Dua puluh menit kemudian, aku terduduk di sebuah ruangan bersama Hannah. Di depan kami, ada seorang penyihir wanita yang memakai jubah biru. Umur beliau sekitar 26 tahun, tapi wajah beliau tampak lebih muda dari itu. Kendati dia sedang marah sekarang, aura kasih sayang tetaplah tersorot di matanya yang lebar.
"Jadi? Fafner? Bisa jelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi?" tanya penyihir wanita itu dengan nada khawatir.
Jujur. Dia adalah guru yang amat baik. Dia tak pernah mengucilkanku atau memandangku rendah hanya karena aku payah dalam sihir. Aku amat menghormatinya. Jadi, tak ada pilihan lagi buatku selain menceritakan kejujuran.
"Profesor, aku..." dan aku pun menceritakan soal uji coba senjata baruku yang berujung pada bolongnya atap kamarku.
Ah. Ceritanya pendek. Tombak Api ciptaanku bekerja dengan baik. Kendati demikian, benda itu masih belum mampu menembus sisik naga. Alih-alih, proyektilnya malah mental ke atas dan membuat atap kamarku bolong.
Beberapa orang tampaknya secara tak sengaja melihat kejadian tersebut dari luar, dan segera melaporkannya pada pihak berwenang.
Alhasil, di sinilah aku. Duduk dalam ruangan berbentuk setengah lingkaran yang terletak di menara timur laut kastel. Sebuah tempat bernama 'Ruang Konseling' yang akhir-akhir ini memang sering aku kunjungi.
Di depanku sendiri, adalah guru konselor yang dipercaya untuk mengurusku. Namanya Profesor Windy Roughsea.
Ceritaku ditutup dengan kata-kata, "...aku pun dijewer oleh Gildwalk dan sampai di sini."
"Profesor Gildwalk, Fafner."
"Ah, iya. Profesor Gildwalk."
Profesor Roughsea menghela napas lelah, lalu menatapku dengan penuh rasa berbelas. "Syukurlah kau tak apa-apa. Sepertinya benda ciptaanmu cukup berbahaya."
Apa? Dia masih mengkhawatirkanku?! Sungguh guru yang baik hati. "A-ah... iya. Maaf sudah membuat masalah."
"Hannah? Apa kau juga baik-baik saja?"
Hannah mengangguk pelan. "Aku memasang sihir barier pelindung."
"Kalian ini. Kalau senjata yang diciptakan Fafner memang benar-benar bisa menembus sisik naga, maka barier pelindung tak akan ada gunanya, bukan?!"
Ho-oh... ya ampun. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan itu?!
"Fafner, aku tahu kau itu pintar. Kau memang agak payah dalam praktik sihir, tapi ilmu pengetahuan dan wawasanmu tak dapat diragukan lagi. Meskipun begitu, aku mohon untuk tidak terlalu memaksakan diri..."
"Aku tak memaksakan diri!" tiba-tiba saja, mulutku dengan tidak sopannya memotong perkataan guruku itu.
Profesor Roughsea menurunkan pundaknya dan menghela napas lagi. "Kau hanya ingin diakui, kan? Aku mengerti. Kau boleh berbuat sesukamu. Itu hakmu. Namun, ingat, kau tidak hidup sendiri, Fafner. Cobalah untuk menciptakan sesuatu yang tidak terlalu berbahaya mulai sekarang."
"..." Aku sama sekali tak bisa melawannya. Bukan karena aku kehabisan kata-kata, tapi karena aku tak bisa saja. Beliau terlalu baik.
Kemudian, sebelum berbicara untuk terakhir kalinya, Profesor Roughsea memberiku sebuah senyuman hangat yang melegakan. "Kalau begitu keluarlah. Jangan bilang siapa-siapa kalau kau cuma diomeli, ya. Seharusnya aku memberimu hukuman sekarang."
#
Setelah keluar dari ruang konseling, aku berpisah dengan Hannah dan segera kembali ke kamarku. Matahari menghilang dengan cepat bersama hujan deras yang turun tiada henti. Malam itu, tiap setengah jam sekali, aku mengganti ember yang menadahi air bocor.
![](https://img.wattpad.com/cover/130935421-288-k497480.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Scientist in Magic Academy
FantasíaFafner Redforest adalah penyihir, kendati demikian, dia payah dalam sihir. Ketika semua orang mengacungkan tongkat untuk mengubah tikus jadi cangkir; dia malah meledakkannya. Ketika semua orang mengacungkan tongkat untuk membuka jendela dengan sihir...