekuasaan atas Benua Besar.

Tahun 1600 HK.

Ketika itu, peradaban umat manusia dipenuhi oleh sihir. Bangunan, jalan, militer, pengobatan, pendidikan, bahkan termasuk pertanian pun tak lepas dari yang namanya sihir. Sihir adalah kekuatan. Sihir adalah kekayaan. Sihir adalah kecerdasan. Sihir adalah kemampuan. Sihir adalah segalanya.

Akibatnya, teknologi-teknologi yang tercipta dari non-sihir menjadi begitu ketinggalan. Tak banyak orang-orang (terutama bangsa penyihir) yang mengetahui soal fisika, kimia, biologi, atau bidang ilmu pengetahuan konvensional lainnya.

"Segalanya sudah tercukupi oleh sihir, jadi kenapa mesti repot-repot belajar hal seperti itu?" pikir semua orang.

Pikir hampir semua orang.

Dan tak lama kemudian, sejarah pun berubah. Berawal dari suatu insiden di satu Akademi Tinggi Sihir. Seorang bayi penyihir dengan kemampuan amat rendah telah lahir. Tentu saja ini bukanlah cerita tentang seorang anak yang punya kekuatan terpendam. Bukan pula cerita tentang pahlawan yang dipilih Dewi untuk menjalankan tugas suci. Apalagi cerita soal penyihir dengan takdir mengalahkan orang jahat.

Ini hanyalah sebuah cerita... tentang seorang manusia yang mencoba melawan sihir.

Sihir bukanlah kekuatan tertinggi umat manusia, pikir si anak. Sihir bukanlah segalanya. Kendati tanpa sihir, umat manusia masih bisa tetap hidup. Walau tanpa sihir, umat manusia dapat mengalahkan para monster yang menyerang mereka.

Sihir bukanlah berkah Tuhan.

Sihir adalah kutukan. Kutukan yang membatasi pergerakan pikiran umat manusia. Mencegah mereka mengalami kemajuan peradaban. Menutupi semua pintu bagi teknologi masuk.

Dan kisah tentang seorang ilmuwan yang hidup di tengah-tengah penyihir pun, dimulai pada suatu pagi hari yang merepotkan.

***

Catatan: Nah, dikarenakan saya sedang cuci gudang, akhirnya saya putuskan untuk mempublikasikan karya aneh ini. Wkwkwk. Sebelum melanjutkan, mungkin saya mesti kasih peringatan dulu. Dulunya, cerita ini direncanakan untuk dikirim ke penerbit, sehingga jumlah halamannya saya batasi jadi 100 lembar. Akibatnya, cerita ini jadi terkesan terburu-buru dan tell banget. -.- Mungkin akan ada pembaca yang kurang nyaman, tapi biarlah. Toh, saya juga tak menyimpan ekspentasi apa pun. Gahahaha!

Scientist in Magic AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang